Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Alat Pelindung Diri (APD) lengkap bak pakaian astronot menjadi bagian yang banyak dipertanyakan peserta seminar online atau webinar tentang kewaspadaan infeksi virus corona COVID-19 yang diselenggarakan RS Hasan Sadikin Bandung, Kamis 5 Maret 2020. Webinar diikuti hingga 2000-an peserta yang mendaftar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alat pelindung diri lengkap menjadi pemandangan yang diakrabi di antara para dokter dan petugas medis di dunia belakangan ini. Pengamanan tingkat tinggi itu lalu ramai dipertanyakan peserta webinar. “Katanya angka kematiannya rendah dan tidak terlalu berbahaya, tapi kok pakai APD lengkap,” kata moderator membacakan pesan seorang penanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Tim Dokter Infeksi Khusus RS Hasan Sadikin Bandung, Anggraini Alam, mengatakan APD lengkap yang dimaksud seperti baju astronot itu merupakan protokol global dalam menghadapi wabah virus corona. Dia menjelaskan bahwa angka kematian akibat infeksi virus yang menyebar dari Wuhan, Cina, itu kurang dari 5 persen. "Sementara angka kesembuhan dari pasien yang positif terinfeksi mencapai 90 persen lebih."
Staf medis beristirahat di pusat pengujian 'drive-thru' untuk penyakit virus corona COVID-19 di Pusat Medis Universitas Yeungnam di Daegu, Korea Selatan, Selasa, 3 Maret 2020. Korea Selatan telah memiliki dua fasilitas serupa di Kota Incheon dan Sejong. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Dibandingkan dengan penyakit dari jenis virus corona lainnya, seperti flu burung, angka kematian itu disebutnya jauh lebih rendah. “Separuh pasien yang kena flu burung itu meninggal,” ujar Anggraini.
Namun, COVID-19 diketahui menyebar lebih luas dan cepat hingga kini ke 74 negara dan merenggut nyawa 3000-an orang di luar Cina. “Karena itu perlu kehati-hatian para petugas yang berhadapan langsung dengan pasien,” ujarnya.
Namun dia juga menegaskan bahwa mayoritas kasus pasien positif infeksi COVID-19 tergolong ringan. “Laporan dari Cina menyebutkan lebih dari 70 ribu pasien ternyata 80 persen lebih ringan-ringan saja,” katanya. Mobilitas orang dan tranportasi yang cepat disebut sebagai faktor yang membuat COVID-19 menyebar cepat secara luas.