Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Koalisi Perlindungan Hewan Khawatir Penangkapan Monyet Ekor Panjang Picu Penyakit Zoonosis

Penangkapan monyet ekor panjang untuk ekspor dikhawatirkan memicu zoonosis atau penyakit dari hewan.

25 Maret 2024 | 16.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi perlindungan satwa global, The Asia for Animals Coalition (AfA), menyatakan bahwa penangkapan monyet ekor panjang (macaca fascicularis) bisa meningkatkan peluang penyebaran penyakit dari satwa ke manusia atau zoonosis. Kekhawatiran itu diungkapkan koalisi dalam surat yang dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada 21 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut organisasi yang terdiri dari 166 organisasi perlindungan hewan itu, para ahli penyakit menular sepakat bahwa hewan liar kemungkinan besar akan menjadi sumber penyakit di masa depan setelah pandemi. “Dengan setidaknya 70 persen penyakit yang muncul terkait dengan kontak manusia dengan satwa liar,” begitu bunyi pernyataan Afa dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo pada Senin, 25 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Action for Primates, salah satu anggota koalisi, meminta Indonesia menjadi pemimpin langkah konservasi terhadap monyet ekor panjang melalui pembatasan ekspor primata tersebut. Pendiri Asian for Primates, Sarah Kite, mengatakan surat yang mereka kirimkan kepada KLHK mewakili jutaan individu dari seluruh dunia yang tergabung dalam Afa.

“Dengan hormat mendorong Indonesia untuk mengakhiri perdagangan secara global monyet ekor panjang. Dan sebaliknya fokus pada pengembangan manusia yang manusiawi, serta bertanggung jawab kepada perlindungan dan pengelolaan satwa," kata Sarah.

Melalui surat tersebut, para anggota Afa menyatakan kekhawatiran peningkatan angka ekspor monyet ekor panjang. Indonesia sempat berhenti mengekspor satwa pada 2015-2018, namun menyambungnya kembali pada 2019. Padahal, Union for Conservation of Natural Resources (IUCN) memasukkan monyet ekor panjang ke dalam daftar merah sebagai spesies yang terancam punah.

Pada 2022, hampir 1.000 individu diekspor oleh Indonesia ke Amerika Serikat. Data Action for Primates menunjukkan bahwa 870 ekor dari jumlah tersebut ditangkap dari alam. Sisanya dari generasi pertama yang lahir di penangkaran. Ancaman terbesar monyet ekor panjang saat ini adalah besarnya permintaan dari industri penelitian yang membutuhkan hewan spesimen.

Kendati KLHK tidak mengeluarkan kouta ekspor pada 2022, Indonesia kembali meningkatkan kouta ekspor monyet ekor panjang sebanyak 40 persen pada 2023. Kuota 1.402 ekor itu seluruhnya hasil tangkapan dari alam.

Dalam suratnya, pihak AfA mengaku khawatir bila jumlah ekspor tersebut terus meningkat ke depannya. "Selama beberapa tahun terakhir, beberapa pihak mencurigai industri biomedis Indonesia telah memanfaatkan monyet ekor panjang yang ditangkap secara liar sebagai bahan baku subjek penelitian di dalam negeri dan sebagai stok untuk sarana penangkaran.”

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Satyawan Pudyatmoko, pemanfaatan monyet ekor panjang untuk tujuan biomedis dalam memproduksi vaksin. Dia meyakinkan bahwa keputusan penetapan kuota tangkap alam untuk biomedis sudah berbasis rekomendasi dari otoritas ilmiah yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Satwa untuk percobaan itu datang dari 8 unit penangkaran monyet ekor panjang yang saat ini terdaftar oleh pemerintah. Lokasinya tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Selatan.

"Sesuai hasil survei potensi dengan tetap berdasarkan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan keberlangsungan populasi spesies tersebut di alam," ucap Satyawan kepada Tempo pada 20 Maret lalu

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus