Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sebuah Sorga Yang Dingin

Pulau Macquarie, ditetapkan sebagai taman nasional sub antartika Australia. Bulan Agustus-September adalah musim pembiakan gajah laut. Burung pinguin menempati kawasan 6,5 hektar dengan aman. (ling)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULAU Macquarie, 1770 km di selatan benua Australia merupakan "penjara alamiah." Tak ada pohon tumbuh, dan angin laut selalu berhembus merasuk ke sumsum. Tapi toh pulau yang luasnya hanya beberapa puluh hektar itu dipandang begitu penting, sehingga ditetapkan jadi Taman Nasional Sub Antartika Australia. Ada apa? Ternyata, keterpencilannya dan iklimnya yang buruk telah menyulap pulau dekat kutub selatan itu menjadi suaka margasatwa yang sangat unik. Berbagai jenis burung laut seperti elang, camar, belibis, dan burung-burung pemakan ikan lainnya, hidup gemuk di sana -- seolah berada di peternakan ayam dan itik ras. Kalau sedang berleha-leha, burung-burung ini hanya mau minggir dengan malasnya bila ada manusia berani mengganggu wilayah mereka. Berbeda dengan burung pinguin, itu burung besar yang berjalan tegak anggun dan punya naluri teritorial yang sangat kuat -- lebih kuat dari rasa takutnya. Sehingga dia tak segan-segan menyerang dan mematuk siapa yang berani masuk wilayahnya. Ketika orang-orang yang tergabung dalan ekspedisi Antartik Nasional Australia (ANARE) mulai menetap di ujung utara pulau itu 30 tahun lalu, sang pinguin pun tak beringsut dari tanah air mereka. Sampai sekarang, ketika tim wartawan KPA berkunjung ke sana baru-baru ini, masih ada koloni pinguin gentoo di sela-sela bangunan ANARE. Sebuah koloni lain dekat pangkalan ANARE itu terdiri dari beberapa ribu pinguin royal. Di tempat yang lebih terbuka, bebas dari bangun-bangunan koloni pinguin raja itu ada yang mencapai 750 ribu ekor. Di tempat lain yang luasnya hanya 6,5 hektar, « juta ekor pinguin suka sibuk bermusyawarah entah membicarakan apa. Mulai Agustus nanti ada kesibukan tambahan di Taman Nasional itu. Sebab gajah-gajah laut jantan akan mulai mendarat dan memperjuangkan bagian-bagian pantai di mana mereka akan mengumpulkan harem mereka. Yang lebih tua dan berat mengibarkan panji-panji mereka di pantai yang strategis, lalu merayu betina-betina yang datang mendarat. Ada yang berhasil mengumpulkan isteri sebanyak 500 ekor -- tapi rata-rata 100 ekor "saja". Selama musim pembiakan yang hanya dua bulan lamanya itu, si jantan tidak makan ikan seekor pun. Jagoan-jagoan bertubuh gemuk itu hanya menghabiskan waktunya dengan bersanggama, diselingi perkelahian melawan saingan yang berani mendekati haremnya. Maka selama bulan-bulan Agustus-September itu pulau tersebut jadi gaduh oleh raungan dan hempasan sang jago-jago gulat alamiah. Banyak pahlawan tua kehilangan sebagian hidungnya di masa itu -- disertai kulit yang keriputan lantaran bekas luka. Tapi walaupun sibuk bertempur terus, si jantan menjadi ayah yang bahagia tatkala 90% dari betinanya melahirkan anak gajah laut, berkulit hitam, dikandung induknya di daratan selama 12 bulan. Dua bulan kemudian, bila tetek induknya tak lagi mengalirkan air susu, anak gajah laut itu sudah harus belajar mencari makan sendiri. Sang ibu akan segera kembali menyeret dirinya ke samudera luas. Dulu banyak juga anjing laut di pulau itu. Tapi ketika Frederick Hasselborough, pemburu anjing laut dari Sydney, menemukan pulau Macquarie secara kebetulan, tahun 1810, mulailah proses kiamat bagi binatang segara dingin itu. Tak tertarik oleh gajah laut yang juga berjubel di sana, dalam waktu l8 bulan saja si pemburu berhasil mengkapalkan lebih dari 120 ribu lembar kulit anjing laut ke Sydney. Dari sana selanjutnya diekspor ke London, guna penghangat tubuh perempuan-perempuan Eropa yang gemar bergaya di atas penderitaan saudara-saudara anjing laut. Maka dalam dua tahun saja anjing laut di Pulau Macquarie nyaris punah. Menjelang 1820, para pemburu satwa lautmulai mengalihkan perhatian kepada gajah laut dan pinguin. Setelah dibunuh, kedua binatang itu direbus untuk diambil minyaknya. Untunglah larangan berburu margasatwa dikeluarkan tahun 1919, dan tahun 1933 Pemerintah Negara Bagian Tasmania menyatakan pulau itu sebagai suaka alam. Berbeda dengan gajah laut yang cepat menanjak kembali populasinya, anjing laut tampaknya takut bersarang kembali di situ. Makanya ketika seekor bayi anjing laut lahir lagi di pulau itu, tahun 1910, para pencinta alam bersorak-sorai. Tahun lalu, enam ekor bayi anjing laut lahir lagi di sana -- suatu tingkat kelahirln yang masih sangat rendah dibanding klahiran gajah laut dan pinguin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus