Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Jadi Polemik, Peneliti BRIN Sebut Istilah Badai Banyak Jenisnya

Terminologi badai dalam meteorologi merujuk ke sebuah sistem dan jenisnya banyak.

28 Desember 2022 | 19.33 WIB

Ilustrasi badai. Johannes P. Christo
Perbesar
Ilustrasi badai. Johannes P. Christo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Selain potensi cuaca buruk Jabodetabek, istilah badai juga ikut menjadi polemik. Menurut peneliti klimatologi Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, terminologi badai dalam meteorologi merujuk ke sebuah sistem dan jenisnya banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mencontohkan awan badai yang luas dan disebut Mesoscale Convective Complex (MCC). Dengan kriteria luasan tertentu, fenomena alam itu juga harus ada selimut awan dan inti badainya. Jenis lain yang disebut tropical storm, merupakan kondisi sebelum menjadi cyclone tropis atau disebut bibit siklon tropis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Erma sebelumnya mengingatkan warga Jabodetabek khususnya Tangerang atau Banten untuk bersiap menghadapi hujan ekstrem dan dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022. Peringatan itu berdasarkan data citra satelit dan Satellite-based Disaster Early Warning System (SADEWA) yang dikembangkan BRIN. “Kenapa saya sebut sebagai hujan badai karena hujannya disertai angin kencang berdasarkan SADEWA,” katanya Rabu, 28 Desember 2022.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan istilah badai agar masyarakat memiliki pandangan yang sama soal terminologi tersebut. “Badai menurut terminologi meteorologi adalah bagian hujan lebat dan angin kencang yang biasanya terkait dengan siklon tropis atau angin kencang yang menyertai cuaca buruk berkecepatan sekitar 64-72 knot,” jelasnya kepada media secara daring, Selasa, 27 Desember 2022.

Dalam dunia riset, menurut Erma, peneliti bisa bebas membuat istilah pada fenomena temuannya. Istilah tol hujan misalnya, dia buat karena belum pernah menemukan suatu fenomena hujan dari tangkapan satelit yang arahnya lurus dan menyambung dari tengah Samudra Hindia ke Selat Sunda. “Karena itu saya beri istilah tol hujan, panjang lurus dan itu kan menunjukkan sistem badai juga,” ujarnya.

Kebebasan peneliti membuat istilah terhadap fenomena yang ditemukan, kata Erma, merupakan kebebasan akademik dan kebebasan ilmiah. Istilah itu juga disertai definisi, kriteria, dan kajian untuk publikasi ilmiah. “Kenapa banyak istilah? Itu saya buat untuk lebih mendekatkan pemahaman kepada publik.”

Dia mengatakan apa yang disampaikan soal potensi cuaca buruk berdasarkan kajian dan penelitian yang dilakukan selama ini secara serius dan ada acuan datanya. Begitu pun pengembangan SADEWA dengan modifikasi berbagai skema untuk menyesuaikan wilayah Indonesia yang paling tepat. “Kami mengembangkan data di SADEWA juga bukan asal-asalan, sudah 12 tahun kami mengujinya. Itu bentuk hasil riset juga,” ujarnya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus