TERLEPAS SEBELUM TERUSAP Oleh: R. Sukri Kaslan Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1985, 223 halaman SEMULA, pembaca tentu akan menyangka Wiwik menjadi tokoh utama. Ternyata, kehadiran wanita Indo itu, yang lahir dari hubungan gelap Kapten Belanda dengan pembantunya, hanya sebagai perangkai - agar novel ini tak semata merupakan "catatan harian" seorang pastor. Kisah pastor ini - yang ditulis, konon, oleh seorang pastor dengan memakai nama samaran R. Sukri Kaslan - sungguh mengungkapkan kehidupan gerejani dengan jelas. Malah ada kesan karya ini juga merupakan "dakwah". Hanya, caranya tidak dengan gaya yang serba terukur seperti lazimnya gaya Katolik. Nada memberontak muncul dengan kuat dalam diri penulis (atau sengaja bergaya begitu) terhadap nilai gereja yang tradisional, lebih-lebih terhadap sikap orang Jawa, yang sudah tentu juga tradisional. Pastor Putrama, tokoh utama cerita, tampil urakan. Di sinilah kekuatan utama penulis roman ini, seperti yang ditulis Satyagraha Hoerip di sampul belakang novel: "Terlepas Sebelum Terusap" membuat pembaca merasa jijik oleh cermatnya pengarang memotret dengan kata-kata. Yang begini ini tak terlampau banyak jumlah sastrawan Indonesia yang sanggup melakukan." Benar, memang. Lihat saja bagaimana pengarang bercerita ketika Pastor bertamu ke rumah Hendrix. Istri tuan rumah menggaruk punggungnya yang gatal dengan tutup gelas, dan penggaruk punggung itu langsung dipakai untuk menutup gelas air yang harus diminum Pastor. Memualkan. Pastor itu juga mampu menulis dengan segar dan lepas, apa yang oleh pastor atau rohaniwan lain dianggap porno - dan haram. Mencuatnya ekspresi serta deskripsi masyarakat bawah dalam novel ini ternyata malah menunjukkan keterbatasan pengarang. Kecenderungannya meromantisasikan dan mendramatisasikan suasana menjebak pengarang menggambarkan kehidupan keluarga jauh dari kewajaran. Betapapun rusaknya suatu keluarga, saya kira, akan sulit mendapatkan orang semacam Drs. Purnomo, Hendrix, atau Bapak Willem. Juga akan sulit menjumpai keluarga se-brengsek dalam cerita itu. Mungkin karena pengarangnya pastor yang melepaskan diri dari ikatan keluarga, ia bisa menulis sebebas itu. Kejanggalan juga terjadi ketika pengarang berupaya melukiskan kemesraan Kliwon-Painem, pasangan muda yang, karena keadaan, pergi ke kota dan terpaksa hidup di dalam gubuk sewaan. Pengarang menulis: "Kliwon membelai rambut istrinya yang kepalanya bersandar pada tulang dadanya. "Kita akan berhasil, Dik, tanggung Tuhan akan menolong." Kemesraan verbal dan gerakan bukan hal lazim bagi orang Jawa. Lebih-lebih pada masyarakat rendahan, yang tidak memanggil dik pada istrinya. Bagaimanapun, karya ini enak dibaca. Wiwik mengawali cerita dengan lari dari rumah karena kegilaan bapak angkatnya yang memaksa ia melacur. Pastor Putrama menampungnya. Karena keadaan Wiwik sudah telanjur rusak, dan pastor sibuk - kesibukan pastor inilah yang sebenarnya merupakan isi buku - mereka berpisah lagi. Setelah pertemuan kedua, Wiwik - dialah satu-satunya orang yang gagal ditangani Pastor Putrama - dalam keadaan gila, mati terlindas mobil. Zaim Uchrowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini