Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menutup Bhopal Di Cilegon

Setelah terjadi tragedi Bhopal, kini ketua BKPM menarik surat persetujuan tetap (spt) PT Pura Sembada Sarana yang akan membuat pestisida di Cilegon. Untuk mencegah timbulnya peristiwa Bhopal. (ling)

19 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BHOPAL - setelah gas putih MIC membunuh sekitar 2.500 orang awal Desember lalu - masih tetap merupakan kota mati. Puluhan penduduk memang telah kembali setelah 15 ton MIC (Methyl Isocyanate) dijinakkan. Tetapi klinik dan rumah sakit masih dipenuhi penderita akibat bencana industri tersebut. Pabrik seharga US$ 20,83 juta dan 51% disubsidi pemerintah India itu kini bagaikan hantu tak bernyawa. Tidak ada lagi kebisingan dan kesibukan. Pabrik mungkin, untuk seterusnya, ditutup. Tim pengacara dari Amerika Serikat telah mencatat serentetan kelalaian. Antara lain sistem pendingin beberapa bulan terakhir rusak tanpa direparasi. Filter asap yang tingginya sekitar 20 meter, tanpa sebab, ditutup dua minggu sebelum tragedi terjadi. Karena kejadian di Bhopal itulah, ketua BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Ir. Suhartoyo menarik SPT (Surat Persetujuan Tetap) yang telah diberikan kepada PT Pura Sembada Sarana. Perusahaan PMDN yang bekerja sama dengan Union Carbide itu sedianya akan membuat pabrik pestisida yang bahan dan prosesnya sama seperti Bhopal. "Kita memang kurang memperhatikan timbulnya peristiwa seperti di Bhopal," ujar Suhartoyo kepada Sinar Harapan pekan lalu. Kecuali, kata Suhartoyolagi, kalau prosesnya diubah, dari sistem fosgene ke sistem nonfosgene, seperti yang dilakukan Petrosida, Gresik. Sebelumnya, PT Pura Sembada Sarana, yang rencananya akan mendirikan pabrik itu tahun ini di Cilegon, Jawa Barat, telah diperingatkan karena "melakukan beberapa pelanggaran komitmen", kata kepala Humas BKPM, Wardoyo. Pelanggaran tersebut antara lain karena belummelakukan kerja sama teknik dengan perusahaan negara, dalam hal ini Petrokimia. Hal ini dianggap perlu, karena bahan yang akan diproduksi perusahaan tersebut masuk dalam daftar skala prioritas BKPM. dan termasuk produk strategis. Padahal, kesanggupan kerja sama itu telah tertera dalam SPT yang di berikan bulan Mei 1984. Tapi BKPM berpendapat, perusahaan PMDN dengan investasi Rp 15,5 milyar ini sampai Desember lalu tidak menunjukkan kesungguhan mengikuti aturan-aturan yang berlaku itu. Tidak jelas apakah pencabutan SPT Pura Sembada Sarana itu berarti izin pabrik itu batal sama sekali. Tapi dari Departemen Perindustrian kepastian itu tampaknya lebih jelas. "Musibah Bhopal ada pengaruhnya terhadap pencabutan izin pendirian pabrik Union Carbide itu," ucap Ir. Sidharta, Dirjen Industri Kimia Dasar, Departemen Perindustrian. Direktur Pura Sembada Sarana, A. Djalil, mengakui bahwa dari pihaknya memang tengah ada penangguhan pembangunan. Terutama setelah ada peristiwa Bhopal. "Kami merasa waswas," kata Djalil, "jangan-jangan hal itu bisa terjadi di sini." Karenanya, kini sedang dilakukan evaluasi ulang oleh tim Union Carbide, yang bertindak sebagai pendesain instalasi. Pabrik yang tertunda itu, rencananya, mempunyai kapasitas produksi bahan aktif pestisida (senyawa carbamate) 3.600 ton/tahun dari bahan baku MIC sebanyak 1.200 ton yang dipergunakan. Bisnis bahan kimia aktif ini tampaknya punya prospek yang menguntungkan. Sebab, ia sebagai bahan baku pestisida yang selama ini terasa selalu kurang. Menurut catatan Departemen Perindustrian, Indonesia mengimpor bahan kimia aktif 10.200 ton untuk tahun 1983/1984. Tahun berikutnya, dari kebutuhan 11.200 ton, Petrosida satu-satunya pabrik bahan kimia aktif yang telah berproduksi - cuma bisa memproduksi 1.000 ton. Kebutuhan ini dari tahun ke tahun meningkat dan proyeksi produksi dalam negeri juga diperkirakan akan meningkat. Misalnya perkiraan tahun 1987/ 1988, produksi nyata bahan kimia aktif diperkirakan mencapai l.40 ton secangkan kebutuhan tetap lebih tinggi, yaitu 14.934 ton. MENURUT Ir. Sidharta, perusahaan multinasional yang memproduksi bahan kimia aktif ini banyak yang mencoba membujuk Indonesia (dan Dunia Ketiga lainnya) agar membeli hasil produksi atau mau memakai alih teknologi mereka. Sampai kini, dominasi dan monopoli negara penghasil bahan kimia aktif (AS, Jerman Barat, Prancis, Korea Selatan, dan Jepang) juga menguasai harga pasar. Misalnya bahan kimia aktif diazinon harganya US$ 11.500 setiap ton kalau impor. Kalkulasi harga turun sampai US$ 6.500 kalau kita memproduksinya sendiri. Karena itu, bisa dimengerti mengapa Indonesia juga mulai memproduksi sendiri bahan-bahan tersebut. Oleh sebab itu, sektor Kimia Dasar memang menyedot investasi terbesar di bidang industri yang berada di bawah Departemen Perindustrian. Dalam tahun 1979-1983, investasi untuk industri Kimia Dasar mencapai Rp 8,3 trilyun. Sementara itu, sektor Aneka Industri Rp 6,1 trilyun dan sektor Logam Dasar Rp 5,6 trilyun. Industri Kimia Dasar memang meningkat. Sampai tahun 1982/1983, bahan aktif pestisida masih harus diimpor. Tahun berikutnya, sudah ada tujuh proyek yang telah memperoleh SPT dari BKPM. Satu-satunya yang telah berproduksi ialah Petrosida di Gresik itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus