Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ujung Tombak Ekonomi Sirkular

Sampah kemasan menyumbang porsi besar terhadap volume sampah, tapi baru sebagian kecil yang terkelola. Pintu masuk pengelolaannya bisa lewat bank sampah, yang jumlahnya 12 ribu.

7 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aneka mesin pendaur ulang sampah dan penyuling air memenuhi Exhibition Hall B Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, pada Kamis, 6 Oktober 2022. Pameran tersebut merupakan bagian dari The 5th Indonesia Circular Economy Forum (ICEF) 2022. Terletak di ruang paling belakang, Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) mengadakan talkshow bertajuk "Circularity in Action: Peran IPRO dalam Mendorong Ekonomi Sirkular Kemasan Bekas Pakai".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IPRO merupakan organisasi non-profit yang berfokus pada peningkatan pengumpulan dan daur ulang kemasan. Lembaga independen ini didirikan pada 2020 untuk memajukan ekonomi sirkular di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data The National Plastic Action Partnership (NPAP) pada 2021 menyebutkan Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik per tahun. Sebanyak 4,9 juta ton di antaranya tidak terkelola dengan baik. Sementara itu, hanya 39 persen sampah yang terkumpul. Sisanya, 61 persen, bocor dan tersebar ke lingkungan. "Pengurangan sampah baru 16 persen," kata Ujang Solihin, Kepala Sub-Direktorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam sambutan diskusi tersebut.

Ujang mengatakan pemerintah optimistis bisa menangani sampah dengan konsep ekonomi sirkular. Syaratnya, penanganan sampah dilakukan dengan kolaborasi. Tahap awal dari daur ulang itu adalah pengumpulan. Menurut dia, IPRO bisa menjadi model penarikan dan penanganan sampah kemasan.

"Sampah plastik bukan untuk dimusuhi," ujar Zul Martini Indrawati, General Manager IPRO, kepada Tempo. "Plastik lebih efisien dan efektif asalkan tahu cara penggunaan dan pemilahannya sehingga dapat diubah menjadi memiliki value."

Martini mengatakan semua akan lebih mudah jika menggunakan plastik sekali pakai. "Kalau sekali pakai, kan produsen enggak harus bolak-balik nganter produknya," ujarnya. Dia membandingkannya dengan air minum galonan, yang setelah isinya habis dikonsumsi, kemasannya harus dikembalikan ke produsen untuk dibersihkan, diisi, lalu dikirim kembali ke konsumen.

Adapun kemasan sekali pakai, seperti namanya, setelah isinya habis, kemasan itu menjadi sampah. Sampah plastik itu bisa diolah. Pintu masuk pengolahannya adalah bank sampah.

Tumpukan sampah plastik di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Galuga, Bogor, Jawa Barat. TEMPO/Magang/Lazyra Amadea Hidayat

Saat ini, bank sampah mudah ditemui di hampir semua tempat. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada lebih dari 12 ribu bank sampah yang tersebar di semua kabupaten dan kota. Martini berharap kehadiran bank sampah dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah supaya bisa didaur ulang sehingga tercipta ekonomi sirkular.

Martini mengatakan, sejak 1 Januari 2021, IPRO membangun kerja sama multipihak untuk meningkatkan pengumpulan dan pendauran ulang sampah kemasan. Mereka menggandeng, di antaranya, Bali PET, BWC, Allendra Kreasindo, Ecobali dan YAPSI, Bali Waste Cycle, Loh Jinawi, Kita Olah Indonesia, Rekadaya Karya Inovasi, Jaya Abadi Plastik, dan Waste4Change. Wilayah kerja mereka ada di Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Jawa Barat.

IPRO memiliki sebelas anggota, yakni Coca-Cola Indonesia, Danone Indonesia, Indofood Sukses Makmur, Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia, Unilever, H.M. Sampoerna, SIG, S.C. Johnson, Suntory Garuda Beverage (SGB), dan L’oreal.

Jenis sampah kemasan yang dikumpulkan IPRO untuk didaur ulang meliputi polyethylene terephthalate (PET), high-density polyethylene (HDPE), dan used beverage carton (UBC). PET merupakan polimer termoplastik serbaguna. Biasanya plastik jenis ini digunakan untuk membuat wadah paling umum di pasar minuman ringan, yaitu botol plastik. HDPE merupakan bahan baku plastik kantong, plastik gulungan, dan plastik lembaran. Adapun UBC adalah sampah daur ulang berbahan karton, biasanya kemasan susu. IPRO mengklaim telah mengumpulkan 93,86 persen material kemasan melalui mitra tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R), bank sampah, dan agregator.

DAFFA SIDQI (MAGANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus