Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kala Jalan Membelah Harapan

Hutan hujan tropis dataran rendah terakhir di Sumatera terancam oleh rencana pembangunan jalan angkut batu bara. Akses baru bagi perambahan hutan, pembalakan liar, dan perburuan satwa langka.

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lokasi jalan tambang yang akan membelah hutan harapan, Jambi, 8 Februari 2019. Dok. Hutan Harapan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERANG baru menjelang di pos patroli PT Restorasi Ekosistem Indonesia di Hutan Harapan Sektor Meranti di Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan. Kicauan burung bersahut-sahutan dengan jeritan ungko menyambut matahari yang baru muncul dari lembah di sekeliling pos yang penuh pohon besar bertajuk tinggi.

Jalan patroli di depan pos masih tampak basah. Tanahnya yang merah langsung lengket ketika ditapaki. Saat itulah waktu paling tepat untuk mengamati jejak satwa. Misalnya temuan jejak harimau dan babi hutan tak seberapa jauh dari pos. Agaknya, pada malam sebelumnya, predator itu mengejar mangsanya. “Sebanyak 14 kamera trap yang kami pasang di lokasi yang berpindah-pindah kerap merekam satwa yang sedang melintas, seperti harimau, gajah, tenggiling, rusa, babi, tapir, beruang, dan burung,” kata Supervisor Fauna PT Restorasi Ekosistem Indonesia Erwanda Trio Bintan Sabri, Jumat, 8 Maret lalu.

Kiri dan kanan jalan dipagari pohon akasia dan bambu, yang merupakan tanaman reboisasi ketika Hutan Harapan masih menjadi hak pengusahaan hutan (HPH), 11 tahun lalu. Berjalan sekitar 300 meter dari pos, terbentang luas hutan hujan tropis dengan pohon yang rapat. Pohon-pohon besar itu tidak sempat ditebang pengelola HPH.

Sepanjang jalan terdengar aneka burung memamerkan suaranya. Sebagian malah menampakkan diri, seperti kelompok babbler, delimukan zamrud, cinenen, dan merbah. Di atas tajuk pohon yang paling tinggi, bertengger sepasang rangkong julung emas. Panjangnya--dari paruh hingga ekor--sekitar satu meter. Seharian itu rangkong sering terlihat melintas masuk ke hutan di kedua sisi jalan. Di sini ada 8 jenis rangkong dari total 12 jenis rangkong Sumatera.

Hutan Harapan Sektor Meranti, yang berada di lembah Sungai Meranti dan Sungai Kapas, merupakan salah satu kantong keanekaragaman hayati hutan hujan tropis dataran rendah Sumatera. Hutan Harapan adalah kawasan hutan bekas HPH PT Asia Log dan PT Inhutani V seluas 98.555 hektare. Letaknya di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Batang Hari, Jambi. Kawasan ini merupakan hutan tropis dataran rendah yang tersisa di Sumatera.

Harimau Sumatera tertangkap kamera trap di Hutan Harapan, Jambi. Mei 2018. Dok. Hutan Harapan

Hutan Harapan dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia sejak 2008. Pemerintah meminta PT Restorasi melakukan upaya pemulihan terhadap ekosistem, flora, dan fauna di hutan bekas HPH tersebut. Kondisi sebagian area hutan sudah rusak akibat aktivitas HPH, tapi masih menyisakan keanekaragaman hayati yang tinggi.

Kawasan ini menjadi habitat penting bagi 26 spesies langka dan kritis. Selain harimau Sumatera dan gajah Sumatera, ada tapir, ungko, anjing hutan, tenggiling, berbagai jenis burung, dan sejumlah tumbuhan endemis. Di Hutan Harapan terdapat lebih dari 600 jenis pohon, di antaranya meranti (Shoreaspp), medang (Litseaspp), dan balam (Palaquim spp.).

Selain itu, berdasarkan berbagai survei yang dilakukan sejak 2008, di Hutan Harapan terdapat 307 jenis burung dari 626 jenis burung di Sumatera, 66 jenis di antaranya merupakan spesies yang terancam punah. Juga ada 64 jenis dari 194 jenis mamalia di Sumatera, 71 jenis reptil dari 240 jenis reptil yang terdapat di Sumatera, 55 dari 77 jenis amfibi di Sumatera, dan 123 jenis ikan dari 589 jenis ikan di Sumatera.

Erwanda mengatakan di Hutan Harapan terdapat lebih dari 20 ekor harimau Sumatera dan 8 gajah Sumatera. Enam gajah berjenis kelamin betina adalah penghuni asli Hutan Harapan, sedangkan dua gajah jantan ditranslokasi dari Bungo Tebo, Jambi. Balai Konservasi Sumber Daya Alam memindahkannya karena konflik dengan manusia.

Salah satu gajah jantan, Lanang, terpantau sudah masuk ke Suaka Margasatwa Dangku di Bayung Lencir, Musi Banyu Asin, tidak jauh dari Hutan Harapan. Lanang diberi kalung global positioning system sehingga dapat terpantau setiap saat. “Idealnya ada koridor ke Suaka Margasatwa Dangku sehingga kelompok satwa di dua tempat ini bisa bertemu,” ujar Erwanda.

Tidak adanya koridor satwa bukanlah hal yang sangat dikhawatirkan pengelola Hutan Harapan. Yang paling membahayakan adalah rencana pembukaan jalan tambang sepanjang 31,8 kilometer yang bakal mengoyak Hutan Harapan, termasuk zona lindung sektor Meranti. “Satwa di sini akan tertahan oleh jalan, tak bisa keluar-masuk. Belum lagi ancaman perburuan dan penebangan hutan,” kata Erwanda.

Rencana pembangunan jalan tambang ini berawal dari usul PT Triaryani, yang memiliki wilayah konsesi tambang batu bara seluas 2.143 hektare di Musi Rawas, Sumatera Selatan. Anak usaha Grup Rajawali ini ingin membangun jalan angkut batu bara dari tambang menuju Desa Pulau Gading di pinggir Sungai Bayung Lencir, Musi Banyuasin. Dari panjang 88 kilometer jalan yang akan dibangun, lebih dari sepertiganya melewati kawasan Hutan Harapan.

Direktur Operasional PT Restorasi Ekosistem Indonesia Adam Aziz mengatakan rencana itu diusulkan sejak 2013 oleh PT Musi Mitra Jaya ke Kementerian Kehutanan, tapi ditolak. Lalu, pada September 2017, PT Marga Bara Jaya melanjutkan rencana itu dengan mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan rekomendasi dari dua gubernur.

Rekomendasi Gubernur Sumatera Selatan dikeluarkan pada masa Alex Noerdin, sedangkan rekomendasi Gubernur Jambi diterbitkan oleh pelaksana tugas gubernur Fachrori Umar pada akhir 2018. Rekomendasi itu membuat jalan kian terwujud. Kementerian pun telah menggelar Rapat Tim Teknis Komisi Penilai Amdal Pusat pada 16 November 2018 dan 18 Februari lalu. Tempo belum dapat terhubung dengan PT Marga Bara Jaya untuk mengkonfirmasi soal rencana pembukaan jalan ini. Direktur operasional perusahaan itu, Rojak, telah dihubungi, tapi tidak merespons. Pesan WhatsApp yang dikirimkan pun telah terbaca, tapi tidak dibalas.

Menurut Adam, berdasarkan analisis, jalan itu mengancam upaya pemulihan hutan yang telah dilakukan selama 10 tahun terakhir. “Kami mendesak Kementerian Lingkungan Hidup tidak memberi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan jalan tambang karena itu ancaman besar pada biodiversitas di Hutan Harapan,” ujarnya.

Adam merinci ancaman itu di antaranya terjadi fragmentasi hutan dan deforestasi di Hutan Harapan serta mengganggu habitat kehidupan satwa liar dan keanekaragaman hayati hutan dataran rendah Sumatera. “Pembukaan jalan yang membelah kawasan Hutan Harapan itu memberi akses baru bagi perambah hutan dan pembalakan liar. Saat ini saja sudah tinggi, apalagi ketika jalan itu dibuka,” katanya.

Hutan Harapan di Desa Bungku, Kabupaten Batang Hari, Jambi. TEMPO/Febriyanti

Adam mengatakan PT Restorasi Ekosistem Indonesia sudah berupaya melakukan restorasi hutan dengan pola integrasi perlindungan kawasan, pengayaan, suksesi alam, dan penanaman. Kini sekitar 72 ribu hektare kawasan hutan itu telah kembali pulih dan masih utuh. Sisanya sedang diupayakan oleh PT Restorasi secara intensif melalui kemitraan kehutanan dengan masyarakat di dalam dan sekitar Hutan Harapan.

Sebanyak 15 lembaga swadaya masyarakat dari Jambi dan Sumatera Selatan, yang tergabung dalam Koalisi Anti Perusakan Hutan Alam, juga menolak rencana pembangunan jalan. “Jalan yang membelah kawasan hutan itu mengancam keberlangsungan hidup sekitar 220 keluarga masyarakat Batin Sembilan,” ujar Rudisyaf, Direktur KKI Warsi, mewakili koalisi LSM. Ia menambahkan, perusahaan seharusnya bisa memanfaatkan jalan yang sudah ada, yakni jalan ConocoPhillips atau jalan PT Bumi Persada Permai.

Ancaman pembalakan liar di Hutan Harapan sangat kasatmata. Sebagian besar Hutan Harapan dikelilingi kebun sawit dan hutan tanaman industri. Dalam perjalanan dengan perahu mesin tempel 16 PK, Tempo menyaksikan kayu-kayu hasil pembalakan liar Hutan Harapan di sepanjang Sungai Meranti. Balok-balok berdiameter lebih 60 sentimeter itu berderet seperti rakit dihanyutkan ke hilir untuk dijual ke tepat pengolahan kayu. Di beberapa tempat, di tepi sungai tampak area yang sudah gundul bekas penebangan. Lokasi untuk pembangunan jalan tambang yang berjarak 100 meter dari badan Sungai Meranti terlihat masih hutan yang sangat rapat dengan tajuk pohon-pohon besar yang tinggi.

FEBRIANTI (JAMBI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus