Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan ekspor pasir laut yang dibuat pemerintah justru bisa menambah permasalahan baru dalam sektor ketenagakerjaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bhima, tak akan banyak penyerapan tenaga kerja dari kebijakan ini yang itu tidak mengurangi jumlah pengangguran. “Ekspor pasir laut justru berisiko menimbulkan perpecahan di kawasan pesisir,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penambangan pasir laut dengan cara dihisap, kata Bhima, banyak mempergunakan mesin tanpa melibatkan banyak tenaga manusia. “Model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal, bukan padat karya” ucapnya.
Dengan model seperti itu, kata Bhima, melanjutkan penambangan pasir laut itu akan menimbulkan kerugian dari berbagai aspek, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi. “Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing.” ujarnya.
Sebelumnya, Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi, mengatakan yang diekspor adalah pasir laut hasil pembersihan sedimentasi. "Kalau sedimen yang diekspor, ya enggak laku. Mana ada orang mau beli lumpur," kata Wahyu, melalui sambungan telepon, Senin, 30 September 2024.
Wahyu mengatakan bahwa sedimentasi yang menebal, menjadi limbah, atau endapan yang mengganggu biota laut, seperti terumbu karang, itu akan dibersihkan. Pembersihan yang dimaksud Wahyu adalah penyedotan pasir laut. "Diisap dengan teknologi ramah lingkungan," tutur dia.