Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banyuwangi - Petani di Kabupaten Banyuwangi tengah mengembangkan inovasi dengan menanam dan budidaya jeruk Dekopon. Jeruk asal Jepang yang kini tengah menjadi primadona itu memiliki harga jual yang cukup tinggi karena manis dan tanpa biji, selain juga berbuah sepanjang musim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk harga dari petani Rp 50 ribu per kilogram. Saya memenuhi permintaan sejumlah langganan dari Jakarta, Surabaya dan sejumlah kota lainnya," ujar Sujarwo, petani Desa Kedungwungu, Kecamatan Tegaldlimo, Senin, 25 Januari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sujarwo menjelaskan, tanaman jeruk Dekopon sudah mulai berbuah di usia tiga tahun. Produktivitasnya bisa mencapai 50-80 kilogram per pohon dalam satu tahun. Dia sendiri mengembangkannya di lahan miliknya seluas 2,5 hektare.
Tidak seperti jeruk Siam pada umumnya, Sujarwo menerangkan, "Jeruk ini bisa berbuah sepanjang tahun asalkan perawatannya dilakukan dengan baik."
Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi, Arief Setiawan, menyebutkan, kondisi lahan di Banyuwangi cocok untuk pengembangan jeruk Dekopon. "Perawatannya juga cukup mudah. Sama dengan jeruk lainnya," kata dia.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memuji inovasi para petani di wilayahnya tersebut. Dia berjanji memberi dukungan agar para petani bisa mengembangkan aneka varietas tanaman yang memiliki nilai jual tinggi.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, saat meninjau kebun jeruk Dekopon milik petani.
Anas menyebutkan, saat ini Pemkab Banyuwangi telah memberikan subsidi pupuk organik gratis untuk 400 hektare per kecamatan untuk tanaman pangan, dan ratusan hektare per kecamatan untuk tanaman hortikultura. Program ini juga telah berlangsung pada 2020.
"Dengan pemberian pupuk organik gratis ini, kami harap dapat membantu kebutuhan pupuk petani," katanya sambil menambahkan bantuan pupuk juga harus dinikmati petani jeruk Dekopon.