ARANG cukup laku di daerah seb-lah selatan Kota Bandung. Di
situ, terutama di Kecamatan Pasirjambu, Ciwidey dan Pangalengan,
bermukim ratusan pandai besi. Setiap hari mereka menghabiskan
belasan ton arang untuk produksi mereka. Arang itu harus
berkualitas baik, dari kayu kelas dua seperti kayu kihiur
(Casfanopsis javanica), kiputri (Pondocarpus neriifolia), atau
tunggeureuk (Castanopsis tungurut). Semua itu bisa ditemulan di
hutan lindung dan hutan cagar alam yang menyelimuti lereng
gunung di 3 kecamatan itu.
Dan ternyata penduduk secara leluasa menebang hutan itu dalam
usaha mereka mensuplai para pandai besi di daerah itu. Terutama
pandai besi di Pasirjambu yang berjumlah sekitar 350 paling
banyak memesan arang. Baru saja mereka selesaikan t0.000 arit,
pesanan Menmud Koperasi sebesar Rp 10 juta. Kini mereka sibuk
mengerjakan pembuatan 250 ribu kapak dan golok, pesanan PT Purna
Sadhana (perusahaan milik Pindad) sebesar Rp 250 juta.
"Untuk bikin perabot kecil seperti pisau dapur, biasanya 50 kg
arang bisa cukup 2 hari seorang," ujar A. Suryani, pandai besi
di Kampung Pangragajian, Desa Sugihmukti, Pasir jambu. "Tapi
untuk membuat kapak dan golok hanya cukup sehari."
Mengejar kebutuhan ini para pembuat arang di gunung semakin
ganas. Hutan lindung dan cagar alam pun terutama di Kecamatan
Pasirjambu, semakin rusak. Dari kejauhan beberapa bagian gunung
tampak berwarna kuning karena gundul. Di sana-sini pun tampak
garis-garis meraa, pertanda gunung itu sering longsor."Padahal
dua-tiga tahun lalu, hutan di sana masih lebat," ujar A.
Saefuddin, pensiunan Serda AD. Ia sering keluar masuk hutan itu
ketika masih dinas aktif.
PPA (Perlindungan dan Pengawetan Alam) sudah bersuara. "Kami
menghimbau agar usaha membuat arang di kawasan hutan lindung dan
cagar alam segera dihentikan," tulis Ir. Atang Setiawan, Ka Sub
Balai PPA Ja-Bar dalam suratnya kepada Bupati Bandung. Dari
kantor bupati sudah ada instruksi pula Camat Pasirjambu supaya
ikut mencegah pengrusakan hutan itu.
Lebih Mahal
Baru seorang penduduk Pasirjambu, produsen arang, yang dijatuhi
hukuman 6 bulan penjara, Desember lalu. "Tapi walau pengawasan
dilakukan secara ketat, ada saja penduduk yang melakukan
pembuatan arang," ujar D. Sutarli, Kepala Desa Margamulya,
Pasirjambu. "Soalnya kalau sudah menyangkut perut lapar, orang
bisa nekat-nekatan." kata Saefuddin lagi.
Sejak itu pengadaan arang untuk keperluan pandai besi itu
ditangani Perum Perhutani, bekerjasama dengan KUD Pasir jambu.
"Arang itu diusahakan dari pegunungan Tanjaknangsi di kawasan
hutan Pasirjambu dan hutan Laji di Kecamatan Gununghalu, " tutur
Endang Wirasasmita, Ketua Umum KUD Pasirjambu. Selain arang dari
Perhutani "kiriman dari penduduk, yah, diterima juga, walau
harganya sedikit lebih mahal," ujar pandai besi Suryani lagi.
Kedua kawasan yang menjadi sasaran operasi Perhutani, menurut
Achmad Sirajudin, Ka Sub Seksi PPA Bandung, sebetulnya berstatus
hutan lindung untuk pelestarian tata air. "Bila dirusak, bisa
mengganggu pengadaan air bagi penduduk," ujarnya. Hal itu juga
diakui Syamsu, Asisten Perhutani KBKPH yang mencakup Ciwidey dan
Pasirjambu. Menurut dia, penebangan di kawasan itu untuk
penjarangan dan reboisasi. "Kami masih punya tanggungjawab atas
hutan itu," ujar Syamsu. Soalnya serah terima kepada PPA baru
dilakukan secara administratif, belum di lapangan. Tapi menurut
Sirajudin, serah terima di lapangan tak perlu lagi.
Cukup Mengkhawatirkan
Sementara itu Prof. Dr. Ir. Otto Somarwoto, Kepala Lembaga
Ekologi Unpad, menerangkan berdasarkan hasil interpretasi citra
satelit Landsat thun 1978, keadaan hutan di DAS Citarum cukup
mengkhawatirkan, karena terjadi kerusakan hutan dengan kecepatan
tinggi. Ini menurut Soemarwoto mempengaruhi sangat debit air
Sungai Citarum. "Keadaan ini memperkuat keperluan pelestarian
hutan alam yang tertinggal dan Cagar Alam Gunung Tilu, salah
satu di antaranya," ujar gurubesar itu. "Karena itu sudah
waktunya kalau pemerintah memikirkan alternatif bahan bakar
untuk pandai besi itu. "Belum terlambat kalau menggantikannya
dengan, misalnya batu-bara," ujar Soemarwoto.
Para pandai besi umumnya bersedia menggantikan arang dengan
batu-bara. Tapi, menurut Momo, Kepala Unit Pandai Besi di
Kampung Pangragajian, penggantian itu membawa problem sendiri.
Batu-bara tak bisa dipompa seperti halnya arang, hingga usaha
pandai besi itu harus dimekanisasi. "Ini menyangkut tenaga
listrik yang sampai saat ini belum masuk ke daerah kami," ujar
Momo.
Kasus arang ini kebetulan jadi hangat ketika DPR sedang sibuk
membahas RUU tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Bila nanti diundangkan, sanksinya diduga tak
hanya akan mengancam pemilik modal besar dan industri, tapi juga
kaum produsen arang yang mengambil kayu dari hutan lindung.
Usaha pengolahan hutan untuk arang oleh Perum Perhutani bukan
tidak membawa masalah. Di Desa Cibodas, misalnya, Perhutani
menebang hutan seluas 50 hektar dengan janji penduduk akan
dibuatkan saluran air leding. "Hutan sudah rusak, janji tak
pernah dipenuhi," ujar Drs. Achyar, Camat Pasirjambu. "Ini kan
memberi contoh yang tidak baik. Tindakan kita seringkali tidak
terpadu, akhirnya wibawa jatuh." Perhutani merencanakan dalam
Februari ini menebang 20 hektar lagi hutan lindung di kawasan
Kecamatan Ciwidey.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini