GELOMBANG protes tak putus-putusnya meluncur ke Jepang, sejak kapal Akatsuki Maru dipastikan akan mengangkut plutonium (PU-239) melalui perairan internasional. Rute yang akan ditempuh dari Prancis ke Jepang, melingkar hampir separuh planet bumi, melewati pelbagai negara - konon termasuk Indonesia. Kenekatan Jepang membangun reaktor nuklir plutonium dan sikapnya yang merahasiakan rute Akatsuki Maru telah memancing amarah para aktivis lingkungan. Green Peace sudah lama melancarkan protes. Soalnya, bila satu ton bubuk plutonium -- bisa dijadikan 120 pucuk bom atom -- bocor di lambung Akatsuki, bencana besar tak akan bisa dihindarkan. Dari Indonesia, suara anti-plutonium berkumandang sejak 2-3 bulan lalu. Ada protes dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), tapi ada juga suara netral yang mengakomodasi kepentingan Jepang. Pekan lalu puluhan mahasiswa anti-nuklir mendatangi Kedutaan Besar Jepang di Jalan Thamrin, Jakarta. Unjuk rasa mereka disuarakan lewat lagu-lagu perjuangan plus aneka poster. "Oshin... Help... Me...!" bunyi salah satu poster yang bermaksud melucu. Dalam imbauannya, para mahasiswa serius mendesak pemerintah Jepang untuk menghentikan pengapalan. Sedangkan kepada pemerintah Indonesia mereka meminta agar konsisten menolak kehadiran Akatsuki di perairan negeri ini. Pekan lalu Pangab Jenderal Try Sutrsino memang mengatakan akan menolak kapal itu berlayar di Selat Malaka. Namun menyadari bahwa Indonesia tak mungkin menutup perairannya untuk keperluan internasional, maka Try akan mengusahakan jalur aman bagi Akatsuki Maru. Caranya? "Yang terpenting sekarang adalah mengusahakan agar kapal itu selamat. Berarti tak ada kecelakaan dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan," lanjut Try. Untuk itu armada TNI AL akan dikerahkan, hingga meskipun tidak melintasi Selat Malaka, Akatsuki tetap aman melalui jalur lain. Pendapat yang sama ditegaskan kembali oleh Menlu Ali Alatas, Kamis pekan silam. Dari keterangan kedua pejabat itu terkesan bahwa Indonesia pada prinsipnya tidak menolak Akatsuki memasuki perairan kita, asalkan tidak melayari Selat Malaka. Sebegitu jauh Tokyo belum bereaksi. Bahkan rute Akatsuki dirahasiakan, konon agar plutonium yang diangkut tidak dibajak di tengah laut. Ada empat alternatif rute bagi Akatsuki. Pertama, lewat Tanjung Harapan (Afrika Selatan) terus ke Selat Malaka. Kalau tidak melalui Selat Malaka, bisa masuk ke Selat Lombok, Flores, atau Timor. Atau terus ke Australia dan Selandia Batu untuk kemudian membelok ke utara menuju Jepang. Dua rute lainnya adalah lewat Tanjung Horn (Amerika Selatan) atau Terusan Panama (menurut sumber di Tokyo rute ini tak akan dilalui). Apa pun rute yang dipilih, Jepang tetap akan mengapalkan plutonium yang berbahaya itu. Tampaknya Jepang sangat berambisi untuk segera memakai plutonium sebagai energi bagi Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor nuklir dengan bahan bakar plutonium yang disebut FBR (Fast Breeder Reaction) itu sering dijuluki sebagai 'reaktor impian', karena belum ada satu negara pun yang berhasil mewujudkannya. Dalam hal ini Jepang memang berada paling depan. Ambisi Jepang dipacu oleh miskinnya sumber daya alam negara itu. "Kami negeri kecil dalam hal sumber kekayaan alam, sehingga mengambil kebijaksanaan untuk mengembangkan FBR," kata seorang pejabat dari Badan Ilmu dan Pengetahuan Jepang. Saat ini 28% (33.000 megawatt) kebutuhan listrik Jepang dipasok oleh 41 PLTN. Sebagian besar PLTN ini memakai uranium -- yang depositnya di dalam bumi terbatas -- sebagai bahan bakar utama. Menurut Komite Tenaga Atom Jepang, 12 PLTN memakai Plutonium -- yang tak terdapat di alam tapi merupakan hasil reaksi inti. Kalau FBR bisa dikembangkan dengan plutonium sebagai bahan baku -- maka ketergantungan Jepang pada uranium bisa diminimalkan. Impian FBR itulah yang dipersoalkan pencinta lingkungan. Negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Prancis telah membatalkan rencana FBR mereka. Alasannya sama: bahan nuklir radikal itu tak mudah dikontrol dengan teknologi mutakhir yang dikembangkan saat ini. Jelas, bahaya plutonium belum sepenuhnya bisa ditangkal. International Atomic Energy Agency (IAEA) menegaskan, plutonium bisa menyebabkan kanker. Terlebih lagi, plutonium itu bahan baku untuk bom atom yang mengancam keselamatan manusia. Menurut IEAA, dengan 8 kg plutonium, bisa dibuat bom dalam waktu 10 hari. "Secara kimiawi, PU-239 itu sangat beracun. Akan berbahaya sekali jika terjadi radiasi internal," kata Sutaryo Supardi, Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Industri Nuklir Batan (Badan Tenaga Atom Nasional). "Jika masuk ke dalam tubuh manusia, PU-239 yang terkenal sebagai boneseeker itu akan mengendap di tulang dan menyebabkan terjadinya kanker tulang," Sutaryo menandaskan. Jaminan bahwa Jepang akan membuat kemasan berlapis-lapis untuk PU-239 tak meredakan kekhawatiran orang. Apalagi selama 10 tahun mendatang Akatsuki akan 30 kali pulang balik mengangkut plutonium dari Prancis dan Inggris. Siapa bisa menjamin bahwa selama periode itu tidak akan terjadi kecelakaan? G. Sugrahetty Dyan K., Leila S. Chudori, dan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini