Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kementerian ATR Minta Lembaga Buang Ego Sektoral untuk Capai Reforma Agraria

Konflik soal kepemilikan lahan juga dianggap masih menghambat pencapaian skala ekonomi minimum

19 Februari 2025 | 21.11 WIB

Warga Dago Elos saat aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Bandung, 15 Juli 2024. Warga mendesak kejaksaan menetapkan status P21 dan melimpahkan berkas Muller bersaudara dan mafia tanah ke pengadilan terkait konflik agraria antara warga Dago Elos melawan Muller bersaudara. Polisi telah menetapkan status tersangka pada Muller bersaudara. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Warga Dago Elos saat aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Bandung, 15 Juli 2024. Warga mendesak kejaksaan menetapkan status P21 dan melimpahkan berkas Muller bersaudara dan mafia tanah ke pengadilan terkait konflik agraria antara warga Dago Elos melawan Muller bersaudara. Polisi telah menetapkan status tersangka pada Muller bersaudara. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Yulia Jaya Nurmawatir mengatakan reforma agraria masih terhambat oleh kurangnya koordinasi lintas lembaga dan sektor. Masalah agraria dianggap baru teratasi bila semua instansi menghilangkan ego masing-masing. Terlebih lagi, isu ini bukan hanya pekerjaan rumah bagi ATR/BPN saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Semua lembaga harus bekerja sama, bukan sama-sama bekerja,” katanya dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025 di Jakarta Barat pada Rabu, 19 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asia Land Forum atau Forum Agraria se-Asia pada 17-21 Februari 2025. Forum ini memilih Indonesia sebagai lokasi agenda karena baru melewati pergantian pemerintahan yang dianggap bakal melahirkan peluang kemitraan antara organisasi sipil dan pemerintah.

Sebanyak lebih dari 500 peserta dari 14 negara akan berkunjung secara pararel ke tiga pemukiman komunitas adat di Indonesia, mulai dari Kasepuhan Jamrud dan Desa Gunung Anten yang ada di Lebak, Banten; serta Desa Sukaslamet di Indramayu, Jawa Barat. Peserta yang datang dari kawasan Asia Tenggara, Asia Tengah, dan Asia Selatan ini terdiri dari perwakilan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.

Menurut Yulia, kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil (CSO), akademisi, kelompok masyarakat, hingga aparat merupakan elemen penting yang menentukan keberhasilan reforma agraria. Faktor penentu lainnya adalah harmonisasi kebijakan dan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum.

“Kepentingannya memang lintas sektor, baik vertikal maupun horizontal,” ucap dia.

Yulia menyebut isu kepemilikan lahan juga menjadi tantangan utama lantaran bisa menghambat pencapaian skala ekonomi minimum dan kesejahteraan petani. “Sektor pertanian masih menjadi andalan untuk penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan yang diterima oleh pertanian,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Asia Land Forum merupakan momentum penting untuk menagih komitmen Pemerintah Indonesia ihwal redistribusi tanah dan penyelesaian konflik agraria. “Ruang penting bagi organisasi masyarakat sipil dan komunitas se-Asia untuk membahas kebijakan agraria dan pertanahan, serta menawarkan solusi yang berpusat pada masyarakat," katanta.

Sejak 2015 hingga 2024, KPA mencatat adanya 3.234 letusan konflik agraria dengan luas lahan berkonflik mencapai 7,4 juta hektare. Dari jumlah kasus itu, ada sedikitnya 1,8 juta keluarga yang terdampak.

 

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus