Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Drama satu babak itu muncul nun di sudut hutan Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Dalam gelap, seekor harimau melangkah. Matanya menyala-nyala. Tak jauh dari sang raja rimba, sebuah kamera mendeteksi gerakannya. Tiba-tiba, lampu kilat menyala. Kilatan itu memancing amarah sang macan. Sejurus kemudian dia mengendap-endap mendekati kamera dan membungkukkan badan siap menyerang. Plak! Kakinya menyambar kamera itu dan diikuti dengan sebuah gigitan mematikan. Ketika giginya beradu dengan badan kamera, harimau itu baru sadar bahwa yang ia hadapi bukanlah mangsa. Ia pun menghilang di kegelapan hutan.
Serangan terhadap kamera itu adalah serangan bersejarah bagi Taman Nasional Tesso Nilo. Soalnya, selama ini taman nasional itu miskin data tentang harimau di kawasannya. Rekaman kamera jejak yang terjadi Februari lalu itu bisa menjadi bukti bahwa Tesso Nilo yang selama ini dikenal sebagai tempat konservasi gajah, ternyata juga habitat buat harimau. "Senang juga kamera yang kami pasang (ternyata) bisa memotret harimau," kata Sunarto dari World Wild Fund for Nature (WWF) Tiger Project Riau.
Sejak Desember lalu, WWF Indonesia memang punya hajat besar di kawasan yang disebut-sebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai hutan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia itu?lebih tinggi ketimbang Gunung Leuser di Aceh atau hutan Amazon. Di taman nasional seluas 38.576 hektare itu mereka memasang 38 kamera. WWF juga memasang kamera di hutan di sekitarnya, seperti di hutan lindung Bukit Betabuh (13 kamera), dan di suaka marga satwa Bukit Rimbang Baling (5 kamera). Dengan 56 kamera itu, Sunarto dan kawan-kawan sedang meneliti jumlah dan daerah jelajah harimau yang kini hidupnya semakin susah karena dipepet pemburu dan pembukaan lahan baru kebun sawit itu.
Sejak dilakukan pemasangan akhir Desember 2004, menurut Sunarto, sudah tiga harimau yang dapat diambil gambarnya. "Tapi yang menyerang kamera ini rupanya suka mejeng," kata Sunarto yang sudah 10 tahun menghabiskan hidupnya untuk meneliti satwa sangar ini. Kamera, menurut cerita Sunarto, dipasang di jalan setapak yang dilalui penduduk untuk mencari kayu bakar di hutan. "Biasanya, jalan ini juga menjadi favorit binatang," katanya. Tapi ternyata tiga kamera yang masing-masing berharga US$ 250 atau sekitar Rp 2,3 juta hilang. "Yang kita sayangkan bukan kameranya, tapi gambar yang mungkin didapatkan kamera. Itu jauh lebih mahal," demikian ia menambahkan.
Kehidupan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)?satu dari lima jenis harimau di dunia yang tersisa?memang sudah lama dicemaskan para pencinta lingkungan. Lembaga konservasi alam World Conservation Union bahkan memasukkan satwa ini sebagai hewan yang terancam punah pada urutan tertinggi. Hilangnya habitat dan hewan buruan menjadi ancaman utama spesies ini. Diperkirakan saat ini jumlah mereka hanya tinggal 400 ekor dengan angka maksimal 500 ekor saja. Jumlah itu cukup mencemaskan karena kurang dari 10 persen populasi harimau dunia yang kini jumlahnya mencapai 6.000-7.500 ekor.
Dua subspesies harimau Indonesia lainnya, harimau Jawa (Panthera tigris mondaica) telah lama punah, yakni sejak 1980-an. Bahkan harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah lebih dulu menghilang sejak 1940-an. Lima spesies lainnya tersebar terutama di kawasan Asia dan India. Harimau Bengal (India), Indocina, Siberia, dan Cina Selatan. Sedangkan satu subspesies lainnya, harimau Kaspia, sudah punah pada 1970-an (lihat infografik).
Di Sumatera, harimau-harimau itu tinggal bertahan di Taman Nasional Gunung Leuser (Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara), Kerinci Seblat (Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan), Bukit Tigapuluh dan Tesso Nilo (Riau), Berbak (Jambi), Bukit Barisan Selatan (Lampung dan Bengkulu), Way Kambas (Lampung), Cagar Alam Kerumutan, dan Cagar Alam Rimbang. "Tapi kalau pembunuhan dan perkembangan kawasan tetap seperti ini, harimau Sumatera bisa punah," kata Nazir Foead, Species Conservation Program Director WWF Indonesia.
Harimau endemik yang hanya ada di Pulau Sumatera ini jantannya memiliki panjang 2,20-2,55 meter dan berat 100-140 kilogram sedangkan yang betina panjangnya 2,15-2,30 meter, berat 75-110 kilogram. Hewan dengan tinggi badan mencapai 60 sentimeter ini memiliki bulu berwarna kuning tua dan hitam, lebih gelap dibandingkan harimau lain. Biasanya berkelompok 4-5 dewasa dengan areal jelajah 100 kilometer persegi.
Akankah harimau Sumatera menyusul kepunahan seperti dua saudaranya yang lain? Mungkin saja. Nazir Foead mengatakan semua itu lantaran masih banyaknya perburuan yang dipicu oleh meningkatnya permintaan bagian tubuh harimau untuk digunakan sebagai obat, jimat, kenang-kenangan, dan pajangan. Dalam laporan WWF bersama jaringan pengawas satwa liar, Traffic, yang berjudul Nowhere To Hide: The Trade In Sumatran Tigers, disebutkan masih ditemukan produk-produk dari harimau Sumatera di 17 dari 24 kota Indonesia yang mereka kunjungi. Sekitar 20 persen dari 453 toko yang diselidiki ternyata menjual bagian tubuh harimau, seperti gigi, kuku dan kulit, secara terang-terangan.
Laporan ini juga menyebutkan setidaknya 68 harimau Sumatera telah dijerat selama periode 1998 hingga 2002. Perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera meluas hingga Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Jepang, Malaysia, dan Cina. Maklum saja, di pasar Asia, kulit harimau bisa laku dengan harga US$ 15 ribu atau sekitar Rp 139,5 juta. Di Vietnam, tulang belulangnya yang dipercaya bisa menjadi obat meningkatkan gairah seks, bisa mencapai harga Rp 200 juta.
Karena itulah WWF berharap empat hutan yang berdekatan, yakni Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh, Rimbang Baling, dan Bukit Betabuh bisa menjadi benteng buat harimau. Mereka sedang mengupayakan agar keempat hutan ini memiliki koridor penyambung sebagai tempat perlintasan harimau. Koridor ini berupa hutan lindung yang tersisa. "Tiga syarat habitat yang baik adalah tersedianya makanan, air, dan daerah," kata Nazir. Pemasangan kamera itu juga sebagai bagian untuk meneliti daerah lintasan harimau.
Rencana ini didukung Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Menurut Widodo Sukohadi Ramono, Di-rektur Konservasi Keanekaragaman Hayati, konservasi harimau memang membutuhkan kawasan yang luas. Seekor harimau jantan dengan tiga atau empat betina membutuhkan wilayah jelajah sekitar 25 kilometer persegi atau 2.500 hektare. Peningkatan kemampuan hidup yang sangat tergantung cukup tidaknya jangkauan untuk satu jenis biodiversitas bermigrasi, berinteraksi, dan menghadapi rintangan. "Kalaupun populasinya cukup tapi kawasannya kecil, ya nggak bakalan survive juga," kata Widodo.
Bukit Rimbang Baling, misalnya, memiliki luas 60 ribu hektare. Kalau dibagi 2.500 hektare paling banyak bisa ditempati 24 kelompok harimau. "Kondisi seperti ini tidak bagus karena akan terjadi inses (perkawinan sedarah) sehingga bisa punah," kata Nazir. "Kita berharap empat daerah ini terhubung sehingga harimau berinteraksi dengan harimau daerah lain. Ini akan menjamin kelestarian harimau. Kita buktikan dengan adanya foto harimau ini."
Raju Febrian
Mereka yang Tersisa
Harimau Siberia (Panthera tigris altaica) Jumlah: 360-406 Lokasi: Disebut juga harimau Amur, Manchuria, atau North China tiger, banyak ditemukan di bagian timur Rusia.
Harimau Kaspia (Panthera tigris virgata) Harimau yang dikenal juga dengan nama Persian tiger ini punah pada tahun 1960-an, ditemukan di daerah Afganistan, Iran, Irak, Pakistan, bekas Uni Soviet, dan Turki.
Harimau Bengal (Panthera tigris tigris) Jumlah: 3.159-4.715 Lokasi: Bangladesh, Bhutan, Cina, India, dan Nepal.
Harimau Indocina (Panthera tigris corbetti) Jumlah: 1.227-1.785 Lokasi: Kamboja, Cina, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Jumlah: 20-30 Lokasi: Disebut juga Amoy tiger atau Xiamen tiger, ditemukan di sebelah selatan Cina.
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Diperkirakan berjumlah 400-500, tersebar di Taman Nasional
- Gunung Leuser,
- Kerinci Seblat,
- Bukit Tiga Puluh,
- Berbak,
- Bukit Barisan Selatan,
- Way Kambas
- Cagar Alam Rimbang,
- Cagar Alam Kerumutan dan beberapa lokasi di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.
Harimau jantan panjangnya 2,20-2,55 meter, berbobot 100-140 kilogram. Betina panjangnya 2,15-2,30 meter, dengan bobot 75-110 kilogram. Tinggi badan: mencapai 60 sentimeter Warna bulu: kuning tua, hitam, dan lebih gelap.
Harimau Jawa (Panthera tigris mondaica) Sudah punah pada awal 1980-an. Terakhir kali terlihat di Taman Nasional Meru Betiri pada 1976. Harimau jantan panjangnya 2,48 meter dengan berat 100-141 kilogram, sedangkan betina sekitar 2 meter berat 75-115 kilogram.
Harimau Bali (Panthera tigris balica) Sudah punah pada 1940-an. Terakhir kali harimau jenis ini terekam di Sumbar Kima, Bali Barat, 27 September 1937.
Klasifikasi Ilmiah: Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Class: Mammalia Order: Carnivora Family: Felidae Genus: Panthernae Species: Panthera tigris
Penyebab kepunahan:
- Habitat yang menyempit, mangsa yang berkurang. ?Pertambahan penduduk, sementara hutan terus menyusut. Padahal hutan sangat penting bagi harimau,? kata Widodo Sukohadi Ramono, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan.
- Seekor harimau jantan membutuhkan areal 25 kilometer persegi atau 2.500 hektare. ?Sempitnya kawasan membuat mereka kawin inses (sedarah), yang bisa membuat punah,? kata Nazir Foead, Species Conservation Program Director WWF Indonesia.
- Perburuan. Selain perburuan komersial, berkurangnya kawasan dan mangsa membuat harimau keluar dari habitatnya sehingga dibunuh.
- Harimau hanya kawin setahun sekali dengan rentang hidup 10-15 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo