Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbaring beralaskan handuk di hamparan pasir putih Pantai Kuta, Bali, Kaoru Hatano menik-mati panorama sepotong senja. Menjelang petang Rabu pekan silam, langit masih menyisakan warna jingga, kontras dengan one-colour style yang membalut tubuh ahli kecantikan dari Tokyo, Jepang, itumulai dari riasan mata, bibir, bikini, kain pantai, hingga handuk yang digunakan Kaoru.
Perempuan 52 tahun itu bersama suaminya, Mark Pink, pengusaha kerajinan yang tengah berbisnis di Bali, tampak sedikit terkejut saat dalam perbincangan diberi tahu bahwa pantai yang elok terbentang di hadapannya mengandung limbah logam berat. Sang suami, Mark, tak terlalu yakin perihal informasi itu. "Saya berkali-kali menyelam, tidak pernah merasa ada kelainan seperti gatal-gatal. Saya kira masih amanlah," ujarnya menimpali.
Tapi, siapa tak cemas jika benar pantai-pantai di semenanjung Pulau Dewata telah serius tercemar polutan? Kuta, selain Sanur, merupakan pantai tujuan wisata utama di wilayah itu. Bahkan I Wayan Sutedja, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kabupaten Badung, yang membawahkan Pantai Kuta, juga tampak terkaget-kaget akan informasi tersebut. "Selama ini tidak pernah setinggi itu," katanya.
Adalah hasil penelitian Bapedalda Kabupaten Badung tahun 2004 yang menunjukkan bahwa 11 pantai di kabupaten tersebut terkontaminasi logam berat seperti amonia (NH3), nitrogen dioksida (NO2), hidrogen sulfida (H2S), timah hitam (Pb), dan tembaga (Cu).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana, Bali, di 11 pantai pada Maret serta Juli-Agustus 2004, didapat angka yang mengindikasikan adanya kadar polusi yang tinggi.
Kadar kadmium di Tanjung Beno, misalnya, mencapai angka 0,016-0,043 miligram per liter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan batas toleransi yang hanya 0,002 miligram per liter sebagaimana ditetapkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Kadar tembaga tercatat 0,014-0,017 dari batas 0,050 mg per liter, sedangkan kadar timah mencapai angka 0,011-0,056 dari batas 0,005 mg per liter. Selain Tanjung Beno, pencemaran juga didapati di Pantai Canggu, Petitenget, Legian, Kuta, Tuban, Kedonganan, Jimbaran, Nusa Dua, Sawangan, dan Pererenan. "Saya tidak tahu kenapa yang tahun 2003-2004 itu kok jadi demikian (tinggi sekali kadar logam beratnya)," kata Wayan Sutedja.
I Wayan Suwarna, peneliti PPLH Universitas Udayana yang ikut serta dalam penelitian tersebut, mengatakan pantai-pantai di Kabupaten Badung menjadi korban buruknya pengelolaan industri. Dosen fisiologi tanaman, lingkungan ternak, dan nutrisi ternak Universitas Udayana itu mengatakan, sepanjang tukad atau sungai yang bermuara ke pantai-pantai, banyak terdapat industri seperti pencelupan garmen (dyeing), bengkel, usaha stem batik, dan kerajinan perak yang diduga menghasilkan logam berat seperti Pb (timbel), Cu (tembaga), Hg (air raksa). "Semuanya mengalir ke tukad, lalu ke laut. Di sanalah tertimbun dan terdeteksi oleh kita," katanya.
Dalam proses produksi industri garmen di wilayah itu, misalnya, mereka menggunakan zat pewarna yang mengandung timbel. Perajin perak banyak menggunakan bantuan air raksa dalam proses peluruhan sebuah model yang tidak dikehendaki atau untuk membersihkan sisa-sisa potongan yang tidak berguna pada sebuah desain. Sedangkan kadmium berasal dari cat mobil. Belum lagi bengkel yang kerap membuang oli bekas begitu saja.
Selain itu, menurut Wayan Suwarna, amonia atau NH3 berasal dari pembusukan sampah kawasan turis seperti hotel, restoran, dan sampah rumah tangga. Dekomposisi bahan organik di antaranya akan melepaskan senyawa itu sebelum larut dalam air dan mengalir ke laut. Polutan organik ini juga bisa dihasilkan dari run-off penggunaan pupuk pada pertanian.
"Kita juga mestinya menganalisis jejak ke hulu, dari mana semua itu berasal. Makanya, dalam rekomendasi kami, salah satunya adalah menganalisis jejak itu," kata Wayan Suwarna.
Ketut Suryadarma, Kepala Seksi Pemantauan dan Pemulihan Pesisir dan Laut Bapedalda Bali, punya teori lain mengenai asal polutan ini. Melihat posisi pantai-pantai di Bali yang berhadapan dengan laut terbuka serta sifat laut yang sangat dinamis, sumber polusi ini dimungkinkan berasal dari luar Bali. "Kita lihat di Jawa itu sangat tinggi aktivitas industrinya, yang berpeluang melepaskan logam berat ke laut. Bali bisa saja terkena imbasnya," tuturnya.
Apa yang dikatakan Suryadarma memang kerap terjadi. Setiap angin barat sepanjang November hingga April, tumpukan sampah seperti plastik, ranting dan batang pohon, serta gumpalan minyak dan ter memenuhi pantai seperti Kuta dan Sanur.
Tapi, benarkah pantai di Bali sudah demikian tercemar? Gde Suarjana, Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Informasi Bapedalda Provinsi Bali, agaknya menyangsikan hasil penelitian tersebut. Ia menilai hasil penelitian yang menunjukkan angka mencolok itu kemungkinan disebabkan metode dan alat yang digunakan untuk melakukan analisis belum sesuai dengan standar atau terakreditasi.
Suarjana menambahkan, penelitian yang dilakukan PPLH Universitas Udayana itu masih menggunakan standar Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 515 Tahun 2000 tentang Standar Baku Mutu Lingkungan. Menurut dia, standar baru seharusnya menggunakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. "Hasilnya harus dipadankan lagi dengan aturan baru," ujarnya. Lagi pula, "Tidak ada industri menengah dan berat di Bali, terutama Badung, yang menghasilkan polutan berat seperti itu," ia menambahkan.
Kekhawatiran rusaknya pantai tentunya sangat beralasan. Sebab, Kabupaten Badungwilayah seluas 418,52 kilometer persegi yang meliputi 6 kecamatanseperti juga daerah Bali lainnya, sangat mengandalkan keindahan pantai. "Orang-orang datang ke Bali karena ingin menikmati keindahan pantainya," kata Gde Nurjaya, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Bali memang surga bagi peselancar. Keindahan pantai menarik jutaan wisatawan mancanegara maupun domestik untuk mengunjungi Bali setiap tahunnya. Data Dinas Pariwisata Bali tahun 2003 menunjukkan penerimaan devisa Bali mencapai angka US$ 4.305,56 juta. Sepanjang tahun 2003, jumlah wisatawan yang berkunjung 993.029 orang.
Inilah yang membuat Bapedalda Kabupaten Badung bekerja keras mengembalikan kondisi pantainya. Wayan Sutedja mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah, seperti membentuk Tim Koordinasi Pencegahan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (TKPPC), yang bertugas mengawasi pengolahan limbah industri dan hotel.
Tim ini juga membangun sistem pengelolaan limbah terpusat (DSDP) yang nantinya dapat menampung semua jenis limbah. Selain DSDP, Pemda Badung juga mengembangkan pengelolaan limbah ramah lingkungan (wetland ecotec/WWG) dan sewerage treatment plant (SIP). "Berbagai usaha sudah kami lakukan. Jangan sampai gara-gara ini pariwisata pantai Bali berantakan," kata Wayan Sutedja.
Dengarlah yang diucapkan Mark Bein, pria 56 tahun asal Jerman, yang sudah empat kali berkunjung. "I love Bali very much," ujar pria bertubuh tambun itu. "Setiap kali saya meninggalkan Bali, saya selalu berpikir kapan kembali."
Raju Febrian, Rilla Nugraheni, Rofiqi Hasan (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo