Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, Ekosistem Gambut Jadi 'Lahan Basah' Sebagian Kecil Golongan

Sebagai rumah dari gambut tropis kedua terbesar di dunia, Indonesia dinilai sangat menyedihkan dalam perlindungan ekosistem ini.

1 Februari 2025 | 18.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit milik salah satu perusahaan (kiri) dan kebakaran lahan gambut (kanan) Kumpeh Ulu, Muarojambi, Jambi, Selasa, 30 Juli 2019. BMKG Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Thaha Jambi menyebutkan, sebanyak 19 titik panas di wilayah Muarojambi terpantau. ANTARA/Wahdi Septiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Pantau Gambut menegaskan ekosistem gambut semestinya menjadi lahan basah yang bisa memberikan kesejahteraan bagi sebanyak mungkin pihak. Nyatanya, ekosistem gambut saat ini dinilainya hanya menjadi 'lahan basah' atau sumber mengeruk keuntungan bagi sebagian kecil golongan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila mengatakan ekosistem gambut masih dianggap sebagai lahan mati yang bisa dieksploitasi ketimbang harus direstorasi. Desain pemahaman itu yang, menurut dia, menjadikan perayaan Hari Lahan Basah Sedunia (World Wetlands Day) setiap 2 Februari belakangan justru menjelma menjadi sebuah jargon tanpa makna. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abil menuturkan beberapa temuan menjadi penguat bahwa luasan lahan basah secara global terus menyusut. Mengutip Global Wetland Outlook, laju kehilangan lahan basah terjadi tiga kali lebih cepat daripada hutan alam. Total, versi Ramsar Convention on Wetlands, sebanyak 64 persen lahan basah dunia telah hilang sejak awal abad ke-20. 

Abil menyatakan, merosotnya jumlah lahan basah dengan kualitas baik juga terjadi di Indonesia. "Sebagai rumah dari gambut tropis terbesar kedua di dunia, Indonesia sangat menyedihkan dalam perlindungan ekosistem ini," katanya.

Abil menilai terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja telah dengan sengaja memberikan kemudahan kepada para pengusaha perkebunan sawit. Caranya, pemutihan pelanggaran pada lahan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) seluas 407.267 hektare. 

Menurut Abil, buruknya perlakuan terhadap ekosistem gambut juga yang menyebabkan kerentanan terhadap kebakaran hutan dan lahan ikut meningkat. Awal 2023 lalu, Pantau Gambut menemukan dari total 24,2 juta hektare luas KHG di Indonesia, sekitar 16,4 juta hektare atau 65,9 persen rentan terbakar.

Belum lagi, kata Abil, infrastruktur restorasi gambut yang banyak tidak sesuai standar. Ia menambahkan, bagi pemerintah Indonesia, keberhasilan restorasi hanya dilihat dari angka pelaksanaan proyek, bukan dampak kepada masyarakat yang terdampak. "Perayaan Hari Lahan Basah Sedunia pun hanya menjadi ajang seremonial semata," katanya.

Dia juga menyesalkan status otoritas Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam melaksanakan program restorasi dan perlindungan ekosistem gambut yang hingga kini masih menjadi tanda tanya. Padahal, perlu adanya langkah konkret yang perlu dilakukan negara demi menjaga kelestarian ekosistem gambut untuk generasi masa kini dan mendatang.

Abil menyebutkan pemerintah perlu melakukan langkah preventif sebagai upaya penegakan hukum di ekosistem gambut. Pantau Gambut juga mendesak pemerintah mencabut dan meninjau segala kebijakan yang bersifat destruktif terhadap ekosistem gambut, seperti pemutihan sawit dan keputusan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Langkah lain, kata Abil, perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap tanggung jawab korporasi pada area konsesinya dan komitmen keberlanjutan korporasi secara berkala serta transparan. Menurut dia, korporasi memiliki tanggung jawab mutlak atas wilayah konsesinya dan harus segera menangani kerusakan ekosistem gambut sesuai standar yang ditentukan. Hal ini, kata dia, mencakup pemulihan ekosistem secara menyeluruh.

"Jangan sampai Hari Lahan Basah Sedunia hanya menjadi ajang selebrasi untuk melegitimasi proyek-proyek pemerintah yang merusak ekosistem gambut," katanya sambil menambahkan, "Salah satunya yang sedang mengintai kita semua: alih fungsi 20 juta hektare hutan untuk perkebunan sawit."

 

 

 

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus