Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pesta Bumi Tanpa Sampah

Hari bumi pada 22 april 1990 diperingati di Yogyakarta dengan bermacam-macam acara. Tidak merokok dan tidak menumpang kendaraan bermotor. Indonesia dikritik karena dianggap membabat hutan tropisnya.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN diantar becak, Prof. Mochamad Adnan, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), pergi ke kantor, Sabtu pekan lalu. Hari itu, mobilnya sengaja diistirahatkan seharian penuh, dan dia menumpang becak ke mana pun pergi demi memenuhi sebuah janji. Ia termasuk penanda tangan petisi Hari Bumi. Petisi itu mengungkapkan dua maksud. Pertama, memaklumatkan keprihatinan atas kemunduran kualitas lingkungan hidup secara global. Kedua, janji untuk tidak merokok dan menumpang segala jenis kendaraan bermotor selama 24 jam, terhitung Sabtu pagi 21 April lalu. Bertindak sebagai koordinator petisi Hari Bumi itu adalah Sekretariat Bersama Perhimpunan Pencinta Alam Daerah Istimewa Yogyakarta. Anak-anak muda pencinta alam itu yang membuat konsep petisi lalu diedarkan ke tokoh-tokoh masyarakat Yogya. Sultan Hamengku Buwono X menjadi orang pertama yang membubuhkan tanda tangan. Hari Bumi, yang jatuh pada 22 April lalu itu, diperingati di Yogya dengan bermacam-macam acara. Ahad malam lalu, misalnya, hampir 300 pencinta alam Yogya bergerak naik ke puncak Gunung Merapi untuk membersihkan sampah plastik dan kaleng minuman yang menumpuk di sana. Rombongan lain memilih lokasi Pantai Parangtritis, sekitar 25 km di selatan Kota Yogya, dengan tujuan yang sama. Ahad malam, puncak acara digelar di kampus UGM dengan tema "Pesta Bumi", ada nyanyi-nyanyi, membaca puisi, dan teater. Hari Bumi lahir dari satu gerakan sadar lingkungan hidup yang diprakarsai oleh Senator Gaylord Nelson, dari AS, pada 1970. Gerakan itu memperoleh dukungan dari jutaan warga AS yang ramai-ramai membuat pernyataan menuntut langkah kongkret untuk mempertahankan kelestarian alam. Aksi yang paling akbar "meletus" 22 April 1970. Sejak itulah, 22 April "dikeramatkan" oleh para pencinta alam Amerika. Perlahan-lahan, tradisi Hari Bumi itu diekspor ke luar negeri. Lantas, tahun ini sampai di Yogya. Maka, di kantor perhimpunan pencinta alam Yogya, selama pekan lalu, anakanak muda hilir-mudik datang dan pergi. Lucunya, mereka lalu-lalang bersama motornya, bahkan pada hari yang disepakati untuk mogok menumpang kendaraan berbensin Sabtu lalu. Cedera janji? "Apa boleh buat. Kami sibuk jadi ya terpaksa naik motor biar cepat," ujar seorang anak muda yang mengaku panitia, sambil tertawa. Tema-tema sampah, bensin, dan rokok, yang digarap oleh panitia Hari Bumi itu, memang disesuaikan dengan masalah sehari-hari yang dihadapi masyarakat Yogya. "Lewat peringatan ini kami hendak mengajak warga Yogya untuk lebih peduli terhadap sampah, baik sampah yang kasat mata seperti plastik misalnya, atau limbah pembakaran bensin yang tak tampak," ujar Arif Darmawan, Wakil Ketua Panitia Hari Bumi Yogya. Topik seperti anti-penebangan hutan tropis atau lubang ozon tak mereka lirik. "Kalau bicara soal hutan tropis atau ozon, itu sudah politis karena menyangkut kebijaksanaan pemerintah. Kami tak ingin ke sana," tambah Arif. Tapi topik "politis" itu yang dikemukakan Menristek B.J. Habibie di Washington pekan lalu, ketika menghadiri konperensi internasional tentang "Riset Ilmu Pengetahuan dan Ekonomi dalam Perubahan Global". Dalam forum yang disebut Konperensi Gedung Putih itu, Habibie bilang, "Perlindungan Lingkungan hidup semesta merupakan suatu hal yang sangat penting." Lantas sejumlah hal tentang Indonesia dia kemukakan: tentang populasi penduduknya, konsumsi energi, limbah industri, pelestarian hutan, iklim cuaca global, juga tentang ozon. Habibie mengecam pandangan negara-negara maju yang mengklaim hutan tropis sebagai aset dunia sehingga tak boleh disentuh. Keutuhan hutan itu diperlukan agar cuaca dunia tetap nyaman, dan udara selalu bersih. "Adalah tidak adil jika mereka hanya membebankan kewajiban itu kepada negara-negara tropis. Mereka cuma menuntut agar negara tropis menyetop pemanfaatan hutan dan membiarkan rakyatnya hidup miskin," ujar Habibie. Di sela-sela acara konperensi itu, Habibie sempat pula mengadakan jumpa pers. Namun, rupanya, para wartawan yang mengerumuni Habibie di Hotel Marriot, tempat konperensi Gedung Putih itu berlangsung, tak tertarik soal lubang ozon. Salah seorang wartawan langsung menembak Habibie dengan pertanyaan: "Apa betul Indonesia menebangi hutan-hutannya?" Tanpa pikir panjang dia pun menjawab, "Betul. Tapi kami menanaminya kembali." Jawaban Habibie itu sempat disesalkan oleh sebagian anggota delegasi Indonesia. "Jawaban itu bukannya salah, tapi terlalu pendek. Kita mesti mengimbangi kampanye antikayu tropis dengan penjelasan hutan lindung, hutan produksi, hutan tanaman industri, tebang pilih, dan semacamnya," ujar seorang anggota delegasi Indonesia. Kampanye anti-kayu tropis memang tengah gencar dilakukan di Amerika. Para pencinta alam AS mengimbau agar masyarakatnya memboikot konsumsi kayu tropis. Rupanya, untuk menjawab kampanye itu, Masyarakat Perkayuan Indonesia memuat iklan satu halaman di majalah Newsweek edisi Amerika yang terbit pekan lalu. Di situ, di bawah judul Tropical Forest Forever, antara lain, dipaparkan: sepertiga lebih dari 350 juta are hutan tropis Indonesia akan dibiarkan utuh dan liar. Sekitar 45% lagi diizinkan untuk diusahakan, tapi dengan pengaturan ketat. Lalu 20% diubah menjadi perkebunan karena 170 juta rakyat Indonesia juga "punya keinginan untuk bisa hidup lebih baik, seperti juga orang Amerika". Putut Tri Husodo, Aries Margono (Yogya), dan P. Nasution (Washington)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus