Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Tak Guyah Tanpa Kalium

Tanpa pupuk kalium, produksi kelapa sawit di perkebunan PT London Sumatera Indonesia (Lonsum), Sumatera Utara, ternyata tak berkurang. Tapi para ilmuwan meragukan hasil penelitian ahli tanah Lonsum.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA jadinya bila tanaman tak diberi pupuk kalium? PT London Sumatera Indonesia (Lonsum), yang mengusahakan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara, berkesimpulan: tidak apa-apa. Kesimpulan ini tentu saja mengagetkan banyak pihak. Karena tumbuh-tumbuhan, seperti diketahui, membutuhkan tiga unsur utama. Ketiga unsur itu -- riitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) -- selama ini diberikan petani dalam bentuk pupuk. Nitrogen terkandung dalam pupuk urea, fosfor dalam pupuk TSP, dan kalium dalam bentuk kalium klorida (KCI) . Kalium, yang juga sering disebut potasium, bukan unsur sepele bagi tanaman. Unsur ini berperan dalam proses fotosintesa, osmose, dan metabolisme tumbuhtumbuhan, dan mempengaruhi kecepatan pembentukan buah. Tanpa kalium, tumbuhan akan menderita. Batangnya akan lemah dan gampang roboh. Tapi Lonsum sejak 1982 justru tidak memberikan unsur kalium pada tumbuhan kelapa sawitnya. "Kalau tidak ada pengaruhnya, untuk apa dipakai?" ujar Top MuIyono. Ia adalah ahli tanah pada Bah Lias Research Station - lembaga penelitian milik Lonsum. Pertimbangannya? MuIyono lalu menyodorkan hasil penelitian lembaganya. Tahun 1975, ketika dilakukan penelitian di beberapa lokasi perkebunan di Sumatera Utara, diketahui bahwa penambahan pupuk kalium pada tanaman perkebunan ternyata tidak mempengaruhi kadar K pada daun. Hasil ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan BPP (Balai Penelitian Perkebunan) di Medan dan Marihat -- 140 km dari Medan. Tapi Lonsum ingin hasil yang lebih pasti. Mereka lalu bekerja sama dengan International Potash Institute Singapore, dan melakukan penelitian di kebun sendiri. Di sekeliling pohon kelapa sawit mereka gali lubang dengan tiga ragam kedalaman: 0-15 cm, 15-30 cm, dan 30-35 cm. Pada setiap lubang mereka tuangka~ pu~k KCI sebanyak 30 kg selama setahun -- yang dilakukan enam kah. Setahun kemudian, ketiga lubang itu digali, dan tanahnya dianalisa di laboratorium. Hasilnya: ~tanah dari lubang paling dangkal ternyata mengandung kalium 2,80%, dan pada dua lubang lainnya masing-masing berkadar 2,27% dan 1,2%. Pada tanah yang tak diberi pupuk KCI, untuk tiga lubang dengan tiga macam kedalaman, kandungan kaliumnya tercatat 0,4%, 0,37%, dan 0,31%. Tapi ketika daun kelapa sawit percobaan itu diperiksa Mulyono dan peneliti lainnya, ditemukan hasil bahwa baik kadar kalium pada daun pohon kelapa sawit yang diberi pupuk KCI maupun yang tidak dipupuk ternyata tidak berbeda. Selain ItU, diketahui pula bahwa kedalaman pemupukan juga tak berpengaruh pada kandungan kalium di daun. "Jadi, pemupukan KCI itu mubazir," kata Mulyono. Berdasarkan hasil penelitian itu, Lonsum, yang punya Icebun kepala sawit sekitar 1.600 hektar, berhenti memakai pupuk KCI. Dari pupuk saja, mereka bisa menghemat biaya Rp 35 ribu setahun untuk setiap hektar. Belum lagi upah buruhnya. Untuk daerah Sumatera Utara, yang punya perkebunan kelapa sawit seluas 776 ribu hektar, nilai penghematan itu tentu lebih besar. Direktur Perkebunan Lonsum, Abu Hanifah Bakri, memperkirakan bahwa penghematan, berdasarkan harga pupuk KCI Rp 175 per kilogram, bisa mencapai Rp 7 milyal setahun. Menurut Bakri, pemupukan kalium pada tanah vulkan sia-sia belaka. Padahal, hampir semua kebun kelapa sawit di Sumatera Utara berada di lokasi tanah vulkanis. Apalagi, tambah Mulyono, bila di kebun itu pohon kelapa sawitnya sudah tua-tua. Selalu ada pelepah jatuh yang mengembalikan kalium pada tanah. Sampai sekarang memang baru Lonsum yang berani menghentikan pemakaian KCI untuk tumbuhan kelapa sawit. PTP-PTP tetap saja memakai pupuk KCI. Mereka rata-rata menaburkan 2-5 kg KCI setahun untuk setiap pohon kelapa sawit. Mereka agaknya masih kuatir, penghentian KCI akan berpengaruh pada produksi kebun sawit mereka, seperti dikemukakan ilmuwan-ilmuwan kampus. Prof. Abu Dardak, guru besar Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian Universitas S~lmatera Utara (USU), misalnya, tetap menolak mendukung pendapat menghentikan pemakaian pupuk KCI bagi kelapa sawit di sana. Ia tahu hasil penelitian Lonsum itu. Tapi, lantaran banyak faktor yang mempengaruhi, katanya, "bisa saja hasilnya lain setelah diterapkan." Kosasih, kepala Laboratorium Ilmu Tanah Dada Balai Penelitian Perkebunan RISPA, Medan, malah menentang keras pendapat penelitipeneliti Lonsum. Ia, menurut pengakuannya, baru mengadakan penelitian. Ia akan segera menjawab hasil penelitian di kebun Bah Lias itu. Menurut Kosasih, pemupukan kalium memang tidak memberikan respon pada kadar kalium daun. Tapi kalium yang diserap dari tanah tetap bertambah banyak bila tanaman diberi pupuk KCI. Tanpa pemupukan, persediaan kalium tanah akan habis. Mengharapkan kembalinya kalium dari pelepah yang jatuh tidak mungkin. "Kalium di pelepah hanya 34 persen," kata Kosasih. "Selebihnya ikut terekspor ke negeri orang." Untuk mengetahui tingkat perlunya memakai pupuk kalium, Kosasih menyarankan agar jenis tanahnya diteliti lebih dulu. Biarpun tanah banyak mengandung kalium, bila tak dapat diserap tanaman, hasilnya akan sia-sia saja. Selain itu, perlu pula diperhatikan kadar air, temperatur, dan jenis tanah itu sendiri. Lonsum tampaknya masih akan tetap memakai hasil penelitiannya sendiri: tidak akan memberikan pupuk kalium pada kebun sawit mereka. Apalagi sudah terbukti produksi kebun mereka tak berkurang tanpa pupuk kalium, bahkan naik, malah. Semula hasil per hektar cuma 23,4 ton setahun, tapi tahun lalu tercatat 24,2 ton. Bila dibilang kekurangan kalium menyebabkan pembentukan buah terlambat, nyatanya kelapa sawit di kebun Lonsum tetap berbuah pada waktunya. Tapi siapa tahu semua itu karena kadar kalium tanah di sana masih cukup? Mukhlizardy Mukhtar (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus