Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menghentikan lingkaran setan pestisida

Program pengendalian hama terpadu (PHT) membuktikan bahwa produksi padi bisa ditingkatkan walaupun dosis pestisidanya diturunkan. pht sudah dipraktekkan di 17 provinsi.

23 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI, sebagian petani di Kecamatan Jatisari, Karawang, Jawa Barat menyelenggarakan acara kumpul-kumpul tiap minggu. Bukan untuk arisan atau ngrumpi, tapi demi sarasehan alias belajar. Kebetulan, program belajarnya cukup diselenggarakan di tengah sawah. Toh, lembaga yang unik ini menyandang nama hebat, yaitu Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Sekolah terbuka ini rata-rata diikuti 25 orang petani. Sekali seminggu selama tiga bulan -- mereka berkumpul di sawah dengan bimbingan petugas Pengamat Hama dan Penyakit dan Penyuluh Pertanian Lapangan. Selama lima jam, "Petani diajar menjadi manajer bagi lahannya," kata ketua Tim PHT, Rusl Dilts. Resep utamanya adalah menumbuhkan tanaman yang sehat. Sejak awal sudah dilakukan pemilihan bibit yang baik, pengolahan tanah, pengairan, dan pemupukan sesuai dengan kebutuhan. Bila terjadi serangan hama, kelompok-kelompok kecil petani akan mengamati dan mengumpulkan serangga yang menyerang padinya. Serangga yang terkumpul dalam kantong plastik lalu dihitung dan dianalisa, hingga diputuskan tindakan apa yang harus diambil. Bila hama terlalu banyak, prioritas penanggulangannya adalah memungut telur-telur serangga tersebut, mencabut padi yang terserang penyakit, atau menambah musuh alami si serangga. Jika semuanya sudah tidak mempan, barulah pestisida disemprotkan. Itu pun dipilih pestisida yang spesifik dan kadarnya ditakar secara teliti. Dengan cara belajar seperti ini, PHT bersifat amat dinamis dan amat bergantung pada situasi di lapangan. PHT memang tidak mengharamkan pestisida, tapi tetap dijadikan alternatif terakhir bila terjadi serangan hama. Sistem belajar ini otomatis mengubah posisi petani yang semula hanya menerima instruksi dan paket dari atas, kini menjadi pemegang kendali di sawahnya sendiri. Dan hasilnya tak mengecewakan. Desa Jatisari, yang dulu pernah terserang hama sampai 20 ribu ha per tahun, kini daerah rawan hamanya kurang dari 1.000 ha. Telah menjadi program nasional sejak Juli 1989, PHT sudah dikembangkan oleh para peneliti Indonesia sejak tahun 1970-an. Namun, waktu itu programnya terbatas pada taraf riset. Keterbatasan ini mungkin erat kaitannya dengan promosi gencar yang dilancarkan pabrik-pabrik pestisida. Pestisida berspektrum bunuh yang luas, mulai dipakai pada periode itu juga untuk sepuluh persen sawah yang ditanami bibit unggul. Penggunaan pestisida itulah awal bencana. "Bahan kimia tersebut membunuh hampir semua makhluk hidup, termasuk musuh alami si hama," ujar Peter E. Kenmore, koordinator Program Regional PHT kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Akibat lain: serangan hama sekunder. Contoh hama sekunder ini adalah hama wereng. Petani lalu menggunakan pestisida lebih sering dalam dosis lebih tinggi, hingga muncul hama yang lebih jahat. Lingkaran setan pestisida ini menjerat banyak petani Indonesia, yang terpaksa mengeluarkan biaya besar untuk menyelamatkan padinya. Tahun 1976 misalnya, lebih dari satu juta ton padi musnah akibat hama wereng. Padahal, subsidi pestisida pemerintah lebih dari 128 juta dolar AS. Riset PHT baru diperhatikan ketika wereng cokelat merajalela. Pada tahun 1986, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres yang melarang 57 jenis pestisida. Lalu, diadakan uji coba PHT yang kemudian menjadi program nasional. Program ini berada di bawah pengawasan Bappenas dengan tenaga teknik dari Food and Agricultural Organization (FAO), -- organisasi PBB yang khusus bergerak di bidang pangan dan pertanian. Sampai saat ini, lebih dari 500 Petugas Pengamat Hama dan Penyakit, 1.000 Penyuluh Pertanian Lapangan, dan lebih dari 150 ribu petani di enam enam provinsi di Jawa, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan sudah mempelajari PHT. Akhir tahun lalu, jangkauan operasinya diperlebar ke sebelas provinsi. Untuk semua program ini, USAID sebagai penyandang dana 'hanya' mengeluarkan 17 juta dolar AS. Selain serangan hama menurun, PHT juga memberi keuntungan lain. Dari kebun percobaan, PHT yang mengurangi pemakaian pestisida sampai 90 persen (dari 4,5 kali per musim menjadi 0,5 kali), hasil padi rata-rata meningkat dari 6,1 ton per hektare menjadi 7,6 ton pada areal yang sama. Yang juga penting ialah, pemakaian pestisida berkurang dan biaya pestisida menyusut. Ketika dulu pemakaian pestisida diumbar, petani harus merelakan Rp 7.500 untuk biaya pestisida per satu hektare. Kalau tanpa subsidi, uang yang keluar lebih banyak, yakni Rp 2.200 per hektare. Selain bisa berhemat, dengan PHT kualitas lingkungan juga pasti lebih terjaga. Tak heran bila program yang kini dikembangkan pada tanaman sayur dataran tinggi seperti kubis dan kentang ini, menarik minat negara-negara penghasil beras lain. Utusan dari Thailand, Vietnam, Malaysia, India, dan Cina, kerap berkunjung ke Indonesia untuk menerapkan PHT di negaranya. Ketika maklumat PHT ini disebarluaskan dua minggu lalu, Peter E. Kenmore diwawancarai dua puluh wartawan dari pelbagai negara. Yang pasti tak suka dengan program ini, tentulah pihak industri pestisida. Cepat atau lambat mereka akan kehilangan pangsa pasar. Pembuat paketpaket pertanian yang dulu sangat sibuk, agaknya tak luput dari "operasi antipestisida" ala PHT. Zaman memang telah berubah. Kini, mutu lingkungan harus dinomorsatukan, dan hal ini tidak bisa ditawar-tawar. Diah Purnomowati, Bambang Harymurti, Dwi S. Irawanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus