ORANG susah tidak selalu bernasib buruk. Mungkin itu obsesi pertama yang bermain di benak Muhammad Tobin, 39 tahun, ketika kenalannya, Sugiarto, berniat mengadopsi anak tunggalnya, Suwito. Sugiarto, 36 tahun, dikenalnya sejak ia dan anaknya tidur di emperan gedung bioskop Gelora di Semarang. Duda yang bekerja sebagai pemulung itu merasa senang jika Suwito, 4 tahun, bisa diasuh dan dirawat orang lain. Setahu Tobin, Sugiarto, ayah dua anak itu, orangnya royal dan penghiba. Sugiarto sering mentraktirnya minum dan memberinya uang. Tapi kegembiraan Tobin, yang tinggal di Kampung Krese, Karangkidul, Semarang, ternyata tidak lama. Sugiarto, bekas karyawan perusahaan rokok Djarum di Kudus itu, belakangan rupanya sudah berubah. Anaknya yang sejak Juni lalu diasuh oleh Sugiarto dikabarkan tewas pertengahan September lalu. Kabar menyedihkan ini makin meruyak dalam pekan ini ketika timbul kecurigaan bahwa Sugiarto diduga menjadi penyebab kematian Suwito. Pihak kepolisian di Semarang menemukan dan membongkar kuburan Suwito di garasi mobil yang ada di vila milik Sugiarto di daerah wisata Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah. Menemukan kejanggalan ini, kemudian polisi menahan Sugiarto. Sementara, ia dituduh menyembunyikan mayat. ''Kami masih melakukan pemeriksaan,'' kata Letnan Kolonel Didi Widayadi, Kepala Kepolisian Kota Besar Semarang. Menurut petugas yang memeriksa Sugiarto, lelaki itu mengaku menyiksa dan menguburkan Suwito. Kehadiran Suwito, menurut pemeriksa tadi, tidak diingini keluarga Sugiarto, terutama istrinya. Mereka berdua sering cekcok tentang kehadiran bocah tak berdosa tersebut. Karena itu, kadang kala, Suwito menjadi sasaran kejengkelan Sugiarto. Seperti dituturkan seorang pembantunya, selain sering disuapi untuk makan, tak jarang bocah yang pembawaannya ceria itu ditempeleng. Terkadang, ia diberi minum bir oleh Sugiarto, selagi mabuk. Puncak kelakuan aneh Sugiarto pada Suwito terjadi pada malam 10 September lalu. Entah apa yang menjadi penyebabnya (kecuali ia mengaku sedang stres berat kepada polisi), Sugiarto mencakarkan bocah Suwito pada anjing herder yang dipeliharanya. Sugiarto, yang mengaku sudah kesetanan itu, mengiris-iris kelamin dan kedua telinga korban. Bocah tadi tak kuat menahannya, dan jatuh pingsan. Setelah itu, Sugiarto baru kalang kabut. Ia mencoba menyelamatkan nyawa si bocah ke Rumah Sakit Telogorejo. Tapi pihak rumah sakit angkat tangan. Kemudian Suwito dibawa ke RS Umum Kariadi. Ketika diperiksa, Suwito sudah tak bernyawa. Mayatnya lalu diminta Sugiarto untuk dibawa pulang. Petugas rumah sakit melihat kematian yang mencurigakan itu kemudian melaporkan kepada yang berwajib. Untuk menghilangkan jejak, sepulangnya dari rumah sakit, Sugiarto membersihkan bekas darah di rumahnya di Jalan Kelinci No. 7, Semarang. Setelah itu Sugiarto, menurut polisi, ditemani seorang dari tiga pembantunya, membawa mayat Suwito ke vila miliknya di Bandungan. Di sana, di garasi yang ada, ia membuat lubang untuk memendam jasad korban. Agar tidak berbekas, lantai garasi yang digali itu disemen kembali sehingga kelihatan seperti semula. Tapi polisi mengendus muslihat tersebut, seminggu setelah kejadian. Perilaku Sugiarto yang berbalik tangan tadi belum jelas penyebabnya. Polisi masih mencari jawaban, benarkah ia sakit jiwa. Sementara itu, otopsi terhadap jasad Suwito belum pula diketahui hasilnya. Rustam F. Mandayun dan Bandelan Amarudin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini