Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pesona Arab Saudi dan Dampaknya pada Liga Lain

Meski ada Benzema, Liga Arab Saudi belum akan menyaingi liga Eropa. Namun liga lain, seperti MLS, bisa kehilangan pesonanya.

9 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karim Benzema memegang jersey tim sepak bola Arab Saudi Al Ittihad, 6 Juni 2023. Reuters/Al Ittihad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Karim Benzema meninggalkan Real Madrid dan bergabung ke Al-Ittihad di Liga Arab Saudi.

  • Lionel Messi urung berlabuh di Arab Saudi dan memilih Inter Miami di MLS, Amerika Serikat.

  • Kehadiran Liga Arab Saudi sebagai pelabuhan pemain bintang tua menyulitkan posisi MLS.

Keputusan Karim Benzema meninggalkan Real Madrid dan bergabung ke Liga Arab Saudi serta Lionel Messi—yang dianggap sebagai pesepak bola terbaik sepanjang masa—yang berlabuh di Major League Soccer (MLS) Amerika Serikat merupakan era baru dalam perebutan bintang lawas sepak bola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MLS telah lama menjadi pelabuhan bagi pemain papan atas Eropa yang memasuki usia senja. Kini muncul pelabuhan baru: Arab Saudi. Hijrah Benzema, 35 tahun, ke Al-Ittihad—dengan nilai kontrak lebih dari Rp 2,8 triliun—mengikuti jejak rekannya, Cristiano Ronaldo, 37 tahun, yang meninggalkan Manchester United untuk bergabung dengan Al-Nassr dengan kontrak Rp 1,4 triliun pada akhir tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengumuman resmi kehadiran Benzema pada 6 Juni lalu mengukuhkan kabar yang menyebutkan Kerajaan Saudi sedang membangun liga sepak bola yang akan menyaingi kompetisi elite Eropa: Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, dan Seri A Italia. Meski kecil kemungkinan Liga Pro Saudi bisa menggoyahkan kepopuleran jajaran liga Eropa dalam waktu dekat, tren perekrutan nama-nama besar ini merugikan liga-liga kecil—terutama MLS—yang bakal kesulitan menyaingi kekuatan uang Arab Saudi.

Karim Benzema berangkat ke Jeddah saat bergabung dengan tim sepak bola Arab Saudi, Al-Ittihad, 6 Juni 2023. Reuters/Al Ittihad

Sepak Bola Uang dan Pembersihan Citra

Pengumuman perekrutan Benzema muncul pada hari yang sama dengan penggabungan PGA Tour—asosiasi golf Amerika Utara—dengan LIV Golf, yang didanai Dana Investasi Publik Saudi. Oleh media Barat, merger ini disebut sebagai pembersihan olahraga, penggunaan investasi di bidang olahraga untuk membersihkan citra Arab Saudi yang dikenal represif, brutal, dan dikuasai rezim otoriter.

Meski demikian, ada perbedaan penting antara hijrah Benzema—pemain terbaik dunia 2022—dan merger badan golf tersebut. Masyarakat Timur Tengah pada umumnya, dan Arab Saudi pada khususnya, tak punya ketertarikan terhadap golf. Olahraga padang rumput ini dibawa oleh kaum ekspatriat Inggris dan Amerika Serikat serta hanya dimainkan oleh segelintir elite lokal.

Badan golf Saudi, yang dibentuk pada 2018, meluncurkan program partisipasi massal yang ambisius sebagai bagian dari proyek Kerajaan: Vision 2023. Program ini membuktikan rendahnya minat masyarakat Saudi terhadap olahraga itu.

Sebaliknya, masyarakat di Arab menggilai sepak bola. Bersama Simor Kuper—kolumnis sepak bola—dalam buku Soccernomics, saya menulis bahwa negara-negara Timur Tengah seharusnya memiliki tim nasional papan atas sejak dulu jika saja mereka tidak terus terganggu oleh instabilitas politik. Sejumlah pengamat menggambarkan sepak bola sebagai agama kedua di dunia Arab.

Baca: Dampak Kehadiran Ronaldo bagi Sepak Bola Arab

Lawas tapi Berkualitas

Strategi mendatangkan bintang tua dari liga Eropa sebagai promosi negara yang membangun sepak bola merupakan tradisi lama. Pada musim 2016/2017, Cina membuat gelombang besar dengan mulai mengguyur pasar transfer pemain dengan dana jumbo. Tujuannya adalah mendatangkan eks bintang Manchester United, Carlos Tevez, serta gelandang Brasil, Oscar. A-League Australia membeli eks penyerang Liverpool, Robbie Fowler; dan pengatur serangan Brasil, Juninho, pada masa awal pembentukannya. Adapun J.League Jepang dibuka pada 1993 dengan menghadirkan legenda Piala Dunia, Zico dan Gary Lineker.

Contoh paling tepat untuk menggambarkan strategi ini adalah Amerika Serikat. Pada 1970-an, North American Soccer League dibentuk dengan jajaran bintang terbesar yang pernah bermain di luar Eropa dan Amerika Latin. Legenda lapangan hijau, Pele, Johan Cruyff, George Best, dan Bobby Moore, berkumpul di liga yang baru dibentuk tersebut. Namun taburan bintang itu tetap gagal menyelamatkan Liga Amerika Utara dari keruntuhan pada 1984.

Penerusnya, MLS, dibentuk pada 1996, dengan satu ketentuan: menghindari pengeluaran jorjoran ala Liga Amerika Utara. Pada tahun-tahun awal MLS, semua klub menampik godaan mendatangkan bintang Eropa. Namun arah liga itu berubah dengan kehadiran David Beckham di LA Galaxy pada 2007. Kapten tim nasional Inggris itu datang di puncak ketenarannya sebagai selebritas, juga pesepak bola.

Selanjutnya, berdatangan bintang-bintang berusia senja. Ada bek Italia, Alessandro Nesta, pada 2012; eks penyerang Chelsea, Didier Drogba, dan penyerang Spanyol, David Villa, pada 2015; gelandang Inggris, Steven Gerrard dan Frank Lampard, pada 2016; serta penyerang Wayne Rooney dan Zlatan Ibrahimovic pada 2018.

David Beckham naik kelas dari pemain menjadi pemilik klub setelah membeli waralaba Inter Miami pada 2020. Dia juga mendatangkan Lionel Messi dalam daftar bintang MLS mulai musim ini. Kehadiran kapten Argentina—juara Piala Dunia 2022—itu merupakan kemenangan bagi Beckham, juga MLS. Namun hal itu tak menggoyahkan Arab Saudi sebagai pesaing mereka dalam jangka panjang dan bisa berdampak pada peningkatan anggaran klub.

David Beckham di MLS pada 2007. REUTERS/Mike Blake

Akankah Arab Saudi Meletuskan Gelembung MLS?

Kedatangan Beckham membuat MLS berkembang. Pada 2007, liga ini hanya terdiri atas 13 klub, dengan tambahan Toronto FC dari Kanada yang bergabung dengan bayaran waralaba setara dengan Rp 140 miliar. Pada Mei lalu, San Diego menjadi klub ke-30 dengan taksiran bayaran setara dengan Rp 7 triliun. Forbes melaporkan rata-rata nilai klub MLS sekitar Rp 8,1 triliun.

Ini angka yang fantastis. Dengan uang itu, kita bisa membeli klub Eropa, kecuali yang berada di daftar 20 besar. Forbes juga menyebutkan sedikitnya tujuh klub MLS masuk daftar 30 klub dengan valuasi tertinggi dunia.

Situs web data sepak bola, Transfermarkt, menyatakan valuasi keseluruhan pemain MLS mencapai Rp 18,2 triliun. Angka itu tak terpaut jauh dari Liga Primer Inggris, Rp 158 triliun, La Liga (Rp 71,4 triliun), Seri A Italia (Rp 68,6 triliun), dan Bundesliga Jerman (Rp 64,4 triliun). Valuasi MLS mendekati Liga Belgia yang bergulir sejak 1895.

Valuasi waralaba MLS tidak didasari kualitas permainan, melainkan prospek pertumbuhannya. Sepak bola tumbuh menjadi olahraga arus utama di Amerika. Suporter MLS telah menjadi bagian dalam pasar olahraga Amerika. Saya menilai MLS perlu menghadirkan pemain yang lebih berkualitas untuk mendukung pertumbuhan liga, yang berarti mencari pemain di pasar internasional.

Atas pertimbangan itu, MLS khawatir akan kehadiran Arab Saudi sebagai pesaing mereka dalam menggaet bintang-bintang tua. MLS sebelumnya juga membidik Ronaldo dan Benzema. Berlabuhnya Messi di Inter Miami perlu lewat perjuangan dengan mengalahkan tawaran Al-Hilal dari Arab Saudi.

Kehadiran Messi merupakan kemenangan besar bagi MLS. Namun kehadiran Arab Saudi sebagai pesaing membuat kesempatan mereka di masa depan menyempit. Jika tetap ingin mendatangkan pemain bintang, klub-klub MLS perlu merogoh rekening lebih dalam.

---

Artikel ini ditulis oleh Stefan Szymanski, guru besar manajemen olahraga University of Michigan. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di The Conversation dan diterjemahkan oleh Reza Maulana dari Tempo.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus