PUSAT perdagangan ikan di pantai barat Pulau Honshu, Jepang,
menjadi sepi. Para pedagang menolak kiriman ikan dari Tsuruga di
Provinsi Fukui. Mereka khawatir ikan itu tercemar zat
radioaktif, meski pejabat pemerintah menjamin kemurnian ikan
itu.
Menurut petugas koperasi nelayan di Tsuruga, kegiatan
perdagangan setempat pekan lalu menurun sampai 90%. Bahkan
pasaran di Osaka dan Kobe juga tertutup bagi ikan Tsuruga.
Penghasilan para nelayan Tsuruga terancam putus, hingga mereka
hendak menuntut pemerintah dan perusahaan Japan Atomic Power Co.
(JAP) ke muka pengadilan atas kerugian yang mereka derita.
Persoalannya memang bersumber pada reaktor pembangkit listrik
bertenaga nuklir milik JAP itu. Reaktor itu -- kedua tertua di
Jepang -- terletak di tepi Teluk Tsuruga, Laut Jepang, 360 km
sebelah barat Tokyo.
Pemerintah daerah Fukui menemukan baru-baru ini sebagian rumput
laut dari Teluk Urazoko yang berdekatan tercemar zat radioaktif.
Karenanya petugas JAP memeriksa limbah air dan endapan lumpur di
mulut saluran dari reaktor ke Teluk Tsuruga. Ternyata tingkat
pencemaran "luar biasa tingginya", kata petugas NREA (Natural
Resources and Energy Agency). Badan Sumberdaya Alam dan Energi
Jepang ini sebagian dari MITI (Ministry of International Trade
and Industry). Kementerian Perdagangan Internasional dan
Industri ini mengawasi pengelolaan semua reaktor nuklir di
Jepang. Ditemukan 1 gram endapan lumpur berkadar 10 picocurie
zat manganese-54 dan bahkan 61 picocurie zat kobalt-60.
Kedua zat itu sangat radioaktif dan tingkat kadar itu jauh lebih
tinggi ketimbang yang lazim pada contoh lumpur semacam itu,
demikian jurubicara NREA. Menurut Kyodo, kantor berita Jepang,
yang mengutip pejabat pemerintah daerah Fukui, kadar kobalt-60
yang ditemukan itu, 5000 kali lebih tinggi dari yang pernah
ditemukan sebelumnya sekitar lokasi reaktor nuklir itu. Diduga
air limbah reaktor itu bocor dari bangunan yang menampung bahan
bakar yang berupa sampah radioaktif. "Efek terhadap tubuh
manusia bisa gawat jika sempat sampah radioaktif itu menyebar ke
seluruh teluk."
Pemeriksaan itu sekaligus membongkar kecerobohan JAP itu.
Ternyata diketahuinya kebocoran air limbah itu pada 8 Maret
lalu, tapi tidak dilaporkannya kepada yang berwenang. Kebocoran
itu terjadi akibat para pekerja lalai menutup salah satu katup
pada tanki penyaring endapan zat radioaktif, bagian dari sistem
penyimpanan sampah nuklir. Maka berpuluh ton air berkadar
radioaktif melimpah dan memasuki perairan Teluk Tsuruga. Teluk
itu sumber ikan yang amat kaya.
Air yang tumpah itu -- diperkirakan mencapai 45 ton -- juga
menggenangi sebagian lantai bangunan reaktor itu. Perusahaan itu
mengerahkan sejumlah pekerja -- dengan pel dan ember plastik
--mengeringkan kembali lantai itu. Kini sedikitnya 56 pekerja
diduga keras terkena pengaruh zat radioaktif.
PLTN itu ditutup sementara oleh Nuclear Safety Commission, badan
resmi urusan keselamatan nuklir di Jepang. NSC mengetahui dari
seorang pekerja bahwa awal tahun ini PLTN itu juga mengalami
kebocoran tapi tidak melaporkannya. "Kebocoran itu akibat
retakan sehalus rambut pada turbina," ungkap Fumio Amanao,
kepala tim pengawas NSC. Berdasarkan Undang-undang kejadian itu
harus segera dilaporkan kepada NSC.
Menteri MITI, Rokusuke Tanaka, mengancam akan menuntut JAP
karena kelalaian itu. Jika ternyata perusahaan itu melanggar
Undang-undang, pimpinannya bisa dituntut hukuman maksimal 3
tahun kurungan penjara.
Kejadian terakhir ini, menurut NSC terburuk dalam sejarah tenaga
nuklir di Jepang. Penentang tenaga nuklir di Jepang ramai lagi
bangkit.
Sementara itu MITI memerintahkan pekan lalu pemeriksaan total
atas semua 22 reaktor nuklir. Tindakan menyeluruh ini di Jepang
pertama kali terjadi sejak pemeriksaan serupa menyusul
kecelakaan reaktor nuklir Amerika di Three Mile Island, Maret
1979. "Ini tak boleh terulang lagi," ujar Menteri Tanaka tentang
kebocoran di PLTN Tsuruga.
Ketiga di Dunia
Anehnya kejadian itu tidak mempengaruhi pemilihan walikota
Kubokawa cho. Kembali terpilih Susumo Fujito yang mendukung
sangat pembangunan reaktor nuklir di kotanya. Awal Maret, Fujito
berhenti sebagai walikota akibat ia kalah dalam suatu referendum
mengenai persoalan itu. Pekan lalu ia mengalahkan lawannya,
Shigeo Nosaka. "Ini membuktikan betapa soal tenaga nuklir
merupakan kontroversi yang tajam dalam masyarakat," komentar
seorang ahli sosiologi di Jepang.
Program pembangkitan listrik bertenaga nuklir di Jepang dimulai
tahun 1966. Ketika itu JAP meresmikan reaktor nuklir pertama
berkapasitas 166 MW di Desa Tokai, Provinsi Ibaraki, sebelah
utara Tokyo. Reaktor milik JAP di Tsuruga yang ketahuan bocor
pekan lalu itu diresmikan pemakaiannya di tahun 1970 dengan
kapasitas 357 MW. Di sepanjang pantai sekitar Teluk Wakasa,
termasuk Teluk Tsuruga dan Teluk Urazokoj bertaburan 9 reaktor
nuklir dengan berbagai kapasitas. Semuanya bercokol di bagian
selatan Provinsi Fukui.
Dengan harga minyak bumi yang makin tinggi, cukup ambisius
program tenaga nuklir di Jepang. Kecelakaan di Three Mile Island
dua tahun lalu pernah menghambatnya tapi kini laju lagi
pembangunannya. Menjelang akhir dasawarsa ini Jepang
mengharapkan pembangkitan tenaga nuklir sebanyak hampir 51.000
MW, atau sekitar 22% dari kebutuhan listrik negeri itu.
Kini kapasitas semua PLTN Jepang hampir mencapai 31.000 MW
--mengisi sekitar 12% kebutuhan Iistrik negaranya. Dengan itu
Jepang menempati urutan ketiga di dunia -- setelah Amerika
Serikat dan Uni Soviet -- dalam besarnya pembangkitan listrik
bertenaga nuklir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini