Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pusat Riset Antariksa di BRIN pernah mengungkap tanah ambles atau land subsidence di wilayah pesisir pantai utara atau pantura Jawa bisa sampai 11 sentimeter per tahun. Terparah disebutkan di Pekalongan, Jawa Tengah. Menyusu setelahnya kota-kota seperti Jakarta dan Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kajian menggunakan data satelit itu memperkuat hasil riset sebelumnya dari Laboratorium Geodesi ITB. Studi yang ini bahkan menyebut laju atau kecepatan penurunan tanah di Semarang, Pekalongan dan Demak saat sudah ada yang mencapai 20 sentimeter per tahun, atau laju tercepat yang tercatat di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa yang terjadi di pantura ternyata terjadi pula di banyak bagian lain dari daerah pesisir di dunia. Sebuah studi yang dilakukan Cheryl Tay dari Nanyang Technological University, Singapura, dan koleganya, membandingkan kenaikan muka air laut global rata-rata yang 3,7 milimeter per tahun dengan penurunan muka daratan di 48 kota pesisir di dunia sepanjang 2014-2020.
Ke-48 kota itu dipilih yang memiliki jumlah penduduk terbesar. Adapun daratan ambles diperhitungkan karena eksploitasi air tanah, ekstraksi minyak dan gas, dan sedimen yang memadat karena tekanan bangunan gedung-gedung tinggi--sebuah proses yang disebut land subsidence.
Hasilnya, di 44 kota di antaranya, land subsidence terjadi lebih cepat daripada rata-rata laju kenaikan muka air laut global. Kota-kota yang ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah termasuk yang paling cepat ambles. Ini termasuk Tianjin di Cina, Ho Chi Minh City (Vietnam), Chittagong (Banglades), Yangon (Myanmar), Jakarta (Indonesia) dan Ahmedabad di India. Mereka disebutkan Cheryl Tay dkk ambles lebih dari 2 sentimeter per tahun. Tianjin dan Ho Chi Minh City bahkan lebih dari 4 sentimeter setiap tahun.
Angka median dari tingkat land subsidence untuk setiap kota yang diukur bervariasi mulai dari 1,62 sentimeter per tahun di Ho Chi Minh City, Vietnam, sampai 1,1 milimeter per tahun di Nanjing, Cina. Sebagai catatan, tim peneliti mengatakan kalau hasil perhitungan berdasarkan kajian radar satelit tersebut belum disesuaikan lagi dengan faktor-faktor lain yang mungkin membuat angka itu lebih besar atau rendah.
Misalnya, faktor fenomena di mana daratan yang tertekan oleh lapisan es menjadi naik lagi selama ribuan tahun setelah es itu mencair. Tim juga menyatakan mengukur seluruh area kota hingga batas wilayah terjauhnya dari pantai, yang bisa sampai beberapa kilometer.
Dalam studi kasus di Ho Chi Minh City, Cheryl Tay dan timnya menemukan kalau luas daratan yang akan tenggelam bakal bertambah 20 kilometer persegi, dan bahkan lebih lagi, jika laju land subsidence-nya berlanjut sampai 2030. Rio de Janeiro, Brasil, juga bisa menyaksikan tambahan 2 kilometer persegi yang akan tenggelam, mewakili tambahan 16 persen terhadap luasan wilayah yang tenggelam tanpa perlu ambles.
Ho Chi Minh City. shutterstock.com
Meski begitu, Manoochehr Shirzaei dari Virginia Tech mengkritisi peta elevasi yang digunakan dalam studi yang, menurutnya, tidak semua dapat diandalkan untuk memperkirakan perluasan banjir. Dia juga menilai berfokus kepada area daratan di pedalaman kota pesisir bisa 'melebih-lebihkan dampak' dari perhitungan land subsidence.
Sebuah laporan baru-baru ini dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang mengamati perubahan muka daratan di sepanjang garis pantai global selama seabad ini menemukan kisaran yang lebih sempit. Amblesan terparah dalam studi ini disebutkan 5,2 milimeter per tahun, atau sekitar setengah sentimeter.
Dalam laporan itu telah dimuat peringatan bahwa jika laju amblesan tak berubah maka akan menjadi faktor pemicu besar dari bencana terkait gelombang laut. "Selama ini land subsidence selalu disepelekan. Hasil studi ini menjadikannya dalam perhatian," kata Shirzaei.
NEW SCIENTIST, NATURE