Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Jokowi: Kekurangan Air Bisa Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Hingga 6 Persen sampai 2050

Presiden Jokowi mengatakan, secara ekonomi, kekurangan air bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen sampai 2050.

20 Mei 2024 | 12.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo (depan, kiri) berfoto bersama Presiden World Water Council Loic Fauchon (depan, kanan) dan sejumlah pengurus World Water Council sebelum Pertemuan Tingkat Tinggi World Water Forum ke-10 2024 di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin 20 Mei 2024. ANTARA FOTO/Media Center World Water Forum 2024/Bayu Pratama S

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) membuka Pertemuan Tingkat Tinggi atau High Level Meeting (HLM) World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Senin pagi, 20 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Forum air terbesar di dunia ini, kata Jokowi, harus menjadi momentum negara-negara di dunia untuk merevitalisasi aksi nyata dan komitmen bersama berbagi pengetahuan, mendorong solusi inovatif, dan mewujudkan manajemen sumber daya air terintegrasi. “Ini untuk meneguhkan komitmen dan merumuskan aksi nyata terkait pengelolaan air inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokowi mengatakan, air memegang peran penting dan sentral bagi kehidupan umat manusia. Bahkan begitu pentingnya hingga air disebut sebagai the next oil di masa depan. Begitu pula secara ekonomi. Kekurangan air, ujar Presiden Jokowi, dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen sampai 2050.

Di hadapan peserta World Water Forum ke-10 Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia telah memperkuat infrastruktur air seperti membangun 42 bendungan, 1,18 juta hektare jaringan irigasi. Kemudian merehabilitasi seluas 4,3 juta hektare jaringan irigasi dan membangun 2.156 kilometer pengendali banjir dan pengaman pantai.

Indonesia juga memanfaatkan air untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata. PLTS ini menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. "Namun semua upaya ini tidak cukup. Persoalan air dan sanitasi akan semakin berat di masa mendatang. Upaya ini harus diperkokoh di tingkat global baik oleh negara, sektor swasta, maupun masyarakat madani,” ujar Jokowi.

Indonesia, kata Jokowi, konsisten mendorong tiga hal pada forum ini. Pertama, meningkatkan prinsip solidaritas dan inklusifitas untuk mencapai solusi tantangan bersama terutama bagi negara-negara pulau kecil yang mengalami kelangkaan air.

Kedua, memberdayakan hydro-diplomacy untuk kerja sama konkret dan inovatif sesuai kebutuhan negara penerima disamping mencegah persaingan dalam pengelolaan sumber daya air lintas batas berdasarkan hukum internasional. 

Ketiga, memperkuat political leadership sebagai kunci dalam mensukseskan berbagai bentuk kerja sama menuju ketahanan air yang berkelanjutan.

Untuk itu, kata Jokowi, Indonesia mengangkat empat inisiatif baru, yaitu penetapan World Lake Day, pendirian Center of Excellence di Kawasan Asia Pasifik untuk ketahanan air dan iklim, tata kelola air yang berkelanjutan di negara-negara pulau kecil, dan penggalangan proyek-proyek air untuk memastikan komitmen politik menjadi aksi nyata.

Sebelumnya, Presiden World Water Council Loïc Fauchon mendorong para kepala negara untuk memasukan hak terhadap air ke dalam konstitusi, hukum, dan peraturan di negara masing-masing. “Sehingga, selangkah demi selangkah, kita bisa mengusulkan agar hak atas akses terhadap air dapat ditegakkan bagi semua orang,” ujarnya

Loïc Fauchon jua mengungkapkan pihaknya akan memperkenalkan koalisi “Money for Water” pada konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa mendatang dan mengajak seluruh negara ikut bergabung. Koalisi tersebut mencakup sub-kedaulatan dan pembatalan utang air (water debt) untuk negara-negara termiskin di dunia. “Kami ingin memastikan bahwa sebagian besar pendanaan iklim pada dasarnya dikhususkan untuk air, termasuk air limbah,” ujarnya.

Menutup sambutannya, Loïc Fauchon pun menyerukan tindakan internasional untuk memastikan tata kelola yang lebih aktif dan terdesentralisasi berdasarkan kerja sama multilateral. “Sebagaimana yang kita lakukan dalam forum ini, yang juga penting untuk memperkuat aturan mediasi untuk sungai, danau, dan DAS. Diplomasi air sejatinya membawa kedamaian di tepian, alih-alih membawa perang ke sungai,” ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus