LUGAS dan vokal, itulah ciri-ciri yang lazim ditemukan pada setiap lembaga swadaya masyarakat (LSM). Green Peace, misalnya, tak segan-segan menggebrak para perusak lingkungan. Bahkan kalau perlu, pemerintah pun dihadapi olehnya (protes atas percobaan nuklir Prancis di Pulau Atol, Pasifik). Gaya perjuangan semacam itu kemudian dianut pula oleh banyak LSM di dunia. Padahal di luar Green Peace bukan tak ada LSM yang bergaya tenang, luwes, pokoknya tidak konfrontatif. The Nature Conservancy (TNC) yang bermarkas di Hawaii, AS, termasuk LSM yang seperti itu. ''Dalam melaksanakan misi pelestarian alam, kami menggunakan kerja sama ketimbang konfrontasi, baik dengan pemerintah maupun swasta,'' kata Dr. Marty Fujita, ketua perwakilan TNC di Indonesia. Dan strategi itu rupanya berhasil. Pendanaan proyek-proyek TNC kebanyakan berasal dari konglomerat yang namanya tercantum dalam daftar majalah Fortune, terbitan AS, yang terkenal itu. Tahun lalu, TNC memperoleh dana dan tanah senilai US$ 157 juta. Dibentuk tahun 1951 18 tahun sebelum Green Peace lahir TNC kini mengelola 1.300 cagar alam di AS maupun Amerika Latin. Di Indonesia, TNC bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) di dua lokasi di Sulawesi Tengah, yaitu Taman Nasional Lore Lindu dan Cagar Alam Morowali. Kedua tempat itu diseleksi karena kawasan sekitarnya memiliki kekayaan biologis yang tinggi. Alasan lain adalah, dua cagar alam itu kurang diperhatikan oleh lembaga-lembaga konservasi yang aktif di Indonesia. Proyek yang dinamakan Program Sulawesi Parks and Partnership (SPP) itu mempunyai tiga komponen yang berkaitan antara yang satu dan yang lain, yakni mengembangkan pengelolaan taman, membantu pengembangan masyarakat setempat, dan meningkatkan kesadaran penduduk tentang pelestarian. Dalam pelaksanaan proyek SPP di Sulawesi, TNC bekerja sama dengan LSM setempat, misalnya Yayasan Palu Hijau. Untuk konservasi tanah dan DAS (daerah aliran sungai), TNC bahu- membahu dengan Care International. Tak jelas berapa dana untuk proyek TNC di Sulawesi itu. Yang pasti, dana tersebut ditanggung oleh perusahaan besar seperti American Express, Coca-Cola dan General Motors, serta beberapa yayasan dari Amerika. Di bidang lain, TNC bekerja sama dengan LIPI mengembangkan Keanekaragaman Hayati Nasional (National Biodiversity Database) untuk mendukung rencana pembangunan berkelanjutan sering juga disebut sustainable development di negeri ini, termasuk di bidang industri kayu. Proyek itu akan menginventarisasi flora dan fauna Indonesia, yang diakui terkaya di dunia, sesudah Brasil. Menteri Kehutanan Djamaloeddin Soeryohadikusumo, dalam upaya memenuhi anjuran Organisasi Kayu Tropis Internasional (International Tropical Timber Organization), akan mengembangkan program industri kayu berkelanjutan mulai 1995. Untuk menyukseskan program itu, mungkin TNC bisa berperan banyak di Indonesia. Apalagi Ketua TNC, John C. Sawhill, yang berkunjung ke Indonesia belum lama berselang, sempat beraudiensi dengan Presiden Soeharto. Dalam pembicaraan itu disepakati bahwa TNC akan membantu Indonesia, yang juga Ketua Gerakan Nonblok, membentuk program pertukaran pejabat dan LSM antarnegara berkembang. Yuli Ismartono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini