Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Suhu Malam yang Lebih Dingin, BMKG: Terendah di Maumere dan Tretes

BMKG menjelaskan sebab suhu udara malam yang sedang dirasakan lebih dingin di beberapa daerah di Pulau Jawa.

8 Juli 2021 | 09.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga mengamati fenomena lapisan embun es beku yang menyelimuti daun teh di Kebun Teh, Kertasari, Kabupaten Bandung, Kamis, 18 Juli 2019. Fenomena ini akibat kondisi suhu yang mencapai 8 hingga 3 derajat celsius saat musim kemarau. ANTARA/Novrian Arbi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan sebab suhu udara malam yang sedang dirasakan lebih dingin di beberapa daerah di Pulau Jawa. Bukan hanya di Jawa, fenomena yang sama ternyata juga terjadi di daerah lain yang sama posisinya di sebelah selatan Katulistiwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BMKG menyatakan suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yaitu pada Juli-September. BMKG menegaskan penjelasan yang pernah diberikan peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional saat membantah sebab akibat suhu lebih dingin itu dengan fenomena Aphelion atau posisi Bumi yang terjauh dari Matahari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam keterangan tertulis yang dibagikan Rabu petang, 7 Juli 2021, BMKG menjelaskan bahwa saat ini wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju periode puncak musim kemarau. Periode tersebut ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia. 

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, mengatakan bahwa pada Juli 2021 Australia berada dalam periode musim dingin. Itu sebabnya massa udara dari wilayah itu menjadi dingin dan kering. Adapun massa udara bergerak karena pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia.

Angin monsoon Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan relatif lebih dingin. "Sehingga menyebabkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin," kata Herizal.

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan yang terbentuk di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara juga ikut beri pengaruh. Minim awan berarti energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer. "Sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari," katanya menambahkan.

Dampak penurunan suhu yang ekstrem, kata Herizal, dapat menyebabkan beberapa tempat seperti Dieng dan dataran tinggi lainnya mengalami fenomena embun es atau embun upas yang menyerupai salju.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menambahkan, berdasarkan pengamatan BMKG, saat ini rata-rata suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator umumnya lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain yang berada di utara atau di sekitar garis khatulistiwa.

"Suhu udara minimum berkisar antara 14-21 derajat Celcius dengan suhu terendah tercatat di Maumere, NTT dan Tretes, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur," katanya mengungkap data pengukuran BMKG.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus