SETELAH 7 tahun tertunda lapangan terbang internasional Tokyo
yang baru di kota Narita akan diresmikan 30 Maret ini. Dari
Jepang I Ketut Surajaya, untuk TEMPO menuliskan laporan di
seputar proyek mercusuar yang sudah lama diprotes penduduk,
mahasiswa dan politisi kiri di sana
PUNCAK acara pembukaan New Tokyo International Airport (NTIA)
Kamis ini, berlangsung dengan sederhana saja. Pagi-pagi,
didahului dengan upacara agama Shinto. Siang harinya, 80 orang
diundang menghadiri resepsi makan siang. Dari Kabinet Fukuda
mungkin akan hadir Menteri Perhubungan Kenji Fukunaga. Keluarga
Kaisar sudah mengadakan upacara selamatan sendiri, 26 Maret
sebelumnya.
Upacara peresmian yang sederhana itu sungguh kontras dengan
persiapan yang telah dilakukan, di tengah-tengah gelombang
protes masyarakat.
2 Maret sebelumnya, 18 kereta tanki bermuatan 900 kilo liter
bahan bakar mulai menggelinding di atas rel kereta api dari
pelabuhan Kashima ke bandar udara Narita. Jalan kereta api itu
bukanlah yang mula-mula direncanakan untuk mensuplai sekitar
4000 kilo liter bahan bakar kapal terbang yang dibutuhkan
Narita tiap hari. Semula, direncanakan menyalurkan bahan bakar
itu dengan pipa minyak dari pelabuhan Chiba ke Narita. Tapi
penduduk pre fektur Chiba memprotes keras. "Bahar bakar yang
mengalir melintasi kota merupakan sumber bahaya yang tak
terduga-duga," begiu alasan mereka. Terpaksalah rute minyak itu
dialihkan lewat jalan kereta api dari pelabuhan Kashima di
prefektur Ibaraki, 70 km sebelah timur laut Narita.
Guna menghindari bahaya sabotase, 100 anggota Polisi Anti
Huru-Hara (PHII) dikerahkan mengawal kereta api. Tak kurang dari
1600 orang di prefektur Ibaraki dari 6000 polisi di prefektur
Chiba ikut menjaga kemungkinan kerusuhan. Beberapa helikopter
polisi Metropolitan Tokyo, berpusing-pusing mengawasi dari
udara. Bahkan kapal motor Angkatan Bela Diri Maritim Jepang
mengawasi dari pantai.
Uang Rakyat Hilang
Ternyata, para penentang tak mengganggu iring-iringan kereta
tangki itu. Mereka malah mengadakan Appel Kebulatan Tekad di
Taman Sanrizuka, dihadiri kurang lebih 4000 petani, mahasiswa,
golongan radikal serta partai-partai oposisi. Tuntutan mereka:
"Batalkan pembukaan NTIA," dan "620 milyar Yen uang rakyat,
hilang tanpa guna."
Ada kemungkinan, peresmian lapangan terbang itu akan tetap
diganggu. Sehab menurut rencana, para penentang akan mengadakan
pawai besar-besaran dari 26 Maret sampai 2 April. Berapa lama
oposisi itu akan terus berlarut-larut, belum dapat dipastikan.
Lapangan terbang seluas 1615 Ha itu memang satu proyek raksasa.
Luasnya saja, dua kali luas lapangan terbang Haneda di Tokyo
kini. Ada tiga landasan terbang (runway): landasan A yang
panjangnya 4000 meter, landasan B 2500 meter dan landasan C
3200 meter. Landasan A dilengkapi menara pengawas setinggi 60
meter. Bangunan terminalnya mampu menampung 5,4 juta orang
setahun. terdiri dari 6 tingkat-4 tingkat di atas tanah-, dan 2
di bawah. Selain bangunan terminal itu, ada tanki-tanki raksasa
penyimpan bahan'bakar, serta hangar-hangar tempat memperbaiki
pesawat.
Kompleks landasan A ini selesai persis 5 tahun silam, menelan
biaya 240 milyar Yen. Sebenarnya, menurut rencana Badan
Pelaksana Pembangunan NTIA yang dibentuk Kabinet Sato 30 Juli
1966, landasan A, B dan C ini sudah harus siap
selambat-lambatnya April 1971 Tapi karena oposisi keras--dan tak
jarang, berdarah --tertunda begitu lama. Mengapa mereka begitu
gigih menentang?
Oposisi pertama datangnya dari para petani yang terampas
tanahnya untuk bandar udara itu. Tanah itu berstatus Hak milik
para petani di prefektur Chiba bahkan kebanyakan merupakan tanah
warisan nenek moyang yang subur untuk pertanian. Walaupun ada
ganti rugi tak kurang dari 1000 (bekas) petani itu pun mulai
melancarkan protesnya ke alamat pemerintah.
Pengecer
Pelopor para petani, Tomura Ishaku, 63 tahun, sesungguhnya bukan
seorang petani. Ia pengecer alat-alat pertanian di Narita, yang
merasa dirugikan usahanya. Tapi kendati ada 'dalang'nya,
argumentasi para petani ada nalarnya juga.
Mereka beranggapan, tak pantas Jepang memiliki lapangan terbang
yang begitu luas. Soalnya, Jepang sendiri sangat sempit
tanahnya. Sebagian besar terdiri dari bukit dan gunung,
sementara jumlah penduduk kian hari semakin padat. Sekarang,
penduduk Jepang sudah sekitar 110 juta. Jadi kalau tanah
pertanian terus digerogoti untuk lapangan terbang, perluasan
kota, industri dan lain-lain, bagaimana masa depan pertanian di
Jepang?
Mahasiswa radikal muncul mendukung protes petani. Mahasiswa yang
juga didukung cendekiawan progresif berpendapat: Pemerintah
Jepang harus memberikan prioritas kepada kebutuhan sebagian
besar rakyat Jepang. Bukan kepada proyek "mercu suar" yang hanya
dinikmati segelintir orang (Jepang) kaya dan orang asing. Adonan
politik ini masih diperkaya dengan dukungan Partai Sosialis dan
Partal Komunis Jepang, yang cemas bahwa Narita akan digunakan
untuk kepentingan militer. Sampai sekarang masalah masa depan
militer Jepang - sampai sekarang masih disebut .Japan
Self-Defence larce memang masih jadi bahan perdebatan
sengit.
Namun di balik masalah politis tersebut, tersembul pula
kekhawatiran para penentang terhadap gangguan lingkungan.
Seperti pencemaran atmosfir, bising, dan juga efek-efek sosial.
Setelah protes lisan sudah tak mempan, di bulan Mei 1971 para
penentang membangun menara besi tandingan setinggi 31 meter di
selatan ladasan. Sepuluh bulan kemudian menara tandingan kedua
setinggi 62 meter menyusul, didirikan hanya 760 meter dari batas
runway. Kedua menara tandingan inilah menjadi pusat bentrokan
fisik antara para penentang Narita dengn PHH. Bom pembakar, dan
molotov, batu dan pentung bambu dari para petani dan mahasiswa
baku adu dengan bom gas air mata yang digunakan polisi. Sejak
meletusnya bentrokan fisik pertama hingga sekarang,sudah 5
nyawa melayang--4 orang di antaranya dari pihak polisi.
Bentrokan paling hebat terjadi April 1977. Ada 5000 anggota PHH
yang berhadapan dengan 23 ribu penentang. 6 Mei, 6000 polisi
akhirnya berhasil merubuhkan menara tandingan itu. Waktu itu
hanya 21 mahasiswa dan petani Narita yang menjaga menara, sebab
kebanyakan mahasiswa sedang menikmati liburan 'Pekan Emas' Tapi
hari Minggu berikutnya, bentrokan hebat terulang lagi sehingga
400 orang dari kedua belah pihak mengalami luka berat dan
ringan.
Sesudah itu, perlawanan hanya berwujud selebaran, pidato, rapat
umum dan pawai, yang tujuannya satu: menggagalkan rencana
pembukaan lapangan terbang raksasa itu. Namun pemerintah Fukuda
juga tak kalah ngototnya: jalan terus.
Begitu 'menara. perlawanan' para oposan itu sudah ditumbangkan,
keesokan harinya pilot-pilot JAL dan JAA (Japan Asia Airlines)
mulai mengadakan penerbangan percobaan. Sabtu itu, para
penentang masih juga berusaha menggagalkan pendaratan pesawat YS
11 dengan membangun menara kayu. Tapi pada jam 12.23 siang
pesawat YS 11 itu tetap berhasil juga mendarat. Percobaan
penerbangan itu sejak akhir Desember 1977 ditingkatkan lagi
dengan pesawat Jumbo Jet jenis Boeing 747 dan DC 8.
Untuk mengambil hati penduduk, 923 rumah di sekitar lapangan
terbang ditawarkan untuk dilengkapi alat peredam suara, supaya
kuping penduduk tak terganggu bising pesawat terbang. Namun
fasilitas itu hanya disediakan buat dua ruangan di tiap rumah,
dan baru akan dipasang setelah lapangan terbang Narita dibuka
dan digunakan secara efektif. Akibatnya, 314 kepala keluarga
menolak rencana Badan Pelaksana Pembanunan NTIA itu. Walaupun
akan disediakan dana 6 juta Yen tiap rumah untuk pemasargan
peredam suara itu.
Memang bisa dibayangkan kebisingan yang akan menghantui
masyarakat sekitar lapangan terbang. Kalau Haneda dapat
disamakan dengan Chicago .Di mana 1100 pesawat naik-turun tiap
tahun, maka di Narita nantinya boleh jadi 2200 pesawat
naik-turun tiap tahun. Atau 5 sampai 6 pesawat sehari, yang
rata-rata cukup bising karena terglong pesawat sub-sonic (di
bawah kecepatan suara) ukuran Jumbo Jet. Tapi memang itulah
problem di setiap lapangan terbang: para awak pesawat dan
penumpang, tak merasakan gangguan kuping itu. Tapi awak lapangan
dan masyarakat sekitar lapangan paling menderita.
Menyadari berbagai alasan dan gaya protes para penentang itulah,
lapangan terbang Narita akhirnya diresmikan, tanpa genderang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini