Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim identifikasi dari Bidang Pengelolaan Taman Hutan Raya Abdul Latief Sinjai mendapatkan jejak kaki dan feses (kotoran) anoa pada Jumat, 21 Oktober 2022. Tim ini memulai aksi identifikasi anoa pada tanggal 25 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasrul Tanjung, Kepala Bidang Pengelolaan Tahura Abdul Latif Sinjai, mengatakan dugaan jejak kaki dan feses anoa itu didokumentasikan dalam bentuk video.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Setelah dikonfirmasi ke Bapak Dr. Abdul Haris Mustari, penulis buku dan peneliti anoa dari IPB, beliau confirm bahwa itu adalah jejak dari anoa jantan,” ujar Nasrul lewat pesan singkat, Senin, 24 Oktober 2022.
Ia bercerita, tim identifikasi anoa juga dibantu warga lokal, Puang Sengeng, yang pernah memakan anoa 20 tahun lalu. Anoa disebut memiliki rasa seperti kerbau.
Anoa terakhir yang terlihat oleh warga sekitar 20 tahun lalu, sebelum daerah ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi. “Sejak tahun 2008 atau 14 tahun lalu, daerah ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi yang dijaga dari perburuan satwa maupun perambahan hutan,” jelas Nasrul.
Rencana Dokumentasi Anoa
Nasrul mengatakan tim selanjutnya akan mengidentifikasi anoa menggunakan teknologi kamera trap sebanyak empat unit, pinjaman dari BBKSDA Sulsel.
Sementara itu, malam ini FFI (Flora dan Fauna Indonesia) sudah berangkat dari Makassar menuju Tahura Sinjai, dengan membawa 20 trap camera tambahan, dan tiga personil yang sudah berpengalaman dalam identifikasi satwa. "Mereka akan berkolaborasi dengan tim identifikasi anoa dari bidang pengelolaan Tahura DLHK Kabupaten Sinjai,” jelasnya.
Menurut kepercayaan warga sekitar, anoa (soko) adalah kerbau yang dikutuk, sehingga ukurannya lebih kecil dan jarang dijumpai. Hewan ini tidak pernah dipakai membajak karena hidup liar di alam.
Data jumlah anoa di Pulau Sulawesi sampai saat ini tidak ada yang pasti. Yang diketahui, populasinya terus menurun dan terancam punah.
Kepastian Jejak Anoa
Berdasarkan dua buah video yang memperlihatkan jejak kaki dan feses, Abdul Haris Mustari meyakini pemiliknya adalah anoa jantan. “Ini kabar baik, karena bisa menunjukkan bahwa masih ada anoa di Kabupaten Sinjai di kawasan Gunung Bawakaraeng,” ujarnya,
Menurutnya, anoa di Sulawesi Selatan sejarahnya memang ada, hanya populasinya menyusut tajam seiring perkembangan peradaban manusia, seperti perkebunan, pertanian, permukiman, pertambangan sehingga luas hutan menyusut drastis yang berakibat langsung pada populasi anoa.
Namun demikian, anoa masih ada di hutan-hutan pegunungan, di antaranya di Pegunungan Bawakaraeng (sebagian wilayah Kabupaten Sinjai termasuk dalam wilayah Pegungungan Bawakaraeng), Pegungungan.Latimojong (Kabupaten Enrekang dan Toraja bagian utara), serta Pegunungan di Kabupaten Luwu Utara (wilayah Seiko dan Rongkong), Luwu Timur di Pegunungan Faruhumpenai.
Menurutnya, di Sulawesi hanya ada empat spesies ungulata (berkuku genap), yaitu anoa (anoa dataran rendah/Bubalus depressicornis dan anoa gunung/Bubalus quarlesi, babi hutan sulawesi/Sus celebensis.babirusa/Babyrousa celebensis), dan satwa introduksi (Rusa timor).
Feses Sebagai Penentu
Dari bentuknya, feses keempat spesies tersebut sangat berbeda. Feses anoa berbentuk tumpukan yang menyatu seperti feses sapi dan kerbau. Feses babi hutan dan babi rusa berbentuk bola-bola kecil agak lonjong membulat seperti buah asam jawa/melinjo, sementara feses rusa seperti feses kambing menyerupai kacang tanah.
“Dari feses yang ada di video/foto, itu berupa tumpukan besar yang menyatu, itu jelas adalah feses anoa,” jelas Haris. Ditambah lagi, lokasi ditemukan lebih dari 1000 mdpl, yang artinya sudah masuk wilayah hutan pegunungan.
“Selain feses, temuan itu juga diperkuat oleh jejak kaki yang sangat jelas bahwa itu jejak kaki anoa, berbeda dengan jejak babi hutan sulawesi,” jelas Haris. Menurutnya, jejak babi hutan lebih kecil ukurannya.
Menurut Haris, berdasarkan pengalaman selama 28 tahun meneliti anoa, feses dan jejak yang ada di video/foto masih baru. Ia menduga anoa berada di situ dan membuang feses kurang dari 6 jam, yang artinya anoa tersebut baru saja meninggalkan tempat itu.
Ia membuka kemungkinan anoa mendeteksi kehadiran manusia sehingga segera berlalu dan menghindar dari keberadaan manusia. Anoa sangat sensitif karena indra penciumannya (olfactory system) sangat tajam dalam mendeteksi kehadiran manusia atau hal yang dirasa membahayakan.
Selain itu, feses anoa jantan dan betina dapat dibedakan dari kondisi feses itu sendiri. Feses anoa jantan cenderung lebih utuh/agak kering dibandingkan feses anoa betina. Hal ini terjadi karena ketika seekor anoa membuang feses/kotoran, maka sekaligus juga membuang air seni/urine.
Urine anoa betina selalu mengenai fesesnya juga, karena tempat keluar urine/vagina, berdekatan dengan tempat keluar feses. Sementara anoa jantan, tempat keluar feses dubur dan penis berjauhan. Karena itu feses anoa jantan biasanya lebih kering karena tidak terkena urine. “Dari video yang ada feses terlihat bersih atau utuh, tanpa terkena urine,” jelasnya.
Ia menambahkan, tekstur feses anoa jantan lebih keras dibandingkan feses anoa betina, dengan catatan jenis makanan sama serta habitat sama, dan musim sama. Feses anoa pada saat musim hujan cenderung lebih lembek/lunak teksturnya karena dedaunan/buah makanan anoa banyak mengandung air dalam musim penghujan.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.