DESA Ubud seperti berada dalam pesta pora, ketika Jum'at dua
pekan lalu jenazah Pelukis I Gusti Nyoman Lempad siap
diberangkatkan ke kubur untuk dibakar. Sejak pagi desa itu sudah
penuh terutama oleh orang asing. Sebagaimana upacara pembakaran
mayat yang lain, suasana berkabung praktis tidak muncul. Apalagi
upacara ngaben pelukis tua ini lokasinya memang di pusat
kunjungan turis. Orang yang terlibat dalam upacara jauh lebih
kecil dari yang menonton. Bahkan beberapa mahasiswa LPKJ, yang
saat itu juga sibuk membuat film, berkomentar: "Ini kok turis
melulu. Mana orang Bali?"
Orang Bali, atau tepatnya masyarakat sekitar Ubud, sebenarnya
sibuk juga. Misalnya mengacung-acungkan kain, lukisan, patung,
di hidung turis. Tetapi turis sekarang ternyata lebih senang
memotret dari membeli.
Banyak lagi yang memanfaatkan hari berkabung itu. Seperti
berjualan minuman, makanan, sampai menawarkan kamar hotel untuk
turis yang ingin mengikuti rentetan upacara. Akan siswa-siswa
SESRI Denpasar, mereka lebih senang membawa kanvas. Di seberang
jalan, pada halaman sebuah pura, puluhan siswa asyik melukis
dengan model menara kematian yang disebut wadah.
Satu peleton polisi didatangkan untuk mengamankan upacara. Jalan
raya Ubud ditutup. Parkir disediakan di Desa Peliatan. Jadi
orang harus berjalan 2 km untuk mencapai tempat keramaian.
Polisi juga berjaga di pintu gerbang rumah keluarga Lempad, agar
orang yang "tidak berkepentingan" tidak masuk ke dalam.
Picasso
Di bagian dalam, nampak suasana lebih khusuk. Tetapi tidak
banyak pejabat yang hadir. Yang kelihatan adalah pimpinan Pusat
Pengembangan Kebudayaan Bali, I Gusti Putu Raka SH, Ketua Harian
Listibiya Bali drs IGBN Panji, bekas Bupati Gianyar Kembar
Kerepun. Ada pula tamu yang mendapat tempat terhormat, yaitu
puteri Picasso. Anak pelukis tersohor ini, Paloma Picasso,
didampingi suaminya Rafael Lopez. Keduanya dengan tenang duduk
persis di depan jenazah.
Setidaknya, upacara pengabenan Lempad diabadikan oleh 3 kelompok
pembuat film, di luar film mini dari perseorangan. Yaitu dari
Perusahaan Film Negara (PF), perusahaan televisi Australia
(ABC) dan mahasiswa LPKJ. Mahasiswa LPKJ, yang dua hari
sebelumnya sudah mengadakan pengambilan menyewa hotel di sebelah
rumah Lempad. Ikut dalam rombongan ini Slamet Rahardjo dan
Sardono.
Pukul 2 siang baru jenazah diarak ke kuburan yang jauhnya cuma
500 meter. Tidak ada yang istimewa, kecuali lautan manusia yang
mengantar dengan kamera-kamera menggelayut di tubuh. Sampai api
yang membakar tubuh Lempad padam, masih banyak orang asing tak
mau bergegas meninggalkan kuburan. Tetapi yang paling menarik:
tidak nampak ada pelukis, baik kawan atau pengagum Lempad. "Ini
bukan peristiwa kesenian. Ini satu acara saja bagi wisatawan,"
ada yang bilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini