Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bayi Gajah Sumatera Mati Akibat Dehidrasi di Aceh, Ini Cara BKSDA Cegah Kasus Berulang

BKSDA berupaya mengatasi konflik gajah dan manusia, salah satunya dengan membangun barrier buatan, berupa parit atau pagar kejut.

29 November 2024 | 18.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan seekor bayi gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) liar mati di kawasan hutan Desa Alue Jang, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya, akibat dehidrasi berat. Kepala BKSDA Aceh, Ujang Wisnu Barata, mengatakan bangkai bayi gajah yang baru berusia dua hari itu ditemukan oleh warga lokal pada Ahad, 17 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Akibat kekurangan cairan serta infeksi di bagian pusar," kata Ujang kepada Tempo, Jumat, 29 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ujang, penyebab kematian dipastikan oleh tim dokter hewan yang memeriksa bangkai bayi gajah tersebut. Tim BKSDA tidak menemukan benda mencurigakan, seperti kabel, pestisida, maupun benda lainnya di sekitar lokasi hewan tersebut.

Merujuk data International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species, gajah sumatera termasuk satwa liar yang dilindungi. Hewan ini termasuk spesies yang terancam kritis, artinya berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

Ujang memastikan BKSDA sudah menerapkan beberapa langkah mitigasi konflik dan kejadian kematian gajah. Langkah pertamanya adalah mengidentifikasi jumlah kelompok gajah yang ada di Kabupaten Aceh Jaya, kemudian mendata gajah betina yang diduga sedang hamil.

BKSDA Aceh juga memperbanyak jadwal patroli pengamanan habitat gajah di Kabupaten Aceh Jaya bersama community ranger. Ada juga sosialisasi kepada masyarakat mengenai konservasi gajah. "Kami juga menyebarkan call center BKSDA Aceh agar masyarakat dapat segera melapor ketika menemukan kelompok gajah di perkebunan dan permukiman masyarakat," tutur Ujang.

Langkah mitigasi lainnya adalah membangun penghalang atau barrier buatan, berupa parit atau pagar kejut, yang memisahkan habitat gajah dengan kawasan budidaya masyarakat. Ujang menyebut pengembangan barrier ini disesuaikan dengan batas alami efektif yang sudah ada, seperti jurang, tebing, rawa dalam, sungai, dan lain-lain.

Ada juga pemasangan kalung pelacak lokasi atau GPS Collar sebagai sistem peringatan dini. Tim BKSDA juga menyesuaikan komoditi dan pilihan alternatif mata pencaharian yang tidak disukai gajah di sepanjang jalur keluar masuk perkebunan atau permukiman masyarakat.

Menurut Ujang, sudah ada 8 kasus kematian gajah di Aceh pada tahun ini. "Berbagai penyebabnya adalah mati alami, tersengat kawat listrik arus PLN, dan perburuan," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus