Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Limbah berbahaya urusan siapa

Pantai pulau batam untuk kesekian kalinya dilumuri limbah minyak yang hitam, lengket, dan menjijikkan. diduga buangan dari tangker yang dicuci di singapura.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULAU Batam hanyalah satu dari 3.000 pulau sedang atau kecil yang terserak di pinggir Laut Cina Selatan dan kini lebih dikenal dengan sebutan Kepulauan Riau. Perjalanan sejarah menunjukkan, ketiga ribu pulau itu merupakan gugusan yang ideal untuk melaksanakan rencana-rencana jahat. Kalau dulu ideal untuk penyelundupan, kini untuk pembuangan limbah. Dua pekan lalu sepanjang pantai barat dan timur Batam tampak dipenuhi limbah minyak berwarna hitam. Limbah kotor itu juga ditemukan di kawasan wisata pantai Nongsa dan Pulau Putri. Pantai yang semula berpasir putih itu kini sudah dilumuri warna hitam. Tak heran bila para pemilik hotel merasa gusar. ''Kami sering mendapat keluhan dari wisatawan yang menginap di sini, '' ujar Dolly Front, manager Sei Nongsa Beach Resort. Rupanya, pantai Nongsa sudah pernah diserbu limbah hitam seperti itu, hanya tak sebanyak sekarang. Dolly bercerita bahwa pihaknya pernah menerima sepucuk surat berisi keluhan dari seorang turis asal Australia. Wisatawan itu melaporkan bahwa anaknya yang tengah asyik mandi di lepas pantai Nongsa, saat keluar dari air tubuhnya sudah berlumur minyak hitam. Cairan hitam itu ternyata begitu lekat pada kulit manusia ataupun pakaian, sehingga sulit dibersihkan. Selain merekat, limbah itu pun mengakibatkan gatal-gatal. Yuslidar, seorang penjual makanan di Nongsa, menyatakan bahwa pantai itu memang telah menjadi langganan pencemaran limbah minyak. Sedikitnya, dalam setahun, pantai ini sudah diterjang limbah tiga kali. ''Saya sudah sering melihat limbah seperti itu, '' katanya. Kiriman limbah terdahulu sulit dipastikan asal-usulnya, sedangkan limbah yang datang dua pekan lalu diduga merupakan buangan dari sebuah tanker besar. Pada hari Paskah, 9 April lalu, penjaja makanan di Pantai Nongsa menyaksikan tanker itu melego jangkar selama empat jam hingga tengah hari. Meskipun itu bukan pemandangan yang lazim kapal tak biasa membuang sauh sekitar tiga kilo dari pantai penduduk tak tergerak untuk melaporkan ke pihak yang berwenang. Mereka bahkan tidak curiga. Padahal tak lama kemudian pantai Nongsa dipenuhi limbah minyak berupa cairan maupun gumpalan-gumpalan sebesar bola pingpong. Dilihat dari bentuknya, limbah hitam itu mirip kerak minyak mentah yang merupakan ''hasil sampingan'' dari pencucian tanker. Bisa jadi limbah itu berasal dari Singapura karena banyak tanker yang dicuci di sana, sedangkan negara pulau itu ''mengharamkan'' pembuangan limbah. Kalau itu benar, apakah Singapura curang dan tidak etis? Tentu saja syak-wasangka ini harus dilengkapi dengan bukti -bukti. Kini Otorita Batam telah menurunkan tim untuk memastikan asal-usul limbah yang akan diperiksa di Laboratorium Pertamina di Pulau Sambu. ''Kami ingin tahu dari mana asal limbah ini. Apakah dari kapal yang berlayar atau kapal keruk yang sedang berada di kawasan Nongsa, '' kata Suko Sudono, Kepala Sub-Direktorat Lingkungan Hidup Otorita Batam. Tapi Suko tidak berbicara tentang sebuah tindak lanjut, padahal itulah yang seharusnya dilakukan. Seperti diketahui, bukan baru kali ini Kepulauan Riau diserbu limbah. Namun buangan limbah entah dari Singapura atau dari tempat lain tidak pernah dilacak secara tuntas. Contohnya, buangan limbah misterius di Pulau Bintan pada pertengahan tahun lalu. Sampai kini tak ketahuan siapa pelakunya. Padahal, ada puluhan kemasan plastik berisi cairan kental mirip ter (hasil pencucian tanker) yang waktu itu terdampar di Pantai Trikora. Dan di Batam juga tidak sulit menemukan limbah yang terbungkus dalam plastik. Belakangan ini benda-benda itu sering teronggok di pantai utara, antara Batu Merah dan Teluk Tering. Beberapa warga yang menemukan kemasan plastik itu merasa sebagai rezeki dari langit. Iswadi misalnya, beberapa bulan lalu ''menjala'' lima karung berisi limbah minyak hitam di perairan Tanjung Buntung di Batam Timur. Limbah itu setiap karung beratnya 20 kilo ternyata ada peminatnya. Mereka bersedia membeli seharga Rp 30 ribu per karung. ''Saya tidak tahu itu benda apa. Tapi kata orang, itu minyak hitam yang dapat dipakai untuk cat kayu,'' ujar Iswadi, polos. Jelaslah bahwa orang awam tidak menyadari bahaya limbah minyak. Padahal, Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan) sudah menjalin kerja sama dengan Pemda Riau dan pihak keamanan setempat dalam upaya meningkatkan pemahaman penduduk tentang limbah yang mencemari Riau. ''Limbah sisa ampas pencucian tanker mengandung senyawa hidrokarbon, solven bahan pencuci dan logam berat, '' kata Masnellyarti Hilman, Direktur Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Bapedal. Karena itu ia khawatir, apalagi kalau penduduk sampai membakar limbah. Soalnya, jika dibakar limbah itu akan mengeluarkan bahan beracun. ''Ini tanggung jawab Pemda Riau, yang mesti mengumpulkan limbah, menyimpannya, dan membakarnya dengan insinerator, '' Masnellyarti menandaskan. GSI dan laporan M. Simanungkalit

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus