Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Awas, Kawasan Thamrin Ambles

Lahan parkir gedung BPPT, Sarinah, dan Gedung Jaya ambles. Apa penyebabnya?

24 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesan singkat Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menyebar di telepon genggam bawahannya: ”Tolong, periksa amblesan tanah di lahan parkir.” Pak Menteri rupanya kaget ketika turun dari mobil menuju ruangannya di gedung II Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ia memijak tanah yang ambles. Gedung lembaga ini terletak di daerah bergengsi, Jalan Mohammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat.

Ternyata amblesan 10 sampai 30 sentimeter itu tak hanya terjadi di lahan parkir kendaraan pejabat eselon satu, tapi juga di beberapa lokasi lain di sekitar gedung I dan II. Misalnya di gedung I yang dibangun pada 1974, terjadi regangan kaki bangunan di sayap utara. Di gedung II yang dibangun pada 1994, amblesan pun terjadi di jalan lingkar depan lobi dan taman. Di beberapa tempat, pipa air patah. ”Struktur gedung tetap utuh,” ujar Jana T. Anggadiredja, Deputi Ketua BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam.

Para petinggi BPPT langsung menghubungi kontraktor PT Pembangunan Perumahan yang sedang menggali fondasi di bekas gedung Departemen Agama. Departemen ini memang membangun gedung 20 lantai di lahan 6.500 meter persegi yang terletak di samping gedung BPPT. Sejak September tahun lalu, perusahaan ini mengeruk tanah untuk membuat tiga lantai basement bagi Menara Haji itu.

Mereka curiga karena kontraktor itu terus-menerus menyedot air tanah dan membuangnya ke sungai di belakang gedung. Untuk membuat fondasi, perusahaan ini menggunakan teknik tiang bor dengan menggali sedalam 13 meter. Langkah itu diikuti proses dewatering atau pengambilan air tanah menggunakan tiga sumur. Mulai Desember tahun lalu, tiap satu sumur itu menyedot sekitar 1.000 liter air per menit.

Tak ingin menuduh, BPPT membentuk tim teknis investigasi yang terdiri dari peneliti dan perekayasa bidang geoteknik, geologi, dan geodesi. Tim ini melakukan pengukuran georadar, geolistrik, dan topografi. Mereka membuat kesimpulan, yakni lapisan dengan fraksi sangat halus atau lapisan lempungan terdeteksi sampai kedalaman 35 meter atau lebih. Lalu, terbentuk pergerakan relatif lateral vertikal ke arah timur. Kesimpulan lainnya, terbentuknya gerakan skala besar di bawah tanah sehingga beberapa lokasi di bawah permukaan menjadi tak kompak atau menjadi zona kosong. Pendek kata, amblesan pun tak terhindarkan.

Hasil tim investigasi itu disampaikan ke ”tetangga sebelah”. Kontraktor ini akhirnya memperbaiki jalan dan taman yang ambles di sekitar gedung BPPT. Pada Rabu dua pekan lalu, Tempo menyaksikan belasan pekerja berkaus biru tua dengan logo Proyek Departemen Agama RI. Yanto, salah satu pekerja, menunjukkan penurunan jalan lobi gedung II.

Namun Lukman Hidayat, kepala cabang III perusahaan itu, membantah pihaknya sebagai pangkal penyebab. ”Itu baru dugaan BPPT,” katanya. Menurut Lukman, dinding fondasi yang mereka bangun tak bergerak. Jalan Thamrin dan Jalan Kebon Sirih yang letaknya cukup dekat dengan proyek Menara Haji juga tak mengalami penurunan. ”Padahal setiap menit dilalui bus dan kendaraan dengan beban berat,” ujarnya. Lukman menduga, penurunan tanah itu akibat kerusakan yang sudah lama dan dampak dari banjir bulan lalu.

Untuk memastikan sumber penyebab, kontraktor ini meminta bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum. Sejak dua pekan lalu, sejumlah petugas dari pusat penelitian yang bermarkas di Bandung ini melakukan pendataan di seputar Jalan Thamrin. Sumber Tempo yang melihat hasil kerja tim ini menemukan fakta lebih besar: ternyata penurunan tanah dan keretakan bangunan terjadi juga di wilayah sebelah selatan, sekitar 200 meter dari proyek Menara Haji.

Misalnya di gedung Sarinah yang terletak di seberang Menara Haji. Keretakan terjadi di tangga masuk, sedangkan penurunan tanah tampak di trotoar dan lahan untuk anjungan tunai mandiri (ATM). Rabu pekan lalu, Tempo menyaksikan ATM itu miring. Amblesan yang sama juga terdapat di lahan parkir Gedung Jaya dan trotoar bekas gedung PBB. Kerusakan kecil tampak di lahan sekitar gedung Jakarta Theater.

Apakah penyebab amblesan di sejumlah tempat itu? Edi Sunaryo, pejabat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, masih menolak menjawab. Ia menuturkan pihaknya tengah mengebor tanah di delapan titik untuk memasang inklinometer atau alat yang membaca pergerakan horizontal di dalam tanah. ”Tunggu saja hasilnya nanti,” katanya pada Rabu pekan lalu.

Meski belum jelas penyebab pastinya, ahli hidrologi Institut Teknologi Bandung, Lambok Hutasoit, menyatakan proses pengurasan air tanah atau dewatering yang tak dilakukan hati-hati bisa menyebabkan amblesan tanah. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2005, untuk melakukan proses pengurasan air harus ada izin Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta. ”Kami tak mendapat pemberitahuan soal dewatering di proyek Menara Haji,” kata Imam Sujono, pejabat di Dinas Pertambangan. Menurut Imam, bisa saja kontraktor dan Departemen Agama mengurus izin proses tersebut bersamaan dengan izin analisis dampak lingkungan (amdal). Apalagi petunjuk pelaksanaan peraturan gubernur yang memberikan kewenangan ke Dinas Pertambangan belum selesai dibuat.

Lambok menjelaskan, penurunan tanah bisa juga disebabkan terjadinya penekanan di atas permukaan berupa pembangunan gedung dan lainnya. Menurut Lambok, secara umum tanah Jakarta terdiri dari pasir dan lempung yang belum kompak. Alhasil, setiap saat terjadi penurunan tanah.

Kelompok Keilmuwan Geodesi ITB secara rutin melakukan kajian penurunan tanah di Jakarta. Ternyata sejak 1982 sampai 1997 tanah Jakarta turun 20 hingga 200 sentimeter. Penurunan terbesar ada di bagian utara dan barat Jakarta seperti kawasan Pantai Indah Kapuk, Muara Baru, dan Jalan Daan Mogot. ”Di wilayah ini penurunannya 10 sentimeter per tahun,” kata Hasanuddin Z. Abidin, Guru Besar Ilmu Geodesi ITB. Pada 2000 sampai 2005, di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, terjadi amblesan sampai 70 sentimeter. Sedangkan di Pantai Mutiara, Jakarta Utara, penurunan tanah hingga 50 sentimeter pada 1997-2005.

Bagaimana amblesan di kawasan Thamrin? Dari studi ITB, setiap tahun tanah di wilayah bergengsi ini turun 2-5 sentimeter. Menurut Hasanuddin, penurunan tanah di Jakarta terjadi karena kombinasi tiga hal: pengambilan air tanah yang berlebihan, beban gedung, dan pemampatan lapisan tanah. Di wilayah Jakarta Utara sedimen atau pengendapannya masih muda sehingga lama-kelamaan tanah akan mampat.

Hasanuddin menengarai penurunan tanah di gedung BPPT dan bangunan sekitarnya bukan amblesan regional yang alamiah. ”Ini lokal, karena aktivitas manusia yang menyedot air tanah secara berlebihan,” ujarnya. Dia merujuk penurunan sampai 30 sentimeter selama sebulan di lahan milik BPPT. Padahal amblesan yang alamiah di wilayah ini maksimal 5 sentimeter per tahun.

Saat ini proses dewatering di proyek Menara Haji dihentikan. September lalu, ketika memancangkan tiang pengeboran pertama, Menteri Agama Maftuh Basyuni menyebut gedung itu bakal menjadi landmark baru di Thamrin. ”Arsitek gedung ini menggunakan pecahan segi delapan menjadi simetris empat. Ini menjadi arsitek yang sangat Islami,” katanya. Untuk sementara angan-angan Menteri Agama harus berhenti dulu setelah muncul pesan singkat dari Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Untung Widyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus