Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Ahli kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Hamzah Latief, menyampaikan masalah yang dihadapi hutan mangrove sebagai akibat pembangunan jalan tol sekaligus tanggul laut Semarang-Demak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia memprotes langsung ke Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo karena tanggul laut yang tertutup permanen akan mengancam kehidupan tanggul alami itu. “Masalah mangrove di Genuk, Sungai Babon, kalau ditutup (tanggul), akan mati,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamzah menyampaikan masalah itu ke Ganjar di acara webinar Jakarta Tenggelam yang digelar Ikatan Alumni ITB, Selasa malam, 10 Agustus 2021. Keberadaan kolam retensi air tawar antara pantai dan tol sekaligus tanggul buatan itu juga akan mematikan hutan mangrove di sana. “Perlu ada sirkulasi air laut yang bisa suplai ke mangrove,” ujar Hamzah.
Menurutnya, Semarang begitu cepat mengalami perubahan garis pantai dari 1990, 2000, 2010, dan 2019. Garis pantainya bisa mundur secara cepat hingga sejauh 1 kilometer. Dia berharap rencana jalan tol sekaligus tanggul untuk ruas lain, yaitu Kendal-Semarang nantinya tidak mengancam hutan mangrove. “Teluk Semarang itu tempat pemijahan, kalau tidak ada, jangan lagi harap ada ikan di Laut Jawa,” kata Hamzah.
Pada Juni lalu Presiden Joko Widodo meninjau proyek Tol Semarang-Demak. "Keistimewaan Jalan Tol Semarang-Demak adalah multifungsi, selain untuk meningkatkan konektivitas, juga berfungsi sebagai pengendalian banjir rob," ujar Presiden di laman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pembangunan jalan tol berbasis tanggul laut (Sea Dike) itu rencananya akan merelokasi lahan mangrove yang berada di sekitar seksi 1 Tol Semarang-Demak ruas Semarang-Sayung. Tercatat ada tiga lokasi kawasan mangrove yang akan direlokasi dengan total luas kurang lebih 46 hektare.
Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan, pengelola jalan tol semula merencanakan jalur ruas tol Semarang–Demak itu dibuat lurus. Ganjar menolak rencana itu karena akan menambah beban masalah penurunan tanah. Dia lalu mengusulkan perombakan desain ke Kementerian PUPR. “Itu melingkar sekaligus dijadikan tanggul untuk menahan (banjir) rob,” katanya.
Selain itu, Ganjar menolak pemanfaatan area pesisir yang kering nantinya untuk bangunan. Dia ingin areanya dipakai untuk mengendalikan lingkungan seperti reservoir, dan menjadi produktif tanpa membebani lahan. Sekarang pada area yang kering itu muncul masalah hukum karena dulu lahan itu dianggap hilang oleh genangan air.
“Polemiknya bergeser pada hak kepemilikan warga di sana yang tanahnya dulu ada, lalu hilang, dan akan ada lagi, ini terkait dengan ganti rugi,” katanya.