Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Martir melawan ganja

Serda pol Zulkarnain tewas setelah dikeroyok 3 pengedar ganja: Razali, Iwan & Cek gu. Istrinya, Nurlina seakan tak percaya bahwa ia tak kembali lagi. Iwan ditahan polisi, sedang Razali dan Cek gu buron.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERDA. Pol. Zulkarnain telah tiada. Tapi istrinya, Nurlina, 25 tahun, seakan tak percaya. Setiap pagi janda jelita itu masih saja menyiapkan sarapan untuk suaminya. "Malam-malam, sambil menunggu dia pulang, saya suka menyiapkan makanannya," ujar Lina pekan lalu, sembari memandangi inai merah di kukunya. Mereka memang baru saja menikah sebulan lalu. Padahal, Zulkarnain, yang bertugas di Polsek Labuhan Ruku, tak pernah kembali lagi ke markasnya, apalagi ke rumah. Ia mengembuskan napas 22 Februari lalu, setelah bertarung sampai tetes darah terakhir dengan tiga orang pedagang ganja, di Desa Bogak, Asahan, 162 km dari Medan. Pada pagi hari itu, Zul bersama Bharatu Erwan bertugas melacak transaksi ganja di Desa Bogak. Tugas itu ia kerjakan berdasarkan informasi yang datang dari masyarakat. Tapi karena Erwan memakai seragam polisi, di tengah jalan Zul menyuruh bharatu itu kembali ke pos, mengganti pakaiannya. Ia sendiri meneruskan perjalanan dengan hanya mengenakan celana pendek dan kaus oblong, tanpa senjata. Hanya di kantung celananya ada belenggu. Betul saja, di depan sebuah gudang di Desa Bogak, Zul mencium aroma ganja. Seorang lelaki, yang belakangan diketahui bernama Razali, lagi menikmati daun haram itu. Dengan senyum, Zul mendekati Razali dan meramahinya. "Bang, tolonglah segulung," ujar Zul, sembari menyodorkan duit Rp 1.000,00. Razali tak curiga sedikit pun. Maklum, ia tak mengenali Zul yang baru bertugas dua bulan di situ. Karena itu, ketika polisi itu membeli segulung lagi, Razali memberikannya tanpa was-was. Pada saat itulah Zul menggenggam tangan Razali dan berupaya merogoh gari dari sakunya. Mengetahui gelagat bahaya itu, Razali meronta-ronta melepaskan diri. Mendengar suara gaduh itu, adik kandung Razali, Iwan, 16 tahun, keluar dari dalam gudang dengan batu bata di tangannya. Ia langsung memukulkan batu ke batok kepala Zul, hingga korban terhuyung-huyung. Belakangan datang pula teman Razali, Cek Gu. Kini Zul dikeroyok tiga orang pengedar ganja itu. Dengan broti di tangan, Razali dan Cek Gu menghajar Zul hingga roboh dan menggelepar. Ketika Zul sekarat itulah Razali merogoh saku korban, mengambil kembali dua gulungan ganja yang sempat disita korban. Lalu komplotan itu berpencar. Erwan, yang belakangan datang menyusul Zul, mendapati atasannya itu tergeletak dengan napas hampir putus. Dari batok kepalanya darah mengalir hingga membasahi jalan beraspal di depan gudang itu. Dengan becak ia memboyong Zul ke puskesmas Labuhan Ruku. Tapi karena keadaan korban gawat, pihak puskesmas menyarankan agar korban dibawa ke RSU Kisaran. Tapi di situ Zul hanya sempat dirawat beberapa jam. Sore itu ia mengembuskan napas terakhir. Jenazahnya kemudian diberangkatkan ketempat orangtuanya di Desa Sei Karang Rejo, Langkat, 35 km dari Medan, dan dikebumikan di sana 23 Februari lalu. Selama beberapa hari polisi yang mengusut kasus itu kehilangan jejak si pembunuh. "Penduduk setempat sempat melakukan gerakan tutup mulut," ujar Kapolres Asahan, Letkol. Pol. Drs. Thamrin H. Simanjuntak. Baru setelah melakukan pendekatan kepada tetua desa, penyidik memperoleh titik terang. Adalah ibu kandung Iwan sendiri yang pertama mengungkapkan kecurigaannya kepada anaknya. Ia menceritakan putranya itu meminta uang Rp 10.000,00 sebelum kabur. Itu terjadi setelah anak itu kelaparan karena bersembunyi selama dua hari di hutan bakau di desa itu. Seorang tukang becak juga melihat Iwan naik bis arah ke Medan. Sebab itu, ibu Iwan menduga bahwa anaknya lari ke rumah pakak-nya, Sulaiman, di Desa Tanjungan, Kecamatan Salamanga, Aceh Utara, 320 km dari Medan. Dengan didampingi keluarga Iwan, anak muda ini pun ditangkap Senin pekan lalu, di rumah kakak-nya. Anak muda itu mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya. Ia kini berbalik membantu polisi. Ia, misalnya, ikut memandu polisi menguber Razali dan Cek Gu ke Aceh. Kedua buron ini diperkirakan memang melarikan diri ke sana. Sekarang, tinggallah Lina yang belum bisa melupakan kenangannya kepada almarhum suaminya. Ketika ditemui TEMPO, ia lebih banyak menangisi jabang bayi dalam perutnya. Dari pernikahannya dengan Zul, perempuan WNI turunan Tionghoa itu memang telah hamil sebulan." Jika kelak yang lahir lelaki, akan kuberi nama Zulkarnain," katanya. Sekurangnya, si bayi mempunyai ayah pahlawan melawan kejahatan. B.L. & Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus