Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buka Kayon Sultan Yogya

Popularitas Sri Sultan Hamengku Buwono X merambat naik. Setia pada budaya Jawa: berharap dicalonkan tapi malu-malu menggalang dukungan. Kini ia mulai tampil melalui peluncuran bukunya.

24 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AUDITORIUM Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, bertabur rupa-rupa warna, Sabtu dua pekan lalu. Beraneka tokoh ada di sana, dari sutradara film sampai politikus, dari penyanyi hingga peneliti. Tapi hanya ada satu bintang saat itu: Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang meluncurkan buku kumpulan pidatonya, Merajut Kembali Keindonesiaan Kita.

Hadir saat itu antara lain sineas Garin Nugroho dan Mira Lesmana, penyanyi Franky Sahilatua, cendekiawan Komaruddin Hidayat, pengusaha Fransiscus Welirang, Ketua Senat UGM Soetaryo, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, juga Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh. ”Kehadiran para tokoh itu menunjukkan spektrum pergaulan Sultan semakin luas,” kata Moeslim Abdurrahman, tokoh Muhammadiyah yang kini bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa.

Buku Sultan ini ”biasa saja”: 18 pidato yang telah disampaikan di berbagai kesempatan. Ia berbicara soal kebudayaan, kepemimpinan, strategi ekonomi, hingga pembangunan Tentara Nasional Indonesia. Tapi peluncuran buku ini menandai gaya baru Sultan, untuk tampil lebih terbuka. Para pendukungnya menganggap Sultan tokoh alternatif untuk pemilihan presiden tahun depan. ”Beliau sangat reformis dan visioner, pemimpin bangsa ke depan,” kata Idham Samawi, Bupati Bantul, yang dikenal dekat dengan Sultan.

Sultan punya modal politik awal untuk masuk bursa calon presiden. Menurut Lembaga Survei Indonesia, popularitasnya dalam tiga tahun terakhir merambat naik. Dalam survei terakhir, Januari lalu, ia berada di urutan ketiga, di bawah Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. Angka untuknya memang baru tujuh persen. Meski begitu, popularitasnya ini berada di atas Jusuf Kalla, wakil presiden dan pemimpin partai terbesar kini.

Menurut Lembaga Survei Indonesia, angka tujuh persen bagi Sultan kurang-lebih sama dengan popularitas Yudhoyono setahun sebelum pemilihan presiden 2004. Karena itu, menurut lembaga ini, Sultan berpeluang menang pada 2009. Syaratnya adalah perlu ”momentum politik yang menguntungkan Sultan, dan Yudhoyono dianggap masyarakat gagal mendongkrak pertumbuhan ekonomi.”

Tren ini membuat yakin Sultan dan pendukungnya. Apalagi, menurut kalangan dekat Sultan, sejumlah tokoh telah meminta Sultan maju. Sebagian besar dari mereka menyampaikannya di Keraton Yogyakarta. Di antaranya, menurut sumber, Jenderal (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu, mantan Kepala Staf Angkatan Darat, yang datang beberapa pekan lalu.

Beberapa tokoh juga aktif menawarkan Sultan ke pelbagai kalangan. Mereka di antaranya pengusaha Sugeng Sarjadi, peneliti Sukardi Rinakit, dan Moeslim Abdurrahman. Kepada Tempo, Sukardi menyangkal menjadi anggota tim sukses Sultan. ”Ide saya cuma memunculkan tokoh alternatif. Dengan demikian, semakin banyak pilihan untuk rakyat,” katanya. Adapun Moeslim mengelak: ”Aku orang PKB. Calonku Gus Dur.”

Sultan sebenarnya juga rajin mencari dukungan, walau ”sembunyi-sembunyi”. Pertengahan tahun lalu, misalnya, ia mengumpulkan beberapa tokoh di rumah pengusaha Arifin Panigoro, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di situ, Sultan yang bernama asli Bandoro Raden Mas Herdjuno Darpito ini menyampaikan pemikiran-pemikirannya soal kepemimpinan nasional.

Tahun lalu, Sultan juga melakukan pelbagai safari. Bersama Saifullah Yusuf, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, misalnya, ia mengikuti gerak jalan santai bersama ribuan orang di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Di situ, ia berbicara soal perlunya dibuka kesempatan bagi calon independen untuk maju dalam pemilihan presiden. Menjelang akhir tahun, Sultan dan Saifullah plus Soetrisno Bachir, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, mengikuti acara serupa di Jember. Beberapa pekan sebelumnya, Partai Amanat Nasional mengundang Sultan untuk dijadikan calon alternatif.

Tetap saja Sultan tak pernah terbuka menyatakan keinginannya menjadi calon presiden. Kepada orang-orang dekatnya, menurut sumber, Sultan menyatakan bersedia maju hanya jika banyak orang mencalonkannya. ”Tapi beliau tidak mungkin mau mengajukan diri menjadi calon presiden,” kata seorang kalangan dekat Istana Yogyakarta.

Sukardi Rinakit setuju dengan strategi menunggu dukungan ini. Ia mengaku awalnya juga berpikir Sultan seharusnya menyatakan secara tegas keinginannya menjadi calon presiden. Kini ia berpendapat Sultan tak perlu menyatakan keinginannya secara terbuka. ”Kalau declare, dia akan hancur karena orang Jawa akan berpikir Sultan tidak tahu etika. Tanpa declare, Sultan akan berbeda dengan yang lain,” kata Sukardi.

Moeslim Abdurrahman berpendapat Sultan berpeluang menang jika bisa menjelaskan konsep kepemimpinan dengan budaya seperti yang dia sampaikan di bukunya. Dengan konsep itu, kata Moeslim, Sultan akan selalu mempertimbangkan aspek kebudayaan dalam kepemimpinan. ”Orang jenuh dan butuh alternatif. Sultan Yogyakarta bisa menjadi Sultan Nusantara melalui konsep itu,” kata Moeslim.

Tapi Sultan menepis dugaan bahwa peluncuran buku Merajut Kembali Keindonesiaan Kita merupakan langkah awal untuk berkampanye lebih terbuka. ”Ini peluncuran buku biasa. Kan, hanya kumpulan pidato,” kata pria 62 tahun ini. Soal pencalonannya, ia selalu berujar, ”Ojo takon aku, takono masyarakat.”

Budi Setyarso, Bernarda Rurit, L.N. Idayanie (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus