Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Setelah Menunggu 124 Tahun

Seekor badak lahir di suaka badak Way Kambas, Lampung. Harapan baru untuk menyelamatkan hewan yang jumlahnya di seluruh dunia tinggal 200 ekor itu.

2 Juli 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERCINTAAN berdarah-darah. Pada mulanya perkawinan itu tampak baik-baik saja. Andalas mempersunting Ratu, ketimbang Rosa atau Bina. Ratu memang paling tingting.

Lalu Ratu muncul dengan wajah dan badan penuh luka. Ia menjadi korban kekerasan Andalas. Namun perkawinan itu harus dipertahankan. Sepertinya Ratu juga tak keberatan. Apalagi Andalas juga tak bebas dari luka.

Rupanya, keduanya memang kerap bertengkar. Saling menanduk, menggigit, menyeruduk, dan kadang kejar-kejaran. Untuk menjaga keselamatan Ratu, hubungan mereka diawasi dengan ketat, termasuk saat sejoli itu tengah berhubungan intim.

Kala itulah bumi bergetar. Andalas menaiki Ratu dari belakang. Berat Ratu sekitar 500 kilogram, Andalas berbobot 650 kilogram.

Dua tahun lewat sejak pasangan badak ini dipertemukan di Suaka Rhino Sumatera seluas 100 hektare di Way Kambas, Lampung. Pada Desember 2009, Ratu hamil. Namun, tiga bulan kemudian, Ratu keguguran. Tiga bulan kemudian, hewan berkulit tebal itu bunting lagi, tapi cuma bertahan sebulan. Andalas rupanya pejantan tangguh. Sekali lagi Ratu me­ngandung pada Maret 2011. Sabtu dinihari dua pekan lalu Andatu lahir. Namanya diambil dari nama Andalas dan Ratu.

Inilah pertama kalinya badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) melahirkan secara alamiah di penangkaran setelah 124 tahun. "Upaya serupa selama seabad lebih selalu gagal," ujar Dedi Chandra, 28 tahun, kepala tim dokter pada persalinan itu.

"Ada harapan baru untuk pelestarian badak Sumatera," Dedi menekankan. Soalnya, jumlah badak Sumatera di seluruh dunia tinggal sekitar 200 ekor. Padahal badak paling mungil dibanding empat jenis badak lainnya ini susah punya anak.

Bayangkan saja, seumur hidupnya, badak Sumatera paling banter beranak empat kali. Setiap kali beranak cuma seekor dengan masa kehamilan 15 bulan. Masa kawinnya 24 hari dalam sebulan, tapi masa suburnya hanya lima hari, pada hari ke-21 hingga ke-25. Sudah begitu, badak betina tidak akan mendekati pasangannya jika tidak benar-benar sedang subur dan sebaliknya pejantan tidak peduli terhadap betina yang belum mengalami ovulasi.

Susie Ellis, anggota staf International Rhino Foundation (IRF), bahkan yakin penangkaran badak di Way Kambas dapat ditiru di tempat lain, mulai Bukit Barisan Selatan, Gunung Leuser, kawasan hutan alam Sumatera, hingga Sabah, Malaysia. "Populasi badak ke depan bisa terus bertambah. Sudah ada bukti di sini," ujarnya.

Toh, menjadi makcomblang badak bukan perkara mudah. Ongkosnya juga tak murah. IRF, misalnya, telah mengeluarkan biaya US$ 22.500. "Dana itu untuk makan, honor petugas, obat-obatan, peralatan, dan perawatan," kata Susie.

Itu belum termasuk biaya untuk mendatangkan Andalas ke Way Kambas pada 2007. Badak berumur 11 tahun itu lahir dan besar di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat. Untunglah menjadi makcomblang Andalas menyenangkan.

Tak ada kesulitan berarti untuk mengenalkan Andalas kepada tiga badak betina di penangkaran: Ratu, 12 tahun, asal Way Kambas; Rosa (12), dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan; dan Bina (29), dari belukar Bengkulu. Andalas langsung jatuh hati kepada Ratu, badak liar yang diselamatkan petugas Taman Nasional Way Kambas dari kejaran warga karena dikira babi ngepet.

Selanjutnya tinggal merayakan resepsi. Ini terbagi ke dalam beberapa acara. Yang pertama disebut fase prakopulasi. Ratu mengeluarkan suara khas, menaikkan dan menggoyangkan ekor, serta menyemprotkan urine ke sejumlah tempat. Ini tanda bagi Andalas bahwa ia siap dikawini. Andalas lalu mengendus urine itu, mencari pemiliknya, dan—setelah menemukan si pemilik—mengendus kepala, moncong, pantat, hingga alat kelamin luarnya. Pada tahap ini, Andalas juga sering kencing di tempat-tempat tertentu.

Resepsi usai, keduanya masuk tahap kopulasi. Inilah masa bumi berguncang menahan berat kedua hewan yang bersatu hingga bobotnya mencapai lebih dari satu ton. Namun aneka ritual itu sudah banyak diketahui. Pengetahuan terbaru dari kelahiran Andatu adalah tentang proses persalinan alamiahnya. "Referensi tentang kelahiran badak masih minim," kata Dedi.

Karena itu, banyak ahli antarbangsa terlibat dalam persalinan Ratu. Selain Dedi dan Susie, ada Benn Bryan dari Tarongan Western Plains Zoo, Australia; Scott Citinodari dari White Oak Conservation Center, Amerika Serikat; Bibhab K. Talukdar dari Asian Rhino Spesialis Group IUCN; dan, tentu saja, pawang Andatu dari Kebun Binatang Cincinnati, Paul Reinhart. "Paul pula yang membantu kelahiran Andalas 11 tahun lalu," ujar Dedi.Tanda-tanda Ratu segera melahirkan mulai terlihat sepekan sebelumnya. Nafsu makan Ratu ketika itu turun drastis. "Ini karena ia perlu mengosongkan perut agar makanan tidak mengganggu janin saat keluar," kata Dedi. Celakanya, Dedi cs tak bisa menentukan hari dan jam persalinan itu.

Terpaksa tim selalu dalam status siaga satu. Dua hari menjelang B-day, Ratu tampak gelisah. Tim menenangkannya dengan menyediakan ember air dan bilah-bilah kayu. "Tapi ember dihancurkan, kayu didorong-dorong dan ditarik-tarik," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia Widodo S. Ramono. Empat jam sebelum melahirkan, Ratu kian gelisah. "Itu jam-jam yang menegangkan," kata Dedi, yang bekerja di Yayasan Badak Indonesia. Entah siapa yang lebih gelisah: tim persalinan atau Ratu.

Dua jam menjelang persalinan. Ratu menggila. Ia sering mondar-mandir, sesekali menggaruk-garukkan kaki depannya ke pohon, sesekali masuk kubangan untuk waktu yang singkat. Berkali-kali pula ia berbaring, berdiri, lalu berbaring lagi. "Mungkin ini strategi Ratu supaya posisi janin dalam perutnya menghadap ke bawah, sehingga bayinya lebih mudah dilahirkan," ujar Dedi.

Selama dua jam itu, Ratu juga kerap menangis dan menjerit-jerit. "Kami yang mengamati dari CCTV tidak bisa napas. Diam semua," ujar Widodo.

Untung ada Paul Reinhart, yang menenangkan tim. "Dia satu-satunya yang berpengalaman membantu persalinan badak. Jadi, boleh dibilang dia bidannya," kata Dedi. Tepat pukul 11.30, plasenta biru keunguan mulai keluar dari kemaluan Ratu. Tim mematikan lampu. Petugas yang merekam proses persalinan hanya dibekali senter. Karena Ratu tampak terganggu, senter dimatikan beberapa menit. Celaka benar, karena saat gelap itulah Andatu lahir."Ketika disenter lagi, ternyata plasentanya sudah tidak ada," ujar Widodo. Senter diarahkan ke sekeliling Ratu. Sepasang kuping terlihat bergerak-gerak. "Saat itu semua langsung bersorak. Lebih rame daripada bersorak gol sewaktu nonton bola bareng.""Jantung saya berdetak kencang saat itu," ujar Reinhart. Dia sangat girang menyaksikan kelahiran Andatu. Meski Reinhart berpengalaman mengawinkan badak, merawat badak bunting, membantu persalinannya, hingga merawat bayi badak di Kebun Binatang Cincinnati, Andatu lahir alamiah. "Di sini semuanya berjalan sangat normal," kata pencinta unta dan badak ini.

Dua setengah jam kemudian, Andatu menyusu kepada induknya. Ratu bahkan menjilati Andatu untuk membersihkan badannya dari lendir bekas persalinan. Ini peristiwa menarik karena, menurut referensi, "Induk badak biasanya menolak menyusui anaknya,," ujar Dedi. Karena itulah timnya menyiapkan kolostrum (air susu pertama) dan berkaleng-kaleng susu formula. Masih menurut buku, bayi badak harus minum kolostrum dari induknya minimal sampai 10 jam pertama setelah kelahiran.

"Anak badak baru makan semak seperti induknya dua bulan kemudian," ujar Widodo. Pagi harinya, sekitar enam jam pascapersalinan, Andatu sudah bisa berdiri. Andatu—yang masih sempoyongan—membuntuti ke mana pun Ratu pergi.

Kini Ratu dan Andatu hidup berdua saja di zona khusus seluas 30 meter persegi yang disebut boma. Sekeliling boma ditaburi garam. "Kami khawatir ada harimau, babi hutan, biawak, ular, karena setelah kelahiran ada bau amis," ujar Widodo.Berat Andatu hingga kini belum bisa ditimbang. "Jika ada bekas sentuhan manusia, Ratu bisa stres dan menolak kehadiran anaknya," kata Dedi. Namun Andatu tampak sehat. Tiap hari ia menyusu 30 kali, setiap kali menyusu selama 5-10 menit. Diperkirakan Andatu menenggak 10 liter susu dari induknya per hari.

Untunglah nafsu makan Ratu sudah kembali. Per hari ia menghabiskan 20 kilogram tanaman. Ratu sangat doyan 15 jenis tanaman dan umbi-umbian, mulai daun nangka hutan, pule, akar jinten merah, hingga daun pohon ara. "Semuanya tersedia di hutan Way Kambas, yang memiliki 250 spesies tumbuhan," kata Dedi.Namun ke mana Andalas? Ia dijauhkan hingga Ratu siap hamil sekitar tiga tahun lagi. "Masa menyusui anak badak selama dua tahun," katanya.

Lagi pula ada Rosa dan Bina. Hei, Andalas pintar benar memilih. Ia kini dekat dengan Rosa. Seperti ketika dicomblangkan dengan Ratu, Andalas pun mengajak Rosa bertarung: adu tanduk, saling gigit, kejar-kejaran. "Agaknya nalurinya memang begitu. Ia sangat menyukai perkenalan yang berdarah-darah dan membahayakan," kata Dedi.

Mahardika Satria Hadi, Nurochman Arrazie (Lampung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus