Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terhitung sudah tiga kali pertemuan dilakukan antara Badan Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sulawesi Tenggara dan PT Sulawesi Cahaya Mineral sejak video kemunculan anoa viral di media sosial, Kamis pekan lalu. Satwa endemik yang sudah langka di habitatnya itu tertangkap kamera amatir melenggang tak canggung di area basecamp karyawan perusahaan tambang yang berlokasi di wilayah Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari rangkaian pertemuan itu disepakati kalau PT Sulawesi akan menyediakan areal lindung seluas 422 hektare di dalam wilayah izin usaha pertambangan miliknya. Pembicaraan berikutnya adalah membuat perjanjian kerja sama perlindungan dan kegiatan konservasi di areal 422 hektare tersebut. Konteksnya adalah manajemen intervensi perlindungan dan konservasi satwa liar dilindungi untuk menjamin kelestariannya di dalam lokasi izin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hal ini merupakan terobosan baru yang diharapkan menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan tambang terhadap tanggung jawab pelestarian keanekaragaman hayati di
kawasan-kawasan hutan yang terdapat perizinan di luar sektor kehutanan, sebagaimana Instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar dari Ancaman Penjeratan dan Perburuan di Dalam dan Luar Kawasan Hutan," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Satyawan Pudyatmoko, melalui pesan tertulis, Rabu, 17 Juli 2024.
Menurut Satyawan, BKSDA Sulawesi Tenggara telah melakukan inventarisasi satwa anoa di kawasan areal kerja PT. SCM. Dugaannya terdapat populasi terdiri dari sekitar 15 ekor, dan 3 ekor di antaranya yang sering muncul di area pertambangan PT. SCM. Area disebutkannya jauh dari kawasan suaka dan pelestarian alam sehingga diputuskan belum dibutuhkan koridor satwa.
"Berdasarkan analisis, yang perlu dilakukan segera adalah mengalokasikan tempat lindung atau sanctuary sebagai habitat sehingga anoa yang ada di lokasi tersebut dapat berkembang biak dengan baik, terlindung dengan pemantauan yang intensif," kata Satyawan.
Untuk upaya meningkat populasi Anoa sebagai hewan endemik Sulawesi, Satyawan menyatakan kalau KLHK melakukan pengamanan habitat pada areal prioritas melalui kegiatan patroli, monitoring, dan penegakan hukum yang melibatkan masyarakat lokal. Selain itu, disebutkannya pula pemetaan genetik dan struktur populasi. Tak ketinggalan kajian untuk pelepasliaran atau translokasi anoa yang mengalami konflik, atau anoa yang
hidup pada kawasan yang terfragmentasi yang tidak viable dalam jangka panjang.
Langkah berikutnya menjanjikan menyusun best management practices (BMP) bagi pengelolaan anoa di luar kawasan konservasi (seperti di kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan areal penggunaan lain). Satyawan juga menyebutkan langkah untuk pembinaan habitat dan populasi berbasis lanskap dan pengembangbiakan semi liar di pusat konservasi anoa.
"Terakhir, kami akan melakukan cooperative breeding antar lembaga konservasi," katanya sambil menambahkan, "Anoa merupakan salah satu spesies yang masuk dalam Global Species Management Plan (GSMP) untuk menghindari penurunan kualitas genetik akibat inbreeding."
Pilihan Editor: Hasil Riset BRIN Kerek Produksi Minyak Kayu Putih dari Papua