Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Guru Besar Kebencanaan: Abaikan Sosiologis Korban, Relokasi Hunian Bisa Jadi Kampung Hantu

Guru Besar Kebencanaan, juga Kepala BNPB periode 2008-2015, Syamsul Maarif menyoroti penanganan bencana yang kerap abaikan kondisi sosiologis korban.

21 Mei 2024 | 22.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Forum kebencanaan yang digelar di Sekolah Vokasi UGM Yogyakarta menyoroti berbagai penanganan bencana yang dinilai masih sekedar persoalan teknis, Selasa (21/5). Tempo/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Guru Besar Kebencanaan yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) periode 2008-2015 Syamsul Maarif menyoroti penanganan bencana yang kerap mengabaikan kondisi sosiologis korban. Padahal, ujar Syamsul, efektif tidaknya penanganan bencana salah satunya ketika aspek sosiologi kebencanaan turut jadi pertimbangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Aspek sosiologi kebencanaan itu ketika kita menangani bencana dari aspek kebutuhan sosiologis manusianya, kita membantu dari dalam, bukan bantuan fisik dari luar,” kata Syamsul saat berbicara dalam forum The Marketplace: Pameran Teknologi dan Inovasi Peralatan Kebencanaan di Sekolah Vokasi UGM Yogyakarta, Selasa 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Syamsul mencontohkan dalam kasus penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung 2014 di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Masyarakat setempat yang menjadi korban bencana saat itu disebutkannya memiliki tradisi yang perlu pendekatan sosiologis. Dia menunjuk kepada kedekatan lokasi antara rumah tinggal dan makam orang tua dan kerabat.

"Di makam itu warga Karo punya kebiasaan berdoa dan menceritakan berbagai hal yang mereka alami di kehidupan, senangnya, susahnya,” kata Syamsul.

Saat terjadi bencana Sinabung dan kampung warga itu dinilai rawan, pemerintah pun membuat hunian baru di area Siosar yang jaraknya sekitar 21 kilometer dari rumah asli para warga itu. Kampung hunian baru itu dinilai lebih aman dari radius erupsi.

“Namun Anda bisa lihat ke sana sekarang (area relokasi Siosar), itu seperti kampung hantu karena tidak ada yang menempati,” kata dia.

Syamsul menduga enggannya warga menempati kampung baru itu karena tidak ada tradisi yang bisa mereka lakukan seperti sebelumnya, berdoa sembari bercerita di makam orang tuanya. “Kecuali kalau makam-makamnya ikut direlokasi, padahal makamnya ada yang sampai tingkat kakek nenek, bayangkan saja,” kata dia.

Jadi, dia menambahkan, "Penanganan bencana tidak bisa sekadar diukur dari perspektif kuantitatif, berapa korbannya, lalu dibuatkan rumah baru, relokasi, dan selesai.”

Syamsul menuturkan, rumah baru memiliki arti bagi penghuninya jika merasa betah. Memiliki hal-hal yang membuat penghuni merasa dimanusiakan. Bukan sekedar dipindah fisiknya.

“Maka para insinyur, Anda jangan bangga ketika berhasil membuat berapa banyak rumah, tapi bagaimana rumah di lokasi baru itu bisa mengatasi kebutuhan manusia penghuninya,” kata dia sambil berpesan, "Rumah itu disediakan untuk manusia, bukan kandang, itu yang harus diingat.”

Syamsul mencontohkan juga kasus bencana di lokasi yang lain lagi di mana banyak laki-laki tidak mau masuk rumah barunya dan hanya menghabiskan waktu minum kopi di luar. Setelah dicari tahu, para lelaki itu tidak mau pulang atau masuk rumah karena terus teringat anggota keluarganya yang telah menjadi korban bencana.

“Jadi penanganan bencana bukan hanya soal fisik, menyediakan rumah, tapi mengatasi kondisi mental sosiologis korbannya dulu.”

Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono menuturkan forum yang digagas Sekolah Vokasi UGM bersama BNPB itu juga menjadi ajang pameran peralatan kebencanaan yang bertujuan menjaring teknologi, inovasi, serta industri peralatan kebencanaan terkini. “Terutama untuk mendukung penguatan dan peningkatan penggunaan peralatan produksi dalam negeri,” kata dia.

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus