Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Habitatnya Dijarah Dan Komodo Bisa Punah

Taman nasional komodo diserbu pemburu liar. mereka membakar hutan dan membunuh rusa, yang adalah makanan utama bagi komodo.

19 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"KALAU komodo punah, dunia akan menangis." Cetusan kecemasan itu dilontarkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Hendrikus Fernandez. Akhir November lalu sang Gubernur memimpin pertemuan "bilateral" di Pulau Komodo antara Bupati Manggarai (NTT) dan Bupati Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejumlah petinggi dari kedua wilayah ikut hadir, termasuk Ketua DPRD I NTT. Seperti halnya Hendrikus, mereka pun mengkhawatirkan nasib hewan purba komodo (Varanus komodorensis) -- kadang disebut mossasaurus komodoensis yang hidup di Taman Nasional Komodo (TNK). Hewan langka itu terancam karena beberapa bulan terakhir ini TNK sering diserbu para penjarah liar. Menurut Kepala TNK, Wawan Ridwan, yang juga hadir dalam pertemuan tersebut, mereka memburu rusa dan kerbau liar, mencuri kayu, serta menangkap ikan di kawasan TNK. Memang mereka tidak membunuh komodo. Tapi rusa adalah makanan pokok buat hewan langka yang cuma ada di Indonesia ini. Bila rusa lenyap dari TNK, kepunahan komodo tinggal soal waktu saja. Kenyataan menunjukkan, populasi rusa dan kerbau liar terus turun. Khusus untuk menangkap kedua hewan itu, pemburu biasanya menggunakan anjing yang kemudian ditinggalkan begitu saja. Anjing adalah binatang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan cepat berkembang biak. "Akibatnya populasi anjing meledak, dan ini akan menurunkan nilai keaslian TNK," ujar Wawan. Acap kali mereka juga membakar padang ilalang untuk menggiring rusa dan kerbau ke suatu tempat, lantas menangkap atau menembaknya dengan senapan locok buatan sendiri. Setiap kali kebakaran, ribuan hektare hutan hangus. Rumput dan pohon-pohon bermatian dan akhirnya muncullah padang-padang terbuka. Petugas taman nasional, yang dibantu kepolisian setempat, telah menangkap 30 orang pemburu, 11 penangkap ikan yang menggunakan bahan peledak, dan 4 pencuri kayu. Mereka sudah diajukan ke pengadilan negeri setempat dan dijatuhi hukuman bui rata-rata 18 bulan. "Namun mereka hanya sebagian kecil dari jumlah pelaku yang sebenarnya," kata Wawan. Menghadapi wabah penjarah ini Wawan tak dapat menekan kekhawatirannya. Dia sadar bahwa kemampuan petugas taman nasional sangat terbatas, sedangkan wilayah yang harus diawasi begitu luas. Perlu diketahui, TNK terbilang unik, karena terdiri dari laut (65%) dan daratan (35%). Luas seluruhnya hampir 170 ribu hektare. Wilayah daratan terdiri atas kirakira 25 pulau, tersebar antara NTT dan NTB. Terbesar adalah Pulau Komodo (kirakira 34 ribu hektare), Pulau Rinca (hampir 20 ribu hektare), Pulau Padar, dan Pulau Gili Motang. Secara administratif, TNK masuk dalam wilayah Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Barat. Sejak 1980 kawasan itu ditetapkan sebagai taman nasional. Di sana hidup flora dan fauna yang dilindungi, misalnya komodo, kerbau liar, kera, kuda liar, berbagai jenis unggas, pohon sawo kecik, hutan bakau, ikan hias, dan pohon lontar. Adapun si langka komodo, paling banyak terdapat di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar. Berdasarkan data tahun 1990 -- seperti dikutip Antara -- populasinya tinggal sekitar 2.570 ekor. Sementara jumlah komodo menyusut, jumlah turis asing meningkat. Tahun 1990, misalnya, 15 ribu turis asing berkunjung ke TNK, dan tahun 1991, naik menjadi 17 ribu. Untuk menjaga kawasan seluas itu TNK hanya memiliki 19 pos pengawas, 60 petugas (termasuk pawang komodo), dan hanya sebuah speed boat -- satusatunya alat transportasi antarpulau. Tak jarang mereka terpaksa mundur bila berpapasan dengan para penjarah. "Mereka itu bersenjata api. Bahkan ada yang memiliki senapan standar ABRI, seperti garrand," Wawan bercerita. Sesekali terjadi bentrokan yang menelan korban jiwa. Juni silam tim gabungan dari Koramil, Polsek Labuan Bajo (ibu kota Kecamatan Komodo), dan petugas TNK mengejar para penangkap ikan. Tapi tim mendapat perlawanan sengit. "Mereka melemparkan bom botol dan menembak ke arah kami. Kaki saya luka, lengan seorang anggota tim diterjang peluru. Sedangkan dua nelayan liar itu mati tertembak," tutur Wawan, yang sempat dirawat di rumah sakit. Di darat pun bahaya menghadang mereka. Awal November lalu sejumlah petugas TNK mendatangi lokasi kebakaran di Pulau Komodo. Namun mereka ditembaki oleh pemburu rusa dan pencuri kayu. Petugas TNK terpaksa mundur karena, selain jumlahnya lebih sedikit, persenjataannya pun tak memadai. Para penjarah diduga berasal dari Kabupaten Bima. Itulah sebabnya Bupati Bima dan Pemda NTT berembuk untuk mengatasinya. Mereka sepakat menerjunkan petugas patroli dan memberikan tambahan dana -- hanya tak jelas jumlahnya. Yang pasti, petugas TNK selalu dirongrong soal dana. "Bayangkan, untuk sekali patroli mengelilingi Pulau Komodo dibutuhkan Rp 150 ribu. Kalau tiap hari mengadakan patroli, dari mana dananya?" kata Anton Abatan, Camat Kecamatan Komodo. Bupati Bima sempat mengusulkan agar Bupati Manggarai memindahkan 900 orang penduduk Pulau Komodo ke tempat lain. Mereka dicurigai berkomplot dengan para penjarah itu. Namun Bupati Manggarai, Gaspar P. Ehok, tak tega melakukannya. "Lagi pula, sangatlah tak mungkin mereka terlibat. Mereka percaya pada legenda yang menyebutkan bahwa nenek moyang merekalah yang membesarkan dan memelihara komodo," begitu alasan Gaspar. Priyono B. Sumbogo dan Supriyanto Khafid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus