Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Cuma Sepuluh Setelah Sepuluh

Sepuluh tahun setelah Protokol Kyoto, Indonesia baru mendaftarkan 10 proyek dalam Mekanisme Pembangunan Bersih. Potensinya besar tapi belum satu pun proyek lolos uji.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Operator itu menarik tuas untuk menurunkan sekam padi ke ban berjalan. Perlahan sekam mengalir ke mesin pembakar semen. Tak jauh dari situ, puluhan ton cangkang kelapa sawit menggunung, juga siap meluncur pula ke ban berjalan. Tempo menyaksikan proses pembakaran ini di pabrik semen PT Indocement di Citeureup, Bogor, pekan lalu.

Sekam dan kelapa sawit. Kedua bahan bakar nabati ini sudah empat tahun dimanfaatkan PT Indocement Tunggal Prakarsa. Fungsinya, sebagai pengganti bahan bakar minyak. Dengan bahan bakar ini, Indocement mencatatkan diri sebagai calon penerima kredit melalui mekanisme pembangunan bersih (CDM) pada Executive Board CDM Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Bila Indocement lolos verifikasi terakhir, pabrik semen terbesar di Indonesia ini akan mendapatkan sertifikat pengurangan emisi atau Certified Emission Reduction (CER). Sertifikat ini bisa dijual kepada pembeli dari negara-negara industri. Mekanisme CDM sendiri telah disepakati dalam Protokol Kyoto pada 1997.

General Manager Indocement Gunawan Purwadi menyebutkan, pemakaian sekam padi dan kulit kelapa sawit telah mereka terapkan sejak Januari 2005. Hasilnya, pabrik semen ini berhasil menekan 389 ribu ton emisi karbon. Ini setara dengan jumlah karbon dioksida yang dilepaskan per tahun dari tiga pabrik semen di Citeureup, Cirebon, dan Tarjun. ”Sekarang kami bisa menekan emisi sampai 15 persen,” ujarnya. Seluruh biaya penelitian dan verifikasi senilai US$ 300 ribu (sekitar Rp 2,7 miliar lebih) ditanggung Bank Dunia.

Proyek CDM lain bisa dilihat di Yogyakarta, yakni konversi bahan bakar minyak menjadi gas elpiji pada 200 unit bus kota. Didanai Yayasan Pelangi, proyek ini sudah mendapat verifikasi dari Komisi Nasional CDM. Menurut Direktur Pusat Studi Transparansi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Heru Sutomo, proyek yang dimulai pada Agustus 2004 itu dapat menipiskan emisi karbon sebesar 424 ton per tahun. Namun, volumenya kecil sehingga sulit dijual, sehingga mereka berniat menambahnya menjadi 500 bus.

Prospek yang amat menjanjikan datang dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Darajat III di Garut. Pembangkit berdaya 110 ribu megawatt yang dikelola Chevron Geothermal & Power ini sudah diusulkan sebagai proyek ramah lingkungan sejak 2004. ”Minyak dan gas akan habis, jadi kami ingin menjadi pelopor energi ramah lingkungan,” kata Manager Government Policy Chevron Geothermal Usman Slamet. PLTP Darajat III di Garut sudah didaftarkan pada Executive Board CDM PBB. Bila sertifikat pengurangan emisi berhasil mereka kantongi, Darajat III akan menjadi proyek geotermal terbesar di dunia yang mendapat sertifikat sejenis.

Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Indonesia berpotensi menghasilkan 500 juta ton sertifikat bernilai US$ 7 miliar (Rp 63 triliun). Namun, nilai proyek yang masuk dalam skema CDM baru US$ 250 juta. Dibanding negara berkembang lain—Cina dan India, misalnya—Indonesia memang tertinggal amat jauh.

Dari 852 proyek yang telah terdaftar, India ada di peringkat teratas dengan 294 proyek, Cina 133 proyek, disusul Brasil dan Meksiko. Koordinator Nasional CDM Masnellyarti Hilman menjelaskan, India dan Cina telah menetapkan kebijakan nasional penggunaan energi terbarukan beberapa tahun lebih awal. ”Minimal pemakaian 15 persen,” ujarnya. Lalu Indonesia?

Sampai Agustus lalu, Indonesia baru mendaftarkan proyek, dan belum satu pun berhasil menyabet sertifikat CER. Bandingkan dengan Malaysia dan Filipina yang telah menerima sertifikat untuk proyek mereka.

IGG Maha Adi, Deffan Purnama (Bogor), Bernarda Rurit (Yogyakarta)

Proyek CDM Indonesia di Executive Board PBB

PT Indocement Tunggal Prakarsa:

  • Indocement Alternative Fuels Project
  • Indocement Blended Cement Project

PT Multimas Nabati Asahan:

  • MNA Biomass 9.7 MWe Condensing Steam Turbine

PT Murini Samsam (MSS):

  • MSS Biomass 9.7 MWe Condensing Steam Turbine

PT Indotirta Suaka:

  • Methane Capture and Combustion from Swine Manure Treatment Project

Chevron Geothermal Indonesia Ltd.:

  • Darajat Unit III Geothermal Project

EcoSecurities Indonesia:

  • Biogas Lampung Bakrie Project

PT Budi Acid Jaya Sumitomo:

  • Tapioca Starch Production Facilities Effluent Methane Extraction And On-site Power Generation Project in Lampung Province, Republic of Indonesia

Permata Hijau Group:

  • Mitsubishi UFJ Securities Co., Ltd. Nagamas Biomass Cogeneration Project in Indonesia

Sumber: Komisi Nasional untuk Mekanisme Pembangunan Bersih (2007)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus