SEORANG pemimpin pabrik tertimpa malapetaka. Ketika ada unjuk rasa yang menuntut kenaikan upah, mobilnya hangus dibakar massa. Nasibnya mirip para korban kasus Metallica. Setelah huru-hara reda, sang korban datang menjumpai seorang pengamat. Dengan penuh emosi ia ungkapkan rencananya: ''Peristiwa ini harus diusut sampai tuntas. Harus dicari para pemimpinnya. Mereka harus dihukum berat.'' ''Setuju,'' sahut sang kawan. Namun di balik kata-katanya terlintas senyum menggoda: ''kalau bisa''. ''Kenapa tidak bisa?'' protes sang korban. ''Karena massa, sebetulnya, tidak punya pemimpin. Massa bukan organisasi yang punya tujuan dan aturan main yang pasti. Hendaknya Tuan sadari bahwa massa adalah kumpulan manusia yang menyatu dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. ''Kalau Tuan pernah nonton film yang mencekam, mungkin Tuan pernah menjerit, menahan napas, dan tertawa bersama penonton lain. Saat itu Tuan larut menjadi massa. Atau barangkali Tuan pernah lupa diri dalam sebuah pesta dan bersama tamu lainnya bersorak menuntut tuan rumah menyanyi. Saat itu pun larut dalam massa, sekali ini dalam massa yang aktif.'' Sang kawan berhenti sebentar untuk memastikan bahwa sang korban masih tetap memusatkan perhatian pada penjelasannya. Kemudian ia melanjutkan: ''Setiap orang punya faktor pendorong dan penghambat untuk larut ke dalam massa, khususnya ke dalam massa-ganas. Faktor penghambat yang paling utama adalah sikap kritis dan nilai-nilai moral, sedangkan faktor pendorong adalah kecenderungan orang untuk bersifat ''patuh'' pada kelompok serta kuatnya dorongan emosi. Makin tidak rasional seseorang, makin kuat tekanan-tekanan hidupnya, makin besar kemungkinan orang itu secara perorangan untuk bertindak menyimpang dari perilaku yang diharapkan masyarakat. Nah, terkumpulnya orang-orang seperti ini, dalam jumlah besar, semakin memungkinkan terbentuknya massa- ganas. ''Tapi mengapa kerumunan orang yang semula hanya merupakan massa- pasif dan berkembang menjadi massa-aktif atau bahkan menjadi massa-ganas?'' tanya sang korban. ''Menurut teori, tingkah laku manusia sedikitnya bisa dibedakan ke dalam dua golongan. Yang pertama adalah tingkah laku- instrumental dan yang kedua adalah refleks atau reaksi spontan. Tingkah laku instrumental dimunculkan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, reaksi-spontan adalah tingkah laku yang tidak punya tujuan. Tingkah laku ini muncul sebagai akibat tekanan perasaan, dan bukan sebagai pilihan rasional untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya adalah menangis, mengamuk, atau tertawa. Kadang-kadang dorongan tingkah laku ini dapat ditekan atau dikendalikan, setidaknya untuk sementara waktu. Tuan kan bisa menahan marah kalau penyebab kemarahan itu adalah mertua Tuan. Tetapi kalau terlalu sering menahan marah, satu waktu Tuan bisa meledak karena kesalahan kecil yang dilakukan orang lain. Ada dugaan bahwa tingkah laku agresif dari massa-ganas adalah bentuk pelampiasan dari perasaan tertekan. Secara sendiri- sendiri, tingkah laku ini sebetulnya sudah lama ingin dilakukan, tetapi setiap kali ditekan oleh kesadaran akan akibat agresif yang akan diterima. Keberanian untuk melampiaskan impuls-impuls ini antara lain timbul karena secara tak sadar ada anggapan bahwa dengan bergabung dalam massa tindakan itu ''dapat dibenarkan'' (karena orang-orang lain juga berbuat begitu) atau tidak akan dihukum (kalau semua berbuat tidak akan ada hukuman). ''Tapi kan dalam massa pun selalu ada orang yang memulai sebuah tingkah laku. Apa mereka ini bukan para pemimpin?'' ''Mungkin saja hal itu benar. Massa-ganas memang tidak selalu terbentuk secara kebetulan. Ada cara untuk memperbesar peluang kemunculannya. Menyelenggarakan sebuah kegiatan yang memancing terkumpulnya massa adalah salah satu langkah awal dalam usaha menciptakan terjadinya massa-ganas. Langkah lanjutannya adalah usaha untuk kontrol rasio mereka, misalnya melalui pidato- pidato yang membakar semangat atau melalui ritual-ritual yang meningkatkan ''konformitas''. Dengan memanfaatkan kecenderungan seseorang untuk tunduk pada tuntutan kelompok, seseorang dapat saja disugesti untuk berpikir bahwa kelompoknya menginginkan ia untuk bertindak tertentu. Bila sebagian besar anggota kelompok telah terjebak dalam pola pemikiran seperti ini maka tercetusnya massa hanya tinggal soal waktu saja. ''Mencari pemimpin massa bukanlah tugas yang sederhana. Orang yang secara sadar melakukan sesuatu supaya diikuti orang lain, sebetulnya bukan bagian dari massa itu. Ia sendiri tidak larut ke dalam massa. Ia bukan pemimpin yang mengendalikan massa karena massa tidak bisa dikendalikan. Massa hanya bisa dikobarkan semangatnya dan setelah itu mengganas dengan sendirinya. Mereka yang secara sadar membakar massa biasanya segera menghilang begitu massa mulai mengganas.'' ''Kalau begitu, para penghasut itulah yang harus dianggap sebagai pemimpin massa. Merekalah yang mengatur, merekalah dalangnya,'' sang korban tetap berusaha menemukan penanggung jawab atas kerusakan mobilnya. ''Tuan rupanya terus berusaha menemukan orang yang bisa disalahkan. Tuan mencari dalang, tapi saya lebih berminat penanggung jawabnya. Dan dalang, tidak orang yang paling harus bertanggung jawab,'' sela sang kawan. Lalu ia melanjutkan: ''Mungkin tuah perlu menyadari bahwa para penghasut hanyalah orang-orang yang memanfaatkan situasi. Hasutan semata tidak pernah cukup kuat kalau tidak didukung oleh faktor situasi. Sebaliknya, tanpa hasutan pun kondisi sosial yang membuat anggota masyarakat merasakan banyak tekanan kehidupan sudah cukup untuk menimbulkan ledakan emosi. Tuan kan tidak perlu dihasut untuk memarahi karyawan Tuan? Tapi jika di rumah Tuan banyak jengkel pada istri dan mertua, kemarahan Tuan cuma tinggal soal waktu. Begitu juga unjuk rasa yang terjadi di pabrik Tuan. Kalau karyawan tidak memendam perasaan tertekan, unjuk rasa seperti itu sangat kecil kemungkinannya.'' Komentar terakhir ini membuat sang korban jadi melotot. Ia bertanya tidak percaya: ''Apakah Anda sedang menuduh bahwa saya sendiri yang seharusnya bertanggung jawab terhadap peristiwa unjuk rasa itu?'' ''Entahlah,'' jawab yang ditanya, ''saya bukan hakim. Saya hanya seorang kawan.''
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini