Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Narita, setelah 7 tahun tertunda

Lapangan terbang internasional tokyo di kota narita diresmikan tgl 30 maret 1978. dulu proyek ini di protes penduduk, mahasiswa & politisi kiri. karena itu upacara peresmian diadakan dengan sederhana.(ling)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH 7 tahun tertunda lapangan terbang internasional Tokyo yang baru di kota Narita akan diresmikan 30 Maret ini. Dari Jepang I Ketut Surajaya, untuk TEMPO menuliskan laporan di seputar proyek mercusuar yang sudah lama diprotes penduduk, mahasiswa dan politisi kiri di sana PUNCAK acara pembukaan New Tokyo International Airport (NTIA) Kamis ini, berlangsung dengan sederhana saja. Pagi-pagi, didahului dengan upacara agama Shinto. Siang harinya, 80 orang diundang menghadiri resepsi makan siang. Dari Kabinet Fukuda mungkin akan hadir Menteri Perhubungan Kenji Fukunaga. Keluarga Kaisar sudah mengadakan upacara selamatan sendiri, 26 Maret sebelumnya. Upacara peresmian yang sederhana itu sungguh kontras dengan persiapan yang telah dilakukan, di tengah-tengah gelombang protes masyarakat. 2 Maret sebelumnya, 18 kereta tanki bermuatan 900 kilo liter bahan bakar mulai menggelinding di atas rel kereta api dari pelabuhan Kashima ke bandar udara Narita. Jalan kereta api itu bukanlah yang mula-mula direncanakan untuk mensuplai sekitar 4000 kilo liter bahan bakar kapal terbang yang dibutuhkan Narita tiap hari. Semula, direncanakan menyalurkan bahan bakar itu dengan pipa minyak dari pelabuhan Chiba ke Narita. Tapi penduduk pre fektur Chiba memprotes keras. "Bahar bakar yang mengalir melintasi kota merupakan sumber bahaya yang tak terduga-duga," begiu alasan mereka. Terpaksalah rute minyak itu dialihkan lewat jalan kereta api dari pelabuhan Kashima di prefektur Ibaraki, 70 km sebelah timur laut Narita. Guna menghindari bahaya sabotase, 100 anggota Polisi Anti Huru-Hara (PHII) dikerahkan mengawal kereta api. Tak kurang dari 1600 orang di prefektur Ibaraki dari 6000 polisi di prefektur Chiba ikut menjaga kemungkinan kerusuhan. Beberapa helikopter polisi Metropolitan Tokyo, berpusing-pusing mengawasi dari udara. Bahkan kapal motor Angkatan Bela Diri Maritim Jepang mengawasi dari pantai. Uang Rakyat Hilang Ternyata, para penentang tak mengganggu iring-iringan kereta tangki itu. Mereka malah mengadakan Appel Kebulatan Tekad di Taman Sanrizuka, dihadiri kurang lebih 4000 petani, mahasiswa, golongan radikal serta partai-partai oposisi. Tuntutan mereka: "Batalkan pembukaan NTIA," dan "620 milyar Yen uang rakyat, hilang tanpa guna." Ada kemungkinan, peresmian lapangan terbang itu akan tetap diganggu. Sehab menurut rencana, para penentang akan mengadakan pawai besar-besaran dari 26 Maret sampai 2 April. Berapa lama oposisi itu akan terus berlarut-larut, belum dapat dipastikan. Lapangan terbang seluas 1615 Ha itu memang satu proyek raksasa. Luasnya saja, dua kali luas lapangan terbang Haneda di Tokyo kini. Ada tiga landasan terbang (runway): landasan A yang panjangnya 4000 meter, landasan B 2500 meter dan landasan C 3200 meter. Landasan A dilengkapi menara pengawas setinggi 60 meter. Bangunan terminalnya mampu menampung 5,4 juta orang setahun. terdiri dari 6 tingkat-4 tingkat di atas tanah-, dan 2 di bawah. Selain bangunan terminal itu, ada tanki-tanki raksasa penyimpan bahan'bakar, serta hangar-hangar tempat memperbaiki pesawat. Kompleks landasan A ini selesai persis 5 tahun silam, menelan biaya 240 milyar Yen. Sebenarnya, menurut rencana Badan Pelaksana Pembangunan NTIA yang dibentuk Kabinet Sato 30 Juli 1966, landasan A, B dan C ini sudah harus siap selambat-lambatnya April 1971 Tapi karena oposisi keras--dan tak jarang, berdarah --tertunda begitu lama. Mengapa mereka begitu gigih menentang? Oposisi pertama datangnya dari para petani yang terampas tanahnya untuk bandar udara itu. Tanah itu berstatus Hak milik para petani di prefektur Chiba bahkan kebanyakan merupakan tanah warisan nenek moyang yang subur untuk pertanian. Walaupun ada ganti rugi tak kurang dari 1000 (bekas) petani itu pun mulai melancarkan protesnya ke alamat pemerintah. Pengecer Pelopor para petani, Tomura Ishaku, 63 tahun, sesungguhnya bukan seorang petani. Ia pengecer alat-alat pertanian di Narita, yang merasa dirugikan usahanya. Tapi kendati ada 'dalang'nya, argumentasi para petani ada nalarnya juga. Mereka beranggapan, tak pantas Jepang memiliki lapangan terbang yang begitu luas. Soalnya, Jepang sendiri sangat sempit tanahnya. Sebagian besar terdiri dari bukit dan gunung, sementara jumlah penduduk kian hari semakin padat. Sekarang, penduduk Jepang sudah sekitar 110 juta. Jadi kalau tanah pertanian terus digerogoti untuk lapangan terbang, perluasan kota, industri dan lain-lain, bagaimana masa depan pertanian di Jepang? Mahasiswa radikal muncul mendukung protes petani. Mahasiswa yang juga didukung cendekiawan progresif berpendapat: Pemerintah Jepang harus memberikan prioritas kepada kebutuhan sebagian besar rakyat Jepang. Bukan kepada proyek "mercu suar" yang hanya dinikmati segelintir orang (Jepang) kaya dan orang asing. Adonan politik ini masih diperkaya dengan dukungan Partai Sosialis dan Partal Komunis Jepang, yang cemas bahwa Narita akan digunakan untuk kepentingan militer. Sampai sekarang masalah masa depan militer Jepang - sampai sekarang masih disebut .Japan Self-Defence larce memang masih jadi bahan perdebatan sengit. Namun di balik masalah politis tersebut, tersembul pula kekhawatiran para penentang terhadap gangguan lingkungan. Seperti pencemaran atmosfir, bising, dan juga efek-efek sosial. Setelah protes lisan sudah tak mempan, di bulan Mei 1971 para penentang membangun menara besi tandingan setinggi 31 meter di selatan ladasan. Sepuluh bulan kemudian menara tandingan kedua setinggi 62 meter menyusul, didirikan hanya 760 meter dari batas runway. Kedua menara tandingan inilah menjadi pusat bentrokan fisik antara para penentang Narita dengn PHH. Bom pembakar, dan molotov, batu dan pentung bambu dari para petani dan mahasiswa baku adu dengan bom gas air mata yang digunakan polisi. Sejak meletusnya bentrokan fisik pertama hingga sekarang,sudah 5 nyawa melayang--4 orang di antaranya dari pihak polisi. Bentrokan paling hebat terjadi April 1977. Ada 5000 anggota PHH yang berhadapan dengan 23 ribu penentang. 6 Mei, 6000 polisi akhirnya berhasil merubuhkan menara tandingan itu. Waktu itu hanya 21 mahasiswa dan petani Narita yang menjaga menara, sebab kebanyakan mahasiswa sedang menikmati liburan 'Pekan Emas' Tapi hari Minggu berikutnya, bentrokan hebat terulang lagi sehingga 400 orang dari kedua belah pihak mengalami luka berat dan ringan. Sesudah itu, perlawanan hanya berwujud selebaran, pidato, rapat umum dan pawai, yang tujuannya satu: menggagalkan rencana pembukaan lapangan terbang raksasa itu. Namun pemerintah Fukuda juga tak kalah ngototnya: jalan terus. Begitu 'menara. perlawanan' para oposan itu sudah ditumbangkan, keesokan harinya pilot-pilot JAL dan JAA (Japan Asia Airlines) mulai mengadakan penerbangan percobaan. Sabtu itu, para penentang masih juga berusaha menggagalkan pendaratan pesawat YS 11 dengan membangun menara kayu. Tapi pada jam 12.23 siang pesawat YS 11 itu tetap berhasil juga mendarat. Percobaan penerbangan itu sejak akhir Desember 1977 ditingkatkan lagi dengan pesawat Jumbo Jet jenis Boeing 747 dan DC 8. Untuk mengambil hati penduduk, 923 rumah di sekitar lapangan terbang ditawarkan untuk dilengkapi alat peredam suara, supaya kuping penduduk tak terganggu bising pesawat terbang. Namun fasilitas itu hanya disediakan buat dua ruangan di tiap rumah, dan baru akan dipasang setelah lapangan terbang Narita dibuka dan digunakan secara efektif. Akibatnya, 314 kepala keluarga menolak rencana Badan Pelaksana Pembanunan NTIA itu. Walaupun akan disediakan dana 6 juta Yen tiap rumah untuk pemasargan peredam suara itu. Memang bisa dibayangkan kebisingan yang akan menghantui masyarakat sekitar lapangan terbang. Kalau Haneda dapat disamakan dengan Chicago .Di mana 1100 pesawat naik-turun tiap tahun, maka di Narita nantinya boleh jadi 2200 pesawat naik-turun tiap tahun. Atau 5 sampai 6 pesawat sehari, yang rata-rata cukup bising karena terglong pesawat sub-sonic (di bawah kecepatan suara) ukuran Jumbo Jet. Tapi memang itulah problem di setiap lapangan terbang: para awak pesawat dan penumpang, tak merasakan gangguan kuping itu. Tapi awak lapangan dan masyarakat sekitar lapangan paling menderita. Menyadari berbagai alasan dan gaya protes para penentang itulah, lapangan terbang Narita akhirnya diresmikan, tanpa genderang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus