SEMUA sudah mati dibantai" ujar Tas'an, B.Sc., penuh sesal. Kaiau saja ia diberi tahu lebih cepat, tak akan dijumpainya ujung pesta pembantaian 86 ekor ikan paus pilot (pilot whale) yang terdampar di pantai Selabih, Kabupaten Tabanan, 55 km sebelah barat Denpasar. Tas'an, ahli mamalia air dari Gelanggang Samudra Ancol, diberi tahu lewat telepon, siang hari 5 September lalu, tentang terdamparnya puluhan paus pilot di Selabih. Dia hari itu juga langsung terbang ke Bali. Tetapi ia sampai di Selabih hampir tengah malam. Dan jangankan ikan paus utuh, tulang-tulangnya pun ternyata sudah punah. Pantai berpasir hitam dan berbatu karang itu cuma menyuguhkan bercak-bercak darah, serpihan-serpihan daging, dan isi perut. "Padahal, jenis mamalia ini bisa tahan 36 jam di daratan," ujar Tas'an lebih lanjut. Petang itu, 4 September, sehari sebelum Tas'an tiba, Pan Budi, 45, terkejut melihat dua ekor ikan besar sekali di alur Sungai Selabih. Ia kemudian memanggil teman-temannya. Ikan berkulit abu-abu tua dengan moncong tumpul itu dicoba didorong ke bibir pantai. Sia-sia. Ikan tak bergeming kalau cuma diangkat 3-4 orang. Denyut napasnya semakin turun, sedangkan tubuhnya menjadi luka-luka karena kena batu karang ketika ditarik, sementara malam mulai tiba. Ternyata, bukan dua ikan saja yang mengalami nasib nahas seperti itu. Di sepanjang 1 km pantai yang berangin kencang itu, keesokan harinya ditemukan 86 ekor ikan paus tergeletak tanpa daya. Pantai Selabih yang biasanya sepi pun kemudian ramai dikunjungi orang. Semakin siang, semakin banyak orang datang. Perbekel (kepala desa) Wayan Kayantara, yang kebetulan mempunyai hobi ngebrik, melapor kepada bupati Tabanan, Dinas Perikanan, dan pejabat kepolisian setempat. Menghadapi paus yang panjangnya 3-6 m dan berat rata-rata 500 kg itu, bupati Tabanan, Drs. Sugianto, merasa kewalahan. Ia berpikir bagaimana kalau ikan-ikan itu membusuk, dan lingkungan tercemar. Akhirnya, dia mengizinkan siapa pun memanfaatkan ikan itu dengan membayar Rp 8.000 setiap ekor. Nelayan Selabih, yang kebetulan sedang paceklik, juga penduduk dari banjar-banjar lain, memanfaatkan kesempatan ini. Ikan paus pun dipotong-potong. Seorang nelayan dari Desa Pekutatan, Abdurahman, 40, hampir datang terlambat. Dia masih sempat membeli seekor yang utuh untuk dikirim ke Bandung, katanya. Seekor yang lain dibawa ke Balai Penyelidikan Penyakit Hewan di Denpasar. "Indonesia adalah daerah lintasan paus," kata Tas'an. Binatang yang hidup berkelompok ini diduga tinggal beberapa ratus ekor saja kini. Ordo paus (Cetacea) ini mempunyai lebih dari 100 spesies, dan paus pilot termasuk yang mempunyai IQ tinggi. Seperti kerabat jauhnya, lumba-lumba, pilot yang masuk subordo Odontoceti karena bergigi - bisa dilatih untuk berbuat sesuatu. Di Hawaii, Los Angeles, dan Jepang, pilot dipakai untuk pertunjukan samudra. "Saya kira, navigasinya kacau," ujar Tas'an ketika ditanya mengapa pilot-pilot itu terdampar. Paus atau lumba-lumba, yang masuk keluarga mamalia ini memiliki frekuensi tertentu yang dipancarkan - menurut dugaan - dari dahinya, yang biasa disebut sonar. Sonar-sonar itu - setelah melalui otak yang berfungsi sebagai komputer memberi tahu bahwa dalam jarak tertentu ada makanan atau lainnya. Dalam penelitian tentang paus, suara-suara yang seperti siulan ini sudah direkam. Tapi, hingga kini, manusia belum bisa menerjemahkan "bahasa" paus itu. Tetapi kalau ada gempa di laut atau perubahan cuaca yang tiba-tiba, navigasi si pilot jadi kacau. Apalagi di tepi pantai, navigasinya semakin tidak karuan. "Sebab, paus biasa berada di tempat dalam," tambah Tas'an. Mereka akhirnya entah kenapa "bunuh diri" beramai-ramai. Untuk Bali, kejadian ini merupakan yang kedua kalinya. Di tahun 1979, sejumlah lumba-lumba (dolphinideae) juga terdampar di pantai Kedonganan, Kabupaten Badung 13 km dari selatan Denpasar. Dan, seperti kejadian yang sekarang, terdamparnya ikan-ikan di Kedonganan itu pun di pantai yang dekat stasiun telekomunikasi microwave. "Selalu kandas dekat stasiun microwave," ujar Tas'an, yang menduga-duga apakah gelombang stasiun pemancar ini ada pengaruhnya dengan radar si pilot. Didi W. Prawira, Bc.T.T., dari Kawitel VIII Nusa Tenggara, menyangkal hal ini. Sebab, dari Medan sampai Ujungpandang merupakan jaringan microwave, tapi mengapa terdamparnya paus dan lumba-lumba ini hanya di Bali - kebetulan misalnya Selat Bali terkenal kaya akan ikan lemurunya. Selain paus pilot tadi, sebenarnya ada dua belas paus jenis besar di dunia, yang hingga kini masih diburu orang untuk kepentingan komersial. Protes dan larangan tak dihiraukan. Minyaknya untuk sabun dan mentega, dagingnya untuk dimakan atau dijadikan pupuk. Nelayan Jepang terkenal sebagai pemburu paus. Selain daging paus berprotein tinggi, mereka percaya bahwa berburu paus adalah jalan ke surga. Mungkin karena ada keyakinan semacam itu, paus yang terdampar di Bali pun menjadi rebutan penduduk. "Kalau saya, saya goreng," kata Wayan Rintuh, 46, asal Selabih. Minyaknya, menurut kepercayaan orang Bali, bisa untuk menyembuhkan berbagai macam luka dan obat jampi-jampi. "Godaan jin juga bisa hilang," kata Pan Budi, "apalagi kalau dapat hatinya." Nyatanya, bukan hanya dagingnya yang lenyap. Gigi, taring, moncong, dan sirip dipercaya bisa membawa khasiat. Sehingga, dalam sekejap, pilot-pilot yang terdampar itu ludes. Dan dugaan polusi bau dan kotoran ikan bisa teratasi dengan sendirinya. Hanya, memang belum jelas mengapa binatang yang di bilang cerdas itu piknik dan mati di pantai Bali. Toeti Kakiailatu Laporan I N. Wedja (Bali) & Zaim Uchrowi (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini