Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Cerita Pesona Rambutan Rapiah Gunung Anten dari Asia Land Forum 2025

Agenda Asia Land Forum 2025 di Kampung Damara, Desa Gunung Anten, Lebak, Banten, mengungkap potensi komoditas pangan buah rambutan.

21 Februari 2025 | 11.05 WIB

Rambutan rapiah salah satu hasil bumi di Desa Gunung Anten, Kabupaten Lebak, Banten. Tempo/M. Faiz Zaki
Perbesar
Rambutan rapiah salah satu hasil bumi di Desa Gunung Anten, Kabupaten Lebak, Banten. Tempo/M. Faiz Zaki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Agenda Asia Land Forum 2025 di Kampung Damara (Desa Maju Reforma Agraria), Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, tak hanya menyajikan sejumlah kearifan lokal dan pengalaman dalam memperjuangkan lahan hak milik. Agenda itu juga mengungkap potensi pengembangan komoditas pangan musiman oleh masyarakat setempat dari buah rambutan jenis rapiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pepohonan rambutan jenis rapiah tumbuh subur di lahan sekitar Desa Gunung Anten bersama jenis rambutan aceh dan tangkue. Buah rambutan rapiah yang tumbuh di sana berwarna dominan hijau, namun ada juga campuran sedikit kekuningan dan oranye.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ketua Pergerakan Petani Banten (P2B) Abay Haetami mengatakan, orang-orang yang pertama kali ditawari rambutan tersebut enggan mencoba karena warna hijau yang umumnya menandakan buah belum matang. Setelah dikonsumsi barulah mengetahui rasa buahnya ternyata manis. “Setelah kami paksa coba, akhirnya malah minta ingin dibawa pulang,” ujarnya saat ditemui di Desa Gunung Anten, Selasa, 18 Februari 2025, di antara agenda Asia Land Forum 2025.  

Abay menuturkan, rambutan rapiah Gunung Anten kini menjadi primadona dan banyak dicari oleh orang-orang, termasuk dari luar desa. Rasa manis dengan ciri khas warna warna kulit itu menjadi target konsumen. “Sebenarnya banyak yang cari, pernah merasakan, tapi tidak dapat lagi,” katanya.

Jenis rambutan ini, kata Abay, sebagai rambutan unggulan yang harganya paling tinggi. Satu kilogram rambutan rapiah bisa dijual sekitar Rp 35 ribu, berbeda dengan rambutan jenis lain yang harganya sekitar Rp 10 ribu per kilogram. “Harganya lumayan tinggi karena pohonnya masih langka,” tuturnya.

Selain warna buah yang dominan hijau dengan gradasi kuning dan oranye, rambutan rapiah memiliki ciri fisik rambut yang sekilas terlihat tidak terlalu panjang jika dibandingkan dengan rambutan aceh atau tangkue. Pada bagian buah ketika dikupas sama seperti rambutan pada umumnya, berwarna putih keruh dan di bagian dalamnya terdapat biji berbentuk lonjong berwarna krem.

Abay menjelaskan, rambutan rapiah di Desa Gunung Anten dapat dipanen dalam waktu sekitar tiga tahun, terhitung sejak penanaman pohon dari bibit. Masa puncak panen tanaman ini seperti musim rambutan pada umumnya, yaitu pada Desember hingga awal Februari.

Buah akan tumbuh ditandai sekitar akhir musim kemarau dan pada masa awal musim hujan. Bunga-bunga kecil akan bermekaran di setiap ujung ranting pohon yang selanjutnya perlahan berubah menjadi buah rambutan.

Dalam masa panen pertama, kata Abay, satu pohon rambutan rapiah di Desa Gunung Anten dapat menghasilkan buah kurang lebih sekitar 10 kilogram. “Pohon yang lebih besar bisa menghasilkan 15 kilogram dalam satu musim,” ucapnya.

Warga Desa Gunung Anten menjual rambutan ini ke lingkungan sekitar maupun ke orang-orang di luar area tempat tinggal mereka secara perorangan. Penjualan buah tersebut pun menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar, selain dari berkebun dan beternak.

Peserta Asia Land Forum 2025 dari berbagai negara disambut warga setempat ketika datang ke Kampung Damara, Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, pada Minggu, 16 Februari 2025. Tempo/M. Faiz Zaki

Abay menuturkan, para petani desa, khususnya yang tergabung dalam organisasi P2B, berencana memperbanyak tanaman rambutan rapiah sebagai komoditas musiman yang menjanjikan. Namun masih mencari metode yang tepat untuk memaksimalkan kuantitas dan kualitas panen.

Selain itu, para petani juga hendak mencoba memperbanyak tanaman buah-buahan lainnya. “Mungkin kita akan memperbanyak rapiah, terus durian,” katanya.

Berdasarkan pantauan Tempo di Desa Gunung Anten, pohon rambutan tumbuh subur di sekitar pekarangan rumah warga hingga di pinggir jalan. Namun yang tampak dominan tumbuh adalah jenis rambutan aceh, yang warna kulit buahnya merah pekat ketika matang.

Rambutan menjadi salah satu komoditas pangan di sana, selain berbagai tanaman buah-buahan lain seperti pisang, dukuh, buah naga, alpukat, kelapa, dan durian. Pohon rambutan juga tidak tumbuh di area tertentu, lokasinya acak di berbagai titik dan dapat tumbuh berdampingan dengan tanaman lain.

Mengutip dari penelitian berjudul “Uji Aktivitas Daya Antioksidan Buah Rambutan Rapiah dengan Metode DPPH”, salah satu kandungan rambutan rapiah adalah memiliki senyawa antioksidan yang bisa mengatasi radikal bebas. Penelitian dilakukan dengan meneliti sampel sari buah rambutan dan sejumlah bahan-bahan lain menggunakan metode 1,1- Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH).

Dalam penelitian tersebut, senyawa radikal bebas muncul dari berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh, berupa hasil samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada aktivitas bernapas dan metabolisme sel. Kemudian juga karena olahraga berlebihan, peradangan atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari atau radiasi kosmis.

Buah rambutan adalah salah satu sumber alami yang memiliki antioksidan. “Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung koroner,” dikutip dari artikel ilmiah tersebut.

Dalam penelitian berjudul "Keragaman Genetik Plasma Nutfah Rambutan di Indonesia Berdasarkan Karakter Morfologi", rambutan rapiah juga tumbuh di berbagai daerah. Rambutan ini juga memiliki kekerabatan dengan jenis lainnya, seperti rambutan lebak bulus.

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus