Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ahli gunung api berteori

Lokakarya nasional pencemaran dan penanggulangan bencana alam gunung galunggung, membahas aspek vulkanologi. dihadiri oleh 30 ahli geologi, 9 diantaranya dari luar negeri. (ling)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKUMPUL di suatu ruang Gedung Merdeka, Bandung, mereka nampak tenang. Adjat Sudradjat memimpin sidang kelompok khusus. Ketika hampir selesai ia menyusun agenda sidang, setelah menerima saran dari duatiga orang, tiba-tiba muncul protes. Sidang itu pun jadi riuh, dan bubar, tanpa agenda. Begitu antara lain suasana mereka yang membahas aspek vulkanologi pekan lalu dalam Lokakarya Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Alam Gunung Galunggung. Maka Prof. Yokoyama, Wakil Presiden International Association of Vulcanology and Chemistry of Earth Interior, kepada TEMPO berkelakar,"Kalall berkumpul tiga ahli geologi, bisa keluar lima teori." Di dalam lokakarya ini berkumpul 30 ahli gunung api--9 di antaranya dari mancanegara--dari berbagai aliran. Tiap aliran memakai cara tersendiri untuk mendeteksi kegiatan gunung api. John P. Lockwood, alumni Princeton University dari USA, sejak dua bulan yang lalu membawa Electronic Distance Measurement (EMD) ke Galunggung. Dia memang dikenal sebagai "dukun" EMD. Peralatan seharga US$ 40.000 itu sebetulnya dirancang untuk keperluan geodesi --pengukur jarak yang teramat tepat. Dari pos pengamat EMD mengirimkan sinyal berupa sinar laser ke punggung gunung. Di situ sudah dipasang beberapa buah prisma yang akan mengemLalikan sinar itu. Dari selisih waktu pengiriman dan pengembalian sinar oleh prisma-prisma diketahui pembengkakan (deformasi) yang terjadi pada punggung gunung. Rupanya setiap kali gunung akan meletus terjadi pernbengkakan sebagai akibat desakan magma. "Alat ini jenis paling mutakhir. Baru digunakan 3 tahun di Hawaii," kata Lockwood. Ahli Amerika yang lain di lokakarya ini, Chris Newhall sejak Agustus membawa Cospec ke Galunggung. Cospec (Correlation Spetrometry) diciptakan untuk mendeteksi kandungan dilerang pada cerobong asap industri untuk mengukur polusi. Tapi alat ini dipakai mengamati gunung api, karena "meningkatnya kadar SO2 di kepundan berarti gunung itu akan meletus," kata Dr. Newhall. Sedangkan Prof. Yokoyama alumni Universitas Hokaido berpendapat tak ada satu pun teori umum untuk meramalkan letusan. Tiap gunung punya karakter sendiri dan dapat herubah bersama waktu. Maka untuk menentukan taLiat satu gunung, menurut dia, diperlukan data dan sejarah lengkap gunung itu. "Aliran lama, tanpa tahu sejarah Galunggung pun, dengan data dan metode geofisik bisa diterka kegiatan Galunggung," kata Lilik Hendradjaja pada TEMPO. Lilik yang dari ITB itu adalah satu dari dua Doktor Geofisik yang ada di Indonesia. Aliran lain, ada N. Ando. Ahli geochemis Jepang yang bekerja di ESCAP itu mengusulkan untuk mendeteksi kegiatan Galunggung secara geochemistry, dengan alasan di sana banyak sumber air panas. Dari analisa kandunan kalium,potasium, dan kalsium sumber air panas itu, kata Dr. Ando, dapat ditentukan temperatur perut gunung. "Kenaikan temperatur suatu tanda gunung akan meletus." Berselisih begini rupanya ciri para ahli gunung api di dunia. Maka di Jepang, menurut Prof. Yokoyama, setiap 3 bulan sekali para ahli dari berbagai aliran dan metode yang berbeda itu dikumpulkan seperti dalam lokakarya di Bandung itu untuk mencapai konsensus tentang satu gunung api. Ironisnya, semua peralatan dan metode itu sudah dicoba di Galunggung tapi tetap belum bisa dipastikan kapan Galunggung berhenti batuk. "Lokakarya ini kan mau mengarah ke sana," kata Adjat Sudradjat, Direktur Vulkanologi. Paling yang bisa dicapai, menurut Soeparto Siswowidjojo, Kepala Seksi Pengamatan Gunung Api Jawa-Sumatera, "gejala menurunnya kegiatan. Penurunan kegiatan tak berarti gunung tak meletus lagi." Lockwood juga berpendapat begitu. "Belum ada satu metode pun yang mampu meramal kegiatan gunung api untuk jangka panjang," katanya. Peralatan EDM-nya, misalnya, hanya mampu meramal kapan terjadi letusan-paling lama seminggu sebelumnya. Untuk meramal kapan gunung meletus, ada pula percobaan oleh Lockwood bersama istrinya, Marti, ahli biologi. Unik juga: setiap gunung yang diamatinya bakal meletus, anjingnya selalu menyalak. Sulitnya, kata Marti, anjing itu menyalak juga ketika ada orang asing mendekatinya. "Gunung yang saya amati meletus dua kali, anjing saya sudah menyalak banyak kali."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus