Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Asmaranya ditangkar,rusanya diburu

Menteri Kehutanan Soedjarwo meresmikan penangkapan rusa di blok kiara hayam, desa margakarya, kec. teluk jambe, karawang milik perum perhutani unit iii jawa barat. sekarang yang dibiakkan baru 99 ekor rusa.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKARANG di Karawang disimpan 99 ekor rusa, setelah 11 ekor mati. Binatang itu bebas bertunggang-langgang atau sembunyi di areal 5 hektar dari 526,4 hektar milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Hutan sekunder itu kini untuk tempat penangkaran rusa. "Kita memang punya program untuk ini. Seperti menangkar penyu, buaya, yang sudah ada itu," ujar Menteri Kehutanan Soedjarwo. Ia meresmikan penangkar rusa tersebut sebelum sidang umum MPR pekan ini. Lokasinya itu di Blok Kiara Hayam, Desa Margakarya, Kecamatan Telukjambe, Karawang. Tempat itu kelihatan memang enak untuk rusa. Topografi lokasinya bergelombang, berbentuk bukit-bukit kecil. Di beberapa lokasi ada semak bergerombol, dan itu layak untuk berlindung rusa jenis Bawean (Cervus Axis-Kuhlii). Jumlah rusa ini 24 ekor. Selain liar dan sering dilanda asmara (pacaran) binatang ini galibnya tak suka didekati manusia "Tapi kalau mau tidur, binatang ini suka kumpul," kata Lanjar Widodo, 27 tahun, lulusan Akademi Ilmu Kehutanan Bandung. Tetapi karena binatang itu liar, Lanjar jadi kesulitan memberi makan. Padahal, di sana ia itu di antara tiga pawang rusa. Akibatnya, jatah untuk si Bawean sering disantap rusa Timor (Cervus Timorensis) yang berjumlah 72 ekor, atau rusa Totol (Cervus Axis-axis) yang 3 ekor itu. Si Timor ini tergolong jinak, bukan pemalu dan penakut jika didekati. Sedangkan rusa totol - yang suka tungganglanggang tanpa sebab, walau dikenal sebagai penjelajah - kiranya memang doyan makan. Lihat saja kalau sedang lapar. Pantat pawang yang bawa makanan pun malah disodok dengan tanduknya. Seolah ia ingin bilang, "Cepat, dong, kasih makan." Untuk makanan, rusa-rusa itu masih diransum dari persediaan. Pagi hari makan campuran ubi dan dedak yang diaduk dengan garam dan mineral. Sorenya makan rumput. Itu menghabiskan biaya sekitar Rp 60 ribu per hari, dan ditanggung Perum Perhutani. Selain terikat dengan jadwal ransum, setelah itu mereka boleh bebas: entah merumput sendiri, keluyuran, atau tidur. Hingga kehadirannya pada Desember lalu di Karawang, rusa-rusa itu belum dilepas bebas, tapi dibiarkan di areal 5 hektar, karena masih dalam tahap adaptasi. "Maksudnya, biar tak kaget setelah dipindahkan dari kebun binatang," kata Ii Rodjai Djakaria, Direktur Bina Program, Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan. Cara mengadaptasi itu, ya, memberi ransum yang dibikin seperti ketika binatang ini masih di kebun binatang Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, dan Surabaya. Perjalanan jauh, seperti rusa eks Surabaya itu, membuat binatang ini lelah. Menurut E. Karsono, Humas Perum Perhutani, selama perjalanan yang makan waktu 5 hari, dua ekor rusa mati. Juga, ketika yang sisa 108 itu tiba di tempat. "Banyak di antaranya yang kurus, seperti tinggal tulang saja, dan kulitnya bersisik," ujar Lanjar. Sekarang, sang rusa yang mulai bahagia itu agak gemuk dan bersih. Begitu pula yang tua (sekitar 7 tahun) serta yang berusia setahun. Tapi ada 9 ekor tak bertahan lebih dari dua bulan menerima adaptasi, lalu mati. Sedangkan dari 99 ekor yang bertahan hingga acara peresmian itu, kini yang sudah bunting sembilan ekor. Mungkin Mei atau Juni nanti melahirkan. Menurut Karsono, kawanan rusa itu akan ditambah lagi, hingga berjumlah 300 ekor. Dan kalau pembiakan ini berhasil cepat, kemungkinan jumlahnya akan ribuan. Bukan saja karena rusanya bertambah, tetapi akan banyak dihadiri pengunjung. Sebab, kawasan penangkaran itu disetel jadi obyek pariwisata, terutama untuk turis asing. Di situ juga disediakan tempat khusus untuk berburu. "Tapi itu mungkin empat tahun lagi," kata Karsono. Biarkan dulu rusanya banyak. Maklumlah, karena maksud mulia penangkaran sebenarnya adalah untuk melindungi dan membiakkan rusa di Indonesia, yang sekarang diperkirakan hanya tinggal dua ribu. Apalagi Indonesia juga anggota CITES (Convention International Trade of Endangered Species of Wildlife Floro & Fauna), yang aktif melakukan strategi perlindungan hewan langka, seperti rusa itu. Tahun depan, menurut Soedjarwo, Indonesia akan menjadi tuan rumah konperensi CITES ke-7. Rencana Perum Perhutani itu agaknya sudah matang. Areal 526,4 hektar yang disediakan itu sudah dikapling-kapling. Selain 5 hektar untuk arena adaptasi, yang 106,4 hektar disediakan untuk penggembalaan - dan dipagari pohon glirisidea, yang Sundanya disebut cebreng. Selain ada menara pengawas, di gelanggang juga disiapkan 5 padang rumput yang berareal 5 hektar. Bahkan lahan terluas justru untuk perburuan: 415 hektar, dibagi 11 blok, yang berkapasitas 1.600 ekor. Di lokasi ini, kelak, rusa sudah bebas ransum, sembari menunggu dimangsa para pemburu. "Nanti tarif seekor rusa buruan sedikitnya Rp 226 ribu," tutur Karsono. Dan yang diburu itu setidaknya berumur 2 tahun, saat tanduknya sudah bcrcabang dua. Selain itu, orang tak boleh setiap saat berburu. Perburuan baru oke dimulai sekitar Agustus. Ini karena pihak Perum Perhutani berhitung ke soal kemungkinan rusa-rusa itu beranak-pinak. Sasaran pertama perburuan itu, kata Karsono, 50 ekor rusa yang sudah dilepas. Mengandalkan pemasukan dari tarif tadi, pengelola penangkaran itu memperkirakan bahwa dalam dua tahun kemudian sudah mencapai titik impas. Tahun selanjutnya, ya, menghitung untung. Dan pada tahun ke-10, rusa-rusa yang siap diburu nanti akan mencapai seribu ekor. Jumlah ancar-ancar ini berasal dari perkiraan populasi 3.600 ekor. Sekarang, yang ingin melihat tampang rusa itu baru boleh keluar-masuk saja, tanpa pungutan biaya. "Di hari libur, banyak juga yang datang," kata Karsono. Di antaranya adalah pelajar dari Bekasi, Karawang. Rusarusa itu juga mau diteliti oleh beberapa mahasiswa Fakultas Biologi IKIP Bandung. Suhardjo Hs. (Jakarta) & Jenny R.S. (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus