Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menari di Timbunan Sampah

Warga Banjarsari sukses mengatasi persoalan sampah perkotaan.

29 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sore merayapi Kampung Banjarsari, Cilandak, Jakarta Selatan. Seorang pemuda tanggung mengayuh sepeda menyusuri jalanan yang berkelok membelah kampung. Di pelananya tergolek dua kantong plastik. Matanya awas memelototi tiap jengkal jalan. Setiap kali ia menjumpai puntung rokok ataupun plastik bekas permen, tanpa ragu ia akan memungutnya lalu menjejalkannya ke kantong-kantong plastik yang telah disiapkan. Aksi sweeping setiap sore ini membuat jalanan di Banjarsari lecir, nihil sampah.

Di kiri-kanan jalan bertegakan pot-pot tanaman yang tumbuh menghijau. Terletak di pojokan Jalan Fatmawati, Banjarsari tak menyiratkan berada di permukiman padat Ibu Kota. Kendati rumah-rumah berdesak-desakan, di sini pepohonan juga berdiri berjejal-jejal. Sore begini, hampir semua penduduk tumpah ke pinggir-pinggir jalan, menyirami tanaman sambil bertegur sapa.

Banjarsari beruntung punya Harini Bambang. Pada 1985, perempuan yang kini berusia 72 tahun ini mulai menancapkan tanaman obat dalam pot-pot di pekarangan rumahnya. Ia membarenginya dengan pemilahan sampah organik dan non-organik. Sampah organik dicacah dan dipendam untuk dijadikan kompos sebagai media tanam.

Semula aksi Harini bersifat soliter, tapi kemudian menjadi program rukun tetangga (RT). Kebetulan suami Harini terpilih menjadi ketua RT. Pada mulanya memang tak semua warga Banjarsari segendang sepenarian dengan Harini. ”Ngapain sih ngurusin sampah, kayak enggak ada kerjaan lain,” ujar Harini menirukan suara-suara miring di seputar kegiatannya.

Harini bergeming. ”Kalau lingkungan mau bersih, ya, harus dimulai dari rumah tangga,” ujar anak mantri tani ini menyebut filosofi gerakannya. Sesuatu yang dibenarkan pengamat perkotaan Marco Kusumawijaya. Persoalan sampah, katanya, ”Paling baik diselesaikan di dekat sumbernya.”

Lihat saja data di United Nation Education, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO)—badan dunia untuk pendidikan, sains, dan budaya. Disebutkan di situ, 52 persen sampah padat dihasilkan oleh rumah tangga. Setiap harinya, untuk wilayah Jabotabek, dihasilkan 35 ribu meter kubik sampah—cukup untuk menutupi sebuah lapangan sepak bola dengan ketebalan lima meter.

Dari jumlah sebanyak itu, 21.741 meter kubik atau 83 persen di antaranya dikumpulkan dan ditangani oleh pemerintah daerah. Padahal, ”Pemerintah hanya sanggup menyelesaikan persoalan pelayanan sampah,” ujar Marco, ”Belum sampai taraf menyelesaikan persoalan sampah itu sendiri.” Marco menunjuk pengumpulan sampah, yang berakhir di tempat penampungan akhir (TPA).

Mengingat lebih dari separuh sampah disumbang oleh rumah tangga dan 74 persen merupakan bahan organik, UNESCO sampai pada kesimpulan bahwa penanganan sampah di perkotaan akan sukses kalau dilakukan sejak di tingkat rumah tangga. Tak mengherankan kalau UNESCO bungah ketika mengetahui apa yang dilakukan Harini di Banjarsari. Pada 1996, lembaga dunia ini mendaulat Banjarsari sebagai lokasi percontohan pengelolaan sampah di perkotaan. Mereka masuk memberi asistensi proses pengomposan dengan cacing (vermikompos) dan mikroorganisme efektif (EM4), juga pelatihan daur ulang kertas.

Masuknya UNESCO membawa darah dan semangat baru bagi komunitas Banjarsari. Ketika Kalpataru diraih pada 2001, mereka makin bergairah. Pot-pot tanaman tambah semarak menghiasi jalan-jalan di Banjarsari. ”Sejak tahun 1992 sudah terlihat hasilnya,” ujar Susanto, seorang warga Banjarsari. Ia merasakan sendiri berubahnya Banjarsari yang tadinya gersang dan sumuk menjadi ijo royo-royo dan bebas sampah. Tong-tong sampah hadir lebih banyak dan berwarna-warni untuk membedakan mana sampah organik dan non-organik.

Sampah hijau tak lagi dikelola sendiri-sendiri—mengingat banyak rumah tangga yang tak punya lahan sisa. Gerobak sampah rutin mengangkut sampah organik untuk didaur ulang di sebuah lahan milik rukun warga (RW). Sedangkan sampah merah, ”Terpaksa mesti ke luar Banjarsari,” kata Susanto. Sebabnya, Banjarsari belum memiliki alat untuk mendaur ulang sampah non-organik.

Kegiatan yang dipelopori Harini sekarang dilakukan oleh seluruh 390 kepala keluarga di wilayah seluas 1,65 hektare itu. Kader-kader peduli lingkungan terbentuk dari anak-anak hingga para ibu rumah tangga. Para anak muda, lewat karang taruna, juga diberi porsi penting: mendaur ulang kertas. Lumayan, hasilnya bisa dijual untuk aneka rupa kegiatan kepemudaan. Begitu pula kompos made in Banjarsari, bisa dilego rata-rata Rp 1.000 tiap kilonya.

Yang tak kalah laku dijual adalah pot-pot berisi tanaman obat. Harganya dalam pot kecil dipasang Rp 2.000, tarif yang amat murah. Para ibu yang punya keterampilan tangan juga tak mau ketinggalan. Dari mereka, lahirlah aneka tas cantik dan produk kerajinan lain yang berasal dari kantong terigu dan kertas daur ulang.

Sukses mengelola lingkungan itulah yang diharapkan Marco bisa ditularkan ke banyak tempat. ”Biarpun kecil, seperti virus, kalau sudah tertular akan menyebar dengan cepat,” ujarnya bertamsil. Harini paham hal itu, dan ia terus berusaha menyebarkan ”virus”. Pada Kamis pekan lalu, misalnya, ia berbicara dan memperagakan pembuatan kompos di hadapan sekitar seratus anak sekolah se-DKI Jakarta. ”Jangan mengaku cinta tanah air sebelum mencintai lingkungan,” pesan Harini kepada anak-anak yang tekun menyimak.

Agus Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus