Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Fatwa untuk sebuah pura tua

Pura Ulun Danu di pinggir danau beratan, Bedugul, Kab. tabanan, Bali, yang berusia lebih dari enam abad, terancam terendam air danau yang meluap. Air di danau beratan naik hampir 2-3 meter tingginya.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUMAM suara pemujaan dan aroma kembang sesajian kini tak ada lagi. Pura tua Ulun Danu, yang selama lebih lebih dari enam abad berdiri di bibir Danau Beratan, Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, sejak dua bulan lalu ditinggalkan oleh jemaahnya. "Ini semua gara-gara hujan yang turun tak kenal aturan," kata seorang penduduk Bedugul, kesal. Hujan yang turun di dataran sejuk Bedugul sejak Januari hingga April ini memang jauh melampaui batas normal. Akibatnya, air di Danau Beratan naik hampir 2-3 meter tingginya, selama dua bulan terakhir ini. Alhasil, seluruh pelataran pura tua itu terendam air. Tak ada lantai tersisa buat sembahyang. Keadaan ini tentu saja membuat sedih Jero Mangku Beratan, Pemangku Pura Ulun Danu. Kakek renta yang mengaku berumur 100 tahun ini merasa menyesal tak bisa menyelenggarakan upacara piodalan, yang mestinya jatuh pada 13 Maret lalu. Piodalan itu merupakan acara ritual Hindu Bali, yang jatuh sekali setiap 210 hari -- bersamaan dengan hari Anggara Kasih Julungwangi. Dengan terpaksa, "Kami hanya bisa mengadakan upacara matur piuning," ujar Mangku Beratan. Upacara tersebut adalah semacam prosesi ritual yang bersifat "permakluman" kepada Dewa bahwa upacara besar yang seharusnya diselenggarakan gagal dilakukan karena sebuah halangan. Limpasan air danau itu tak cuma menggenangi Pura Ulun Danu. Sekitar 50 hektare kebun hortikultura di sekitar danau juga tak luput genangan -- sebagian tanamannya mati kehabisan napas. Beberapa buah kios rumah makan, dan hotel, pun sempat pula basah oleh limpasan Danau Beratan. Keadaan itu tentu saja memukul pengusaha yang menjaring rupiah dan dolar dari wisatawan. Seorang pengusaha hotel mengaku kehilangan tamunya. "Bagaimana tamu mau nginap, kalau mau masuk ke hotel harus berenang di genangan air," ujarnya, gemas. Pelataran hotelnya memang terendam air sampai di atas lutut. Sebagai bencana alam, memang kerusakan yang ditimbulkan Danau Beratan ini tak seberapa besar. Tapi cukup membuat I Ketut Suandria, Bupati Tabanan, waswas. Yang dia khawatirkan terutama adalah keselamatan bangunan Pura Ulun Danu itu. Pura yang konon dibangun Prabu Sri Kresna Kepakisan pada tahun 1300-an itu menurut Ketut Suandria, terlalu tua untuk berlama-lama direndam air. Dalam keadaan terendam itu, riak air danau pun bisa mengikis dinding pura. Maka, 3 April lalu, Ketut Suandria mengeluarkan sebuah fatwa, yang melarang siapa pun mengendarai perahu motor dekat-dekat bangunan pura, dengan alasan apa pun. Para pemancing pun tak diizinkan nongkrong di areal yang sama. Bahwa kemudian hujan dituding sebagai biang keladi, itu memang masuk akal. Selama Januari curah hujan tercatat 755 mm, Februari 338 mm, dan Maret 754 mm. Kendati curah hujan bulan April belum dihitung, bisa dipastikan angkanya masih tinggi, seperti diyakini penduduk sekitar danau. "Hujannya sehari bisa delapan jam," tutur seorang warga Desa Candikuning yang kampungnya tak jauh dari bibir danau. Hujan memang seperti dicurahkan dari langit. Padahal, Danau Beratan -- seperti halnya tiga danau lainnya di Bali: Batur, Buyan, dan Tamblingan -- memiliki sistem hidrologi yang tertutup. Tak ada sungai yang memasok air, dan tak pula tersedia saluran untuk penutasan (drainase). Beratan dan tiga danau yang lain berada dalam sebuah lembah cekung yang tertutup. Keruan saja air hujan itu tumpek-blek masuk ke cekungan danau, dan membuat permukaan airnya membubung naik. Dengan mengabaikan soal penguapan dan peresapan air ke tanah -- yang secara teoretis tak seberapa tinggi -- kenaikan permukaan air danau jadi sebanding dengan curah hujan yang selama Januari- Maret mencapai 1,8 meter itu. Belum lagi air limpasan dari daerah sekeliling danau. Menurut data di DPU Tabanan, dalam keadaan normal luas permukaan danau sekitar 3,85 km2, rentangan panjang maksimum 2,8 km, dengan sisi terlebar 2 km. Namun, danau itu memiliki daerah tangkapan hujan seluas 13,4 km2. Dengan demikian, pada keadaan hujan setinggi itu, kenaikan permukaan 2-3 meter sungguh bukan suatu angka yang ganjil. Bahkan lonjakan permukaan Danau Beratan itu sudah diketahui sebagai hal yang rutin terjadi. "Hal yang sama juga terjadi Di Danau Batur, Buyan, dan Tamblingan," ujar Ir. Ketut Kaler, M.Eng., Kepala Sub-Dinas Pengairan DPU Provinsi Bali. Hanya saja, frekuensinya berbeda. Untuk Beratan, luapannya terjadi sekali dalam 12-15 tahun. Luapan besar Danau Beratan terdahulu terjadi pada 1978, memakan korban jiwa delapan orang dan merusak puluhan rumah penduduk. Bencana itu kemudian mendorong Pemda Tabanan bertindak tegas: daerah di sepanjang garis sempadan, zone 50 meter dari bibir, setahap demi setahap dibebaskan dari permukiman. Tindakan tegas itu kini terlihat hasilnya. Kendati luapan air danau itu terjadi lebih lama, tak jatuh korban satu jiwa pun. Namun, kini ada kekhawatiran, luapan air danau itu semakin lama akan semakin tinggi. "Karena terjadi sedimentasi di dasar danau," kata Ketut Kaler. Proses pendangkalan itu memang tampak jelas indikasinya. Puluhan meter tebing di pinggiran danau sebelah utara, yang tingginya sekitar 4-5 meter dari permukaan air normal, runtuh ke dasar danau. Belum lagi berton-ton tanah dari kebun-kebun penduduk, yang hanyut ke dasar danau lewat proses erosi. Ancaman terhadap Danau Beratan dan Pura Ulun Danu itu membuat Bupati Suandria mengambil ancang-ancang membuat langkah penyelamatan bagi pura tua itu. Caranya: membuat penyengker, tanggul yang melingkari pura. Agar tak mengganggu keindahan pura, tanggul beton itu pun akan diberi ornamen. PTH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus