Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Rusak Hutan Karena Arang

Kerusakan lingkungan alam yang disebebkan oleh pembuatan arang. hutan lindung dan cagar alam di kawasan pasirjambu (jawa barat), rusak akibat penebangan kayu yang dilakukan oleh penduduk. (ling)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARANG cukup laku di daerah seb-lah selatan Kota Bandung. Di situ, terutama di Kecamatan Pasirjambu, Ciwidey dan Pangalengan, bermukim ratusan pandai besi. Setiap hari mereka menghabiskan belasan ton arang untuk produksi mereka. Arang itu harus berkualitas baik, dari kayu kelas dua seperti kayu kihiur (Casfanopsis javanica), kiputri (Pondocarpus neriifolia), atau tunggeureuk (Castanopsis tungurut). Semua itu bisa ditemulan di hutan lindung dan hutan cagar alam yang menyelimuti lereng gunung di 3 kecamatan itu. Dan ternyata penduduk secara leluasa menebang hutan itu dalam usaha mereka mensuplai para pandai besi di daerah itu. Terutama pandai besi di Pasirjambu yang berjumlah sekitar 350 paling banyak memesan arang. Baru saja mereka selesaikan t0.000 arit, pesanan Menmud Koperasi sebesar Rp 10 juta. Kini mereka sibuk mengerjakan pembuatan 250 ribu kapak dan golok, pesanan PT Purna Sadhana (perusahaan milik Pindad) sebesar Rp 250 juta. "Untuk bikin perabot kecil seperti pisau dapur, biasanya 50 kg arang bisa cukup 2 hari seorang," ujar A. Suryani, pandai besi di Kampung Pangragajian, Desa Sugihmukti, Pasir jambu. "Tapi untuk membuat kapak dan golok hanya cukup sehari." Mengejar kebutuhan ini para pembuat arang di gunung semakin ganas. Hutan lindung dan cagar alam pun terutama di Kecamatan Pasirjambu, semakin rusak. Dari kejauhan beberapa bagian gunung tampak berwarna kuning karena gundul. Di sana-sini pun tampak garis-garis meraa, pertanda gunung itu sering longsor."Padahal dua-tiga tahun lalu, hutan di sana masih lebat," ujar A. Saefuddin, pensiunan Serda AD. Ia sering keluar masuk hutan itu ketika masih dinas aktif. PPA (Perlindungan dan Pengawetan Alam) sudah bersuara. "Kami menghimbau agar usaha membuat arang di kawasan hutan lindung dan cagar alam segera dihentikan," tulis Ir. Atang Setiawan, Ka Sub Balai PPA Ja-Bar dalam suratnya kepada Bupati Bandung. Dari kantor bupati sudah ada instruksi pula Camat Pasirjambu supaya ikut mencegah pengrusakan hutan itu. Lebih Mahal Baru seorang penduduk Pasirjambu, produsen arang, yang dijatuhi hukuman 6 bulan penjara, Desember lalu. "Tapi walau pengawasan dilakukan secara ketat, ada saja penduduk yang melakukan pembuatan arang," ujar D. Sutarli, Kepala Desa Margamulya, Pasirjambu. "Soalnya kalau sudah menyangkut perut lapar, orang bisa nekat-nekatan." kata Saefuddin lagi. Sejak itu pengadaan arang untuk keperluan pandai besi itu ditangani Perum Perhutani, bekerjasama dengan KUD Pasir jambu. "Arang itu diusahakan dari pegunungan Tanjaknangsi di kawasan hutan Pasirjambu dan hutan Laji di Kecamatan Gununghalu, " tutur Endang Wirasasmita, Ketua Umum KUD Pasirjambu. Selain arang dari Perhutani "kiriman dari penduduk, yah, diterima juga, walau harganya sedikit lebih mahal," ujar pandai besi Suryani lagi. Kedua kawasan yang menjadi sasaran operasi Perhutani, menurut Achmad Sirajudin, Ka Sub Seksi PPA Bandung, sebetulnya berstatus hutan lindung untuk pelestarian tata air. "Bila dirusak, bisa mengganggu pengadaan air bagi penduduk," ujarnya. Hal itu juga diakui Syamsu, Asisten Perhutani KBKPH yang mencakup Ciwidey dan Pasirjambu. Menurut dia, penebangan di kawasan itu untuk penjarangan dan reboisasi. "Kami masih punya tanggungjawab atas hutan itu," ujar Syamsu. Soalnya serah terima kepada PPA baru dilakukan secara administratif, belum di lapangan. Tapi menurut Sirajudin, serah terima di lapangan tak perlu lagi. Cukup Mengkhawatirkan Sementara itu Prof. Dr. Ir. Otto Somarwoto, Kepala Lembaga Ekologi Unpad, menerangkan berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat thun 1978, keadaan hutan di DAS Citarum cukup mengkhawatirkan, karena terjadi kerusakan hutan dengan kecepatan tinggi. Ini menurut Soemarwoto mempengaruhi sangat debit air Sungai Citarum. "Keadaan ini memperkuat keperluan pelestarian hutan alam yang tertinggal dan Cagar Alam Gunung Tilu, salah satu di antaranya," ujar gurubesar itu. "Karena itu sudah waktunya kalau pemerintah memikirkan alternatif bahan bakar untuk pandai besi itu. "Belum terlambat kalau menggantikannya dengan, misalnya batu-bara," ujar Soemarwoto. Para pandai besi umumnya bersedia menggantikan arang dengan batu-bara. Tapi, menurut Momo, Kepala Unit Pandai Besi di Kampung Pangragajian, penggantian itu membawa problem sendiri. Batu-bara tak bisa dipompa seperti halnya arang, hingga usaha pandai besi itu harus dimekanisasi. "Ini menyangkut tenaga listrik yang sampai saat ini belum masuk ke daerah kami," ujar Momo. Kasus arang ini kebetulan jadi hangat ketika DPR sedang sibuk membahas RUU tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bila nanti diundangkan, sanksinya diduga tak hanya akan mengancam pemilik modal besar dan industri, tapi juga kaum produsen arang yang mengambil kayu dari hutan lindung. Usaha pengolahan hutan untuk arang oleh Perum Perhutani bukan tidak membawa masalah. Di Desa Cibodas, misalnya, Perhutani menebang hutan seluas 50 hektar dengan janji penduduk akan dibuatkan saluran air leding. "Hutan sudah rusak, janji tak pernah dipenuhi," ujar Drs. Achyar, Camat Pasirjambu. "Ini kan memberi contoh yang tidak baik. Tindakan kita seringkali tidak terpadu, akhirnya wibawa jatuh." Perhutani merencanakan dalam Februari ini menebang 20 hektar lagi hutan lindung di kawasan Kecamatan Ciwidey.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus