Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Keliru disebut pulau penyu

Pulau serangan (pulau penyu) direncanakan menjadi taman penyu, selain untuk tempat peternakan penyu, di harapkan juga untuk menarik wisatawan, pelaksanaannya dilakukan dinas perikanan bali dan ppa. (ling)

8 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU anda melintas dari lapangan udara Ngurah Rai ke Denpasar, Pulau Serangan tampak di sebelah kanan. Jaraknya cuma 10 km dari Denpasar. Setelah pukul 12.00 siang, ketika air laut di Selat Badung surut, orang bisa berjalan kaki menyeberang ke pulau kecil itu. Sebagian besar penduduknya (lebih kurang 2.300 jiwa) adalah nelayan. Karena ada pura (Pura Sakenan) yang ramai setiap hari Kuningan, banyak pula turis berdatangan ke situ. Tapi nama Serangan kurang dikenal. Kalau disebut Pulau Penyu, orang mengerti pulau mana yang dimaksud. Memang banyak penyu di situ dulu. Kini tinggal namanya saja. Orang Bali pemakan daging penyu, hidangan wajib untuk upacara potong gigi, perkawinan dan sebagainya. Tentu punahlah penyu di Serangan. Masih banyak pula restoran yang menghidangkan daging penyu dalam berbagai masakan. Bahkan turis ketagihan. Akibatnya, penyu pun didatangkan dari luar Bali. Dari Jawa, Sulawesi, dan pulau-pulau sekelilingnya. Semula penjualan daging penyu ini memang di Serangan. Kemudian pindah ke Tanjung Benoa, dan tempat penjualannya tersebar di daerah Suwung, Benoa, Sesetan. Pemda ingin sekali mengembalikan citra Serangan hingga "benar-benar bisa menghasilkan penyu," kata Lurah Made Laba Sumaratha di sana. Sejak tahun anggaran 1979/80, sejenis taman penyu di pulau itu masuk dalam rencana. Tanah negara seluas 3,5 ha dicadangkan untuk proyek ini. Pelaksananya ialah Dinas Perikanan Bali dan PPA setempat. "Macam Taman Ria-nya Jakarta," tambah Sumaratha. Selain untuk menernakkan penyu, taman itu diharapkan juga untuk menarik pelancong. Selain menampung penyu dari Sulawesi atau Kalimantan, proyek itu mendatangkan pula telur penyu dari pantai selatan Jawa Barat. Sebagian penyu impor itu bahkan dijual kepada umum. "Dagingnya cokelat dan rasanya kurang sedap," kata Pan Reja, yang telah 20 tahun berdagang penyu. Toh masyarakat Bali membelinya. "Bursa" penyu pun hidup kembali di Serangan. Pihak PPA dan Dinas Perikanan telah dua kali mencoba menetaskan telur penyu dari Cikepuh. Tahap pertama, 1980/81, dari 1.000 butir telur yang menetas cuma 56 tukik. Percobaan kedua, naik jadi 650 ekor. Semua bibit itu dipelihara 3 bulan di berbagai ember plastik, kemudian dipindahkan ke kolam penampungan di Taman Penyu. Dan Serangan kembali menghasilkan penyu, meskipun dari spesis yang berlainan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus