Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menanti datangnya si hitam

Populasi ayam kedu tinggal 3.000-an ekor. Agar ayam cemani lahir, ras ini perlu dimurnikan lewat perkawinan antarkerabat dekat. Ayam ini sering dipakai untuk perlengkapan upacara dan obat sakit.

14 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA serba hitam: bulu-bulunya hitam pekat, kakinya hitam, taji hitam, pial jengger hitam, dan mulutnya pun hitam. Bahkan, kalau badannya dibedah akan ditemui daging serta tulang-belulang warna hitam. Itulah ayam cemani, salah satu variasi paling sensasional yang lahir dari kerabat ayam kedu -- salah satu galur ayam lokal, bukan ras (buras) yang makin langka. Bahwa kerabat unggas unik itu disebut ayam kedu, itu memang berhubungan dengan tempat penangkarannya di Kecamatan Kedu. Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Telah puluhan tahun, kota kecamatan yang berhawa sejuk itu dikenal sebagai tempat hunian yang "eksklusif" bagi ayam kampung berbadan gempal itu. Sayang, menurut survei -- yang dilakukan oleh tiga orang mahasiswa Fakultas Peternakan Unsoed (Universitas Jenderal Soedirman) Purwokerto, Jawa Tengah, akhir tahun lalu -- populasi ras ayam unik ini tinggal tersisa 3.000-an ekor, sebanyak ayam di sebuah peternakan kelas menengah. Kalau populasinya dibiarkan terus menciut. "Ayam kedu ini bisa musnah," kata Heru Budi, salah seorang anggota tim penyurvei. Studi tentang ayam kedu ini dibawa Heru dan kedua koleganya untuk mengikuti lomba karya ilmiah mahasiswa pada peringatan Lustrum IKIP Negeri Semarang. Dalam forum itu, makalah mereka keluar sebagai juara II, tertinggi di antara para peserta lantaran juara I-nya tidak ada. "Ayam kedu merupakan kekayaan yang perlu dijaga," Heru menambahkan. Ciri-ciri ayam kedu mudah dikenali. Badannya kompak, berbentuk ketupat. Paruhnya hitam kuat, pialnya menggelambir besar di bawah "dagu", berwarna merah atau hitam. Jengger tinggi-tebal warna hitam atau merah, bertengger di atas kepala kedu jantan. Tapi, pada betinanya, jengger tak pernah tumbuh besar dan menjuntai. Kedu betina cukup produktif. Mereka, menurut survei mahasiswa Unsoed itu, sanggup menghasilkan telur rata-rata 140 butir setahun. Jika mereka diberi makanan bergizi tinggi, "Telurnya bisa mencapai 174 bitir setahun," tutur Heru Budi. Angka itu terhitung tinggi untuk ukuran ayam kampung. Kedu jantan terkenal dengan dadanya yang membusung. Kendati badannya relatif pendek, temperamen jago kedu itu terkenal panas sehingga mereka sering dibawa ke arena adu ayam. Pada populasi alamiah, perbandingan betina-jantan adalah 6,3 : 1. "Cukup ideal untuk menjamin pembiakannya," kata Tri Haryanto, kolega Heru dalam tim penyurvei tadi. Dari soal warna bulu, ayam kedu ini sangat bervariasi -- ada hitam atau putih polos, merah-putih, hijau kekuningan, dan warna kombinasi lainnya. Tapi, para peternak di Kedu cenderung memelihara yang berbulu hitam saja. Selain harga si hitam itu lebih mahal, "Mereka juga berharap mendapatkan ayam cemani," ujar Tri Haryanto. Caranya: lewat perkawinan inbreed dalam satu galur. Upaya mempertahankan galur kedu itu dilakukan sejak tujuh tahun silam oleh Kelompok Tani Ternah Makukuhan, yang punya 27 anggota. Mereka, seperti dituturkan oleh sang ketua kelompok, Harsoni, 39 tahun, hanya memelihara yang berbulu hitam. Di tangan para peternak ini, ayam kampung hitam itu diberi makanan bergizi tinggi, dan dikurung dalam halaman berpagar bambu rapat yang dibagi menjadi beberapa petak, untuk menghindarkan kawin silang dengan ayam nonkedu. Para penghuni itu oleh Harsono diseleksi ketat. Dari seekor betina yang menetaskan sejumlah anak ayam, misalnya, dipilih anak-anak ayam yang betul-betul mewarisi bakat-bakat khas ras kedu, dan harus berbulu hitam. Seleksi itu, "Dimaksudkan untuk memperoleh bibit-bibit baru yang sepenuhnya galur murni, dan berpotensi besar melahirkan ayam cemani," kata Harsono. Kelahirannya cemani memang dambaan anggota Makukuhan. Seekor cemani berumur satu -- dua tahun, kata Harsono, "Harganya bisa sampai Rp 2,5 juta." Pembelinya, datang dari Surabaya, Semarang, atau Jakarta, Ayam cemani itu sering dipakai untuk perlengkapan upacara. "Dan sering dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit," tambahnya. Sepanjang pengalaman Harsono, ayam serba hitam baru lahir setelah sekurangnya lima generasi perkawinan inbreed di antara sesama kedu hitam. Namun, "Sering pula, ditunggu lima generasi tetap belum muncul juga," tutur Harsono. Kalaupun cemani tak muncul, perkawinan inbreed yang terus-menerus itu bisa menghasilkan ayam yang mendekati cemani: serba hitam, kecuali pada bulunya ada sedikit warna merah. Yang ini pun harganya cukup lumayan, bisa laku Rp 100 - 200 ribu seekor, berumur dua -- tiga bulan. Bagi Drh. Gagak Subroto, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Temanggung, populasi sekitar 3.000 ekor itu belum perlu dirisaukan. Bahkan populasi yang rendah itu bisa menguntungkan para peternak ayam kedu, Jika jumlahnya terlalu banyak, "Harganya malah akan jatuh," ujarnya. Lepas dari soal harga dan angka populasinya, Drs. Nasrudin, M. Sc., pakar unggas dari Fakultas Peternakan UGM, mengkhawatirkan perkawinan inbreed yang terus-menerus itu. Perkawinan antarkeluarga dekat itu, "Menghasilkan keturunan yang lemah, peka terhadap penyakit, dan kemampuan reproduksinya rendah," ujarnya. Kecemasan Nasrudin itu memang masuk akal. Tingkat kematian anak ayam kedua pada umur satu -- dua bulan, menurut survei tiga mahasiswa Unsoed itu, bisa sampai 50%. Cukup tinggi untuk ukuran ayam kampung, yang dipelihara dengan standar "gedongan" seperti ras kedu itu. Slamet Subagyo (Biro Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus